• Halaman Beranda

  • Data Referensi Kebahasaan dan Kesastraan

  • Ahli Bahasa

    Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA)

    Bahasa Daerah Di Indonesia

    Duta Bahasa

    KBBI

    Penelitian Bahasa

    Registrasi Bahasa

    UKBI

    Indeks Pemanfaatan Bahasa Daerah

    Indeks Kemahiran Berbahasa

    Revitalisasi Bahasa Daerah

  • Gejala Sastra

    Hadiah/Sayembara Sastra

    Karya Sastra

    Lembaga Sastra

    Media Penyebar/Penerbit Sastra

    Pengarang Sastra

    Penelitian Sastra

    Registrasi Sastra Cetak

    Registrasi Sastra Lisan

    Registrasi Manuskrip

  • Pencarian lanjut berdasarkan kategori kebahasaan dan kesastraan

  • Statistik

  • Info

 
 
Sastra Erotis
Kategori: Gejala Sastra

 

Sastra Erotis merupakan sastra yang mengandung atau mengungkap perilaku cinta dalam berbagai ekspresinya. Erotis berasal dari bahasa Yunani Eros yang berarti dewi cinta penyambung antara dunia yang bersifat indrawi dengan dunia yang terbuka bagi rasio. Dikatakan demikian karena eros, menurut Muller/Halder (Darmojuwono, 1994), merupakan pendorong dalam mencapai pengetahuan tentang idea-idea yang hanya ditemukan dalam dunia yang terbuka bagi rasio. Kerinduan pada dunia rasio yang ditimbulkan oleh eros berkaitan dengan keindahan dalam arti kesesuaian antara gambaran yang dikenal dalam dunia yang bersifat indrawi dengan idea yang ada dalam rasio. Di dalam keindahan itu tercakup badan, jiwa, moral, pengetahuan, dan keindahan itu sendiri.

Daro kata eros timbul erotik, yang dalam arti luas adalah segala bentuk pengungkapan cinta antara pria dan wanita, antara jenis kelamin yang sama (homoerotik), atau cinta terhadap diri sendiri (autoerotik). Dalam arti sempit, erotik tidak hanya bermakna seksualitas yang lebih bersifat jasmaniah, tetapi juga meliputi aspek mental dalam seksualitas dan pengembangan rangsangan yang ditimbulkan oleh seksualitas. Hal tersebut dapat terungkap dalam berbagai bentuk, misalnya dunia mode, periklanan, dan dunia seni, termasuk seni sastra yang terekam dalam wujud lambang bahasa atau teks. Erotisme dalam sebuah teks berupa penggambaran melalui sarana bahasa yang membungkus suatu perilaku atau tindakan, keadaan, atau suasana yang bertalian dengan hasrat seksual. Penggambaran tindakan seksual itu tidak tampak secara visual, tetapi verbal. Apabila dalam diri pembaca timbul nafsu seksual setelah menyimak teks sastra, hal itu semata-mata karena dalam dirinya muncul penafsiran atau asosiasi pemikiran sebagai keterhanyutan pada fantasi erotiknya sendiri.

Keberadaan karya sastra yang bernuansa erotik sudah dapat ditemukan dalam sastra daerah, misalnya sastra Jawa klasik, sebagaimana terlihat dalam Babad Tanah Jawi, Serat Gatolotjo, Serat Darmogandul, Serat Centimi, dan Serat Damarwulan.

Sementara itu, karya sastra yang bernuansa erotik dalam khazanah sastra Indonesia Modern telah ada sejak dekade I930-an, yaitu "Fenomena Novel Medan" tahun 1940-1950-an atau novel-novel yang penerbitannya didominasi oleh Penerbit Melayu Cina pada tahun 1930-an. Selanjutnya, pada tahun pertengahan dekade 1950-an sajak "La Ronde" yang ditulis oleh Sitor Sitamorang dapat disebut sebagai salah satu contoh karya sastra Indonesia Modern yang mampu melahirkan asosiasi tentang seksualitas yang erotik. Pada periode selanjutnya, keberadaan sastra erotisme tidak dapat dilepaskan oieh gejolak politik di tanah air pada awal hingga pertengahan periode 1960 (yang berpuncak pada pemberontakan G-30S/PKI) menyebabkan tidak begitu banyak novel yang lahir parla periode ini. Hingga akhir dasawarsa 1960 pun stabilitas politik belum tercapai sepenuhnya karena pemerintahan Orde Baru yang terbentuk setelah tumbangnya Orde Lama masih disibukkan dengan penumpasan sisa-sisa PKI. Hal lain yang memacetkan kehadiran novel pada dasawarsa 1960 adalah runyamnya perekonomian. Inflasi yang membubung tinggi dalam beberapa tahun menjadikan para penerbit mengalami kesulitan keuangan untuk menerbitkan novel. "Macetnya penerbitan novel-novel sastra justru menyuburkan penerbitan novel "populer" atau "hiburan" yang sarat dengan unsur erotis, seperti karya Motinggo Boesje. Beberapa pengarang, seperti Kelik Diono, Asbari Nurpatria Krisna, Abdulah Harahap, dan Fredy S., meneruskan "resep" Motingbo, yang menjadikan alur cerita tidak lebih dari sekadar sarana untuk membangun adegan erotik yang berpadu dengan pornografi.

Steinberg (1954) mengatakan bahwa kategorisasi sastra erotik mencakupi karya sastra yang menampilkan hubungan pria dan wanita dengan penekanan pada aspek spritual dan intelektual dan hubungan intirn ragawi yang dinyatakan secara terselubung. Ada juga karya sastra yang menyajikan atau menggambarkan seksualitas secara lebih menarik, tetapi tidak menjadi inti cerita. Kategori ketiga adalah karya sastra yang bersifat pornografi murni. Dalam karya pornografi jenis ini pengarang menyajikan secara terperinci seksualitas dengan maksud untuk merangsang dan membangkitkan hawa nafsu seksual.

 
PENCARIAN TERKAIT

  • Revitalisasi Bahasa dan Sastra Daerah
    Tayangan Revitalisasi Bahasa dan Sastra Daerah
  • Tifa Sastra
    Tifa Satra adalah majalah yang memuat banyak karya sastra. Majalah ini diterbitkan pertama kali bulan Maret 1972 oleh Penerbit Biro Majalah Senat Mahasiswa FSUI dengan alamat Gang Kembang III, ...
  • Hadiah Sastra LBSS
    Hadiah Sastra LBSS adalah hadiah sastra tahunan yang diberikan oleh Lembaga Basa jeung Sastra Sunda (LBSS) kepada sastrawan Sunda. Hadiah ini diberikan sejak tahun 1957. Akan tetapi, setelah tujuh ...
  • Hadiah Sastra Majalah Horison
    Hadiah Horison pertama kali diberikan pada tahun 1969 untuk karya-karya sastra terbaik yang telah dimuat dalam Horison tahun 1966, 1967, dan 1968. Hadiah itu berupa uang sebesar Rp5.000,00. Di ...
  • Hadiah Sastra Rancage
    Hadiah Sastra Rancage merupakan hadiah sastra yang diberikan Ajip Rosidi kepada sastrawan Sunda, Jawa, Bali, dan orang yang dianggap berjasa dalam mengembangkan sastra daerah. Ajip ...
  •  
    © 2024    Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa
     
    Sastra Erotis
    Kategori: Gejala Sastra

     

    Sastra Erotis merupakan sastra yang mengandung atau mengungkap perilaku cinta dalam berbagai ekspresinya. Erotis berasal dari bahasa Yunani Eros yang berarti dewi cinta penyambung antara dunia yang bersifat indrawi dengan dunia yang terbuka bagi rasio. Dikatakan demikian karena eros, menurut Muller/Halder (Darmojuwono, 1994), merupakan pendorong dalam mencapai pengetahuan tentang idea-idea yang hanya ditemukan dalam dunia yang terbuka bagi rasio. Kerinduan pada dunia rasio yang ditimbulkan oleh eros berkaitan dengan keindahan dalam arti kesesuaian antara gambaran yang dikenal dalam dunia yang bersifat indrawi dengan idea yang ada dalam rasio. Di dalam keindahan itu tercakup badan, jiwa, moral, pengetahuan, dan keindahan itu sendiri.

    Daro kata eros timbul erotik, yang dalam arti luas adalah segala bentuk pengungkapan cinta antara pria dan wanita, antara jenis kelamin yang sama (homoerotik), atau cinta terhadap diri sendiri (autoerotik). Dalam arti sempit, erotik tidak hanya bermakna seksualitas yang lebih bersifat jasmaniah, tetapi juga meliputi aspek mental dalam seksualitas dan pengembangan rangsangan yang ditimbulkan oleh seksualitas. Hal tersebut dapat terungkap dalam berbagai bentuk, misalnya dunia mode, periklanan, dan dunia seni, termasuk seni sastra yang terekam dalam wujud lambang bahasa atau teks. Erotisme dalam sebuah teks berupa penggambaran melalui sarana bahasa yang membungkus suatu perilaku atau tindakan, keadaan, atau suasana yang bertalian dengan hasrat seksual. Penggambaran tindakan seksual itu tidak tampak secara visual, tetapi verbal. Apabila dalam diri pembaca timbul nafsu seksual setelah menyimak teks sastra, hal itu semata-mata karena dalam dirinya muncul penafsiran atau asosiasi pemikiran sebagai keterhanyutan pada fantasi erotiknya sendiri.

    Keberadaan karya sastra yang bernuansa erotik sudah dapat ditemukan dalam sastra daerah, misalnya sastra Jawa klasik, sebagaimana terlihat dalam Babad Tanah Jawi, Serat Gatolotjo, Serat Darmogandul, Serat Centimi, dan Serat Damarwulan.

    Sementara itu, karya sastra yang bernuansa erotik dalam khazanah sastra Indonesia Modern telah ada sejak dekade I930-an, yaitu "Fenomena Novel Medan" tahun 1940-1950-an atau novel-novel yang penerbitannya didominasi oleh Penerbit Melayu Cina pada tahun 1930-an. Selanjutnya, pada tahun pertengahan dekade 1950-an sajak "La Ronde" yang ditulis oleh Sitor Sitamorang dapat disebut sebagai salah satu contoh karya sastra Indonesia Modern yang mampu melahirkan asosiasi tentang seksualitas yang erotik. Pada periode selanjutnya, keberadaan sastra erotisme tidak dapat dilepaskan oieh gejolak politik di tanah air pada awal hingga pertengahan periode 1960 (yang berpuncak pada pemberontakan G-30S/PKI) menyebabkan tidak begitu banyak novel yang lahir parla periode ini. Hingga akhir dasawarsa 1960 pun stabilitas politik belum tercapai sepenuhnya karena pemerintahan Orde Baru yang terbentuk setelah tumbangnya Orde Lama masih disibukkan dengan penumpasan sisa-sisa PKI. Hal lain yang memacetkan kehadiran novel pada dasawarsa 1960 adalah runyamnya perekonomian. Inflasi yang membubung tinggi dalam beberapa tahun menjadikan para penerbit mengalami kesulitan keuangan untuk menerbitkan novel. "Macetnya penerbitan novel-novel sastra justru menyuburkan penerbitan novel "populer" atau "hiburan" yang sarat dengan unsur erotis, seperti karya Motinggo Boesje. Beberapa pengarang, seperti Kelik Diono, Asbari Nurpatria Krisna, Abdulah Harahap, dan Fredy S., meneruskan "resep" Motingbo, yang menjadikan alur cerita tidak lebih dari sekadar sarana untuk membangun adegan erotik yang berpadu dengan pornografi.

    Steinberg (1954) mengatakan bahwa kategorisasi sastra erotik mencakupi karya sastra yang menampilkan hubungan pria dan wanita dengan penekanan pada aspek spritual dan intelektual dan hubungan intirn ragawi yang dinyatakan secara terselubung. Ada juga karya sastra yang menyajikan atau menggambarkan seksualitas secara lebih menarik, tetapi tidak menjadi inti cerita. Kategori ketiga adalah karya sastra yang bersifat pornografi murni. Dalam karya pornografi jenis ini pengarang menyajikan secara terperinci seksualitas dengan maksud untuk merangsang dan membangkitkan hawa nafsu seksual.

     
    PENCARIAN TERKAIT

  • Revitalisasi Bahasa dan Sastra Daerah
    Tayangan Revitalisasi Bahasa dan Sastra Daerah
  • Tifa Sastra
    Tifa Satra adalah majalah yang memuat banyak karya sastra. Majalah ini diterbitkan pertama kali bulan Maret 1972 oleh Penerbit Biro Majalah Senat Mahasiswa FSUI dengan alamat Gang Kembang III, ...
  • Hadiah Sastra LBSS
    Hadiah Sastra LBSS adalah hadiah sastra tahunan yang diberikan oleh Lembaga Basa jeung Sastra Sunda (LBSS) kepada sastrawan Sunda. Hadiah ini diberikan sejak tahun 1957. Akan tetapi, setelah tujuh ...
  • Hadiah Sastra Majalah Horison
    Hadiah Horison pertama kali diberikan pada tahun 1969 untuk karya-karya sastra terbaik yang telah dimuat dalam Horison tahun 1966, 1967, dan 1968. Hadiah itu berupa uang sebesar Rp5.000,00. Di ...
  • Hadiah Sastra Rancage
    Hadiah Sastra Rancage merupakan hadiah sastra yang diberikan Ajip Rosidi kepada sastrawan Sunda, Jawa, Bali, dan orang yang dianggap berjasa dalam mengembangkan sastra daerah. Ajip ...
  • Revitalisasi Bahasa dan Sastra Daerah
    Tayangan Revitalisasi Bahasa dan Sastra Daerah
  • Tifa Sastra
    Tifa Satra adalah majalah yang memuat banyak karya sastra. Majalah ini diterbitkan pertama kali bulan Maret 1972 oleh Penerbit Biro Majalah Senat Mahasiswa FSUI dengan alamat Gang Kembang III, ...
  • Hadiah Sastra LBSS
    Hadiah Sastra LBSS adalah hadiah sastra tahunan yang diberikan oleh Lembaga Basa jeung Sastra Sunda (LBSS) kepada sastrawan Sunda. Hadiah ini diberikan sejak tahun 1957. Akan tetapi, setelah tujuh ...
  • Hadiah Sastra Majalah Horison
    Hadiah Horison pertama kali diberikan pada tahun 1969 untuk karya-karya sastra terbaik yang telah dimuat dalam Horison tahun 1966, 1967, dan 1968. Hadiah itu berupa uang sebesar Rp5.000,00. Di ...
  • Hadiah Sastra Rancage
    Hadiah Sastra Rancage merupakan hadiah sastra yang diberikan Ajip Rosidi kepada sastrawan Sunda, Jawa, Bali, dan orang yang dianggap berjasa dalam mengembangkan sastra daerah. Ajip ...
  •  
     
     
    © 2024    Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa