Budaya Jaya merupakan majalah kebudayaan umum yang terbit sebulan sekali dan memuat karya sastra. Majalah itu mulai terbit tanggal 2 Juni 1968. Isi dan misi majalah Budaya Jaya tidak pernah berubah hingga majalah ini berhenti beredar pada tahun 1985. Missinya adalah hendak mengembangkan dan meningkatkan sastra dan budaya sebagai alat dialog antarpakar dan antarmasyarakat. Majalah ini menggunakan kertas koran dan bersampul kertas HVS dan disebarluaskan secara nasional.
Jenis rubrik yang disuguhkan dalam majalah tersebut antara lain (1) Catatan Bulan ini; (2) Kaledioskop; (3) Esai Sastra (Kritik Sastra); (4) Artikel Kebudayaan (umum), (5) Cerpen, (6) Kronik, (7) Para Penyumbang Nomor Ini, (8) Drama, (9) Timbangan Buku, (10) Berita Keluarga, (11) Iklan, dan (12) Sket Vignet, danL ino.
Terbitan perdana majalah Budaya Jaya dikelola oleh suatu tim dengan personil Ilen Surianegara (penanggung jawab), Ajip Rosidi dan Harijadi S. Hartowardojo (redaksi), Ramadhan K.H., Moh. Amir Sutaarga, Arief Budiman, Asrul Sani, Gayus Siagian, Goenawan Mohamad, Moctar Kusumaatmaja, Nono Anwar makarim, Oesman Effendi, Taufiq Ismail, Toto Sudarto Bactiar, Trisno Sumardjo, Zulharman S., Wing kardjo, dan Ajatrohaedi (pembantu redaksi). Redaksi majalah ini beralamat di Jalan Teuku Umar 6, Jakarta Pusat. Majalah ini diterbitkan oleh Dewan Kesenian Jakarta.
Majalah bulanan ini terbit dengan tujuan untuk mewadahi segala hasil pemikiran, gagasan, dan kreasi masyarakat secara umum karena hingga saat itu majalah kebudayaan umum yang mempunya sifat seperti itu belum ada. Tujuan tersebut secara jelas dipaparkan oleh Gubernur DKI pada waktu itu, yaitu Ali Sadikin, yang menyatakan bahwa dalam kehidupan kebudayaan modern, majalah merupakan hal yang bersifat mutlak, terutama majalah yang menampung hasil-hasil pemikiran dan hasil-hasil cipta para pemikir, budayawan, serta seniman yang mewakili segala aliran. Dengan adanya majalah sebagai wadah untuk bertemu, tentulah komunikasi antara para budayawan dan para pencipta itu menjadi lancar.
Sasaran pembaca majalah Budaya Jaya adalah masyarakat umum, terutama masyarakat yang merasa berkepentingan dengan masalah kebudayaan. Budaya Jaya, sebagai majalah budaya, memuat karya sastra, kritik sastra, dan esai sastra. Dalam nomor perdana telah termuat sajak "Kupanggili Namamu" oleh W.S. Rendra; "Tidak Seorang pun Menyukai" oleh Sanento Juliman. Kemudian, terdapat juga suatu pembicaraan sastra yang berjudul "Hamlet di Tengah-Tengah Abad Ini" oleh Jan Kott yang diterjemahkan oleh Wing Kardjo. Cerita pendek (cerpen) juga muncul dalam terbitan perdana ini, yaitu "Musik Jakarta" karya S. Brata dan cerpen "Mencari" terjemahan dari karya Tjaraka yang berjudul "Neangan". Di dalam nomor itu juga ditemukan sebuah pembicaraan mengenai karya sastra yang berjudul "Sebuah Sajak tentang Jakarta" karya Ayip Rosidi.
Pada nomor-nomor berikutnya, antara lain, muncul sajak "Le Poete Maudit", sajak "Dari Place St. Michel", dan sajak "Dari Sebuah Riwan" karya Wing Kardjo, serta sajak "Iringan Perkabungan" karya Sanento Juliman. Ada pula pembicaraan tentang perkembangan sastra Sunda masa kini yang berjudul "Situasi Sastra Sunda Masa Kini" oleh Ajip Rosidi. Bahkan, pada tahun 1980-an majalah ini memuat secara utuh suatu karya sastra yang cukup panjang, seperti drama "Edan" dan "Dag Dig Dug" karya Putu Wijaya.
Pemuatan sajak dalam majalah budaya ini dilakukan dalam setiap terbitan. Sebagai bandingan, pada tahun ke-7, 1974, terdapat 87 buah sajak dari 20 orang penyair yang termuat dari nomor 68--78, Januari--November 1974. Sejumlah pengarang yang menulis di dalam Budaya Jaya tahun ke-7 itu, antara lain, adalah Apip Mustopa, Rusli A. Malem, Zakaria M. Passe, Rahman Arge, Ajatrohaedi, Taruman, Toeti Heraty, Cecep M. Juhyar, Yus Rusyana, Sugiarta Sriwibawa, Yudo Herbeno, dan Kuntowijoyo. Beberapa dari pengarang itu tercatat sebagai pengarang kaliber nasional dan internasional pada tahun 1990-an.
Perhatikan berikut ini berbagai artikel yang termuat dalam majalah Budaya Jaya (BJ) sebagai petunjuk pernyataan di atas. Beberapa Judul cerpen itu adalah, (1) "Grotta Azzurra" (Goa Biru) karya S. Takdir Alisjahbana, BJ, No.12 Thn.II, Agustus 1969, hlm. 492--511; (2) "Kucing Hitam Tangan dalam Kelam" karya Harijadi S. Hartowardojo; (3) "Royan Revolusi" karya Ramadhan K.H., BJ, No.4, Thn.I, September 1968; (4) "Silsilah Keluarga" karya Ahmad Bakri, BJ, No. 8, Thn.II, Januari 1969; (4) "Tidak Ada Kemarau Tahun Kemarin", BJ, No. 14, Th.II, 1969.
Artikel kritik dan esai sastra, antara lain berjudul (1) "Hamlet di Tengah-Tengah Abad ini" karya Kardjo, Wing, BJ, No.1, Thn.I, Juni 1968; (2) "Drama-Gong di Bali" BJ, No.3, Thn. I, Agustus 1968; (3) "Situasi Sastra Sunda", karya Rosidi, Ajip, No.2, Thn. I, Juli 1968; (4) "Keberanian Intelektual, Pengkhianatan Intelektual" karya Goenawan Mohamad, BJ, No.7, Thn. I, Desember 1968; (5) "Angkatan '66 Prosa dan Puisi" karya Ajip Rosidi, BJ, No.9, Thn. II, Februari 1969; (6) "Tujuan Pengajaran Sastra" karya Yus Rusyana, BJ, No.12, Thn.II, Mei 1969; (7) "Beberapa Catatan tentang Angkatan dalam Sastra Indonesia", karya Popo Iskandar, BJ, No. 17, Thn. II Oktober 1969 hlm.621—624; (8) "Perkembangan Novel-novel Melayu di Malaysia (Satu tinjauan umum)", karya Yahaya Ismail, BJ, No.18, Thn. II, November 1969 hlm.691—703; dan (9) "Penyair sebagai Pawang Kembali" karya Yus Rusyana, BJ, No.19, Thn.II, Agustus 1969, hlm.482—487.
Beberapa judul puisi, antara lain adalah (1) "Hukum, kata tukang kebun" terjemahan karya W.H. Auden, BJ, No 15, Thn.II, Agustus 1969; (2) "Senja Susut dan Wajahku" karya Abdul Hadi W.M., BJ, No.5, Thn.I, Oktober 1968; (3) "Malam Seorang Penerjun Muda" karya Taufiq Ismail, BJ. No. 4, Thn. I, September 1968; 4) Lima puisi yakni "Senja Susut di Wajahku" "Sarangan", "Surat Seorang Pengembara kepada Ibunya", "Dalam gerimis ini", dan "Wajah sendiri" karya Abdul Hadi W.M. BJ No.5 Thn.I Oktober 1968; (5) "Kalam" karya Harijadi S. Hartowardojo, BJ No.15, Thn. II Agustus 1969; dan (6) "Euphoria", "Dua Wanita", "Elegi", dan "Kenangan Biru" karya Tuti Heraty Noerhadi hlm. 347—351.
Aoh K. Hadimadja dalam artikel yang berjudul "Budaya Jaya di Luar Dugaan" yang disiarkan oleh BBC London, pada tanggal 8 September 1968, mengatakan ahwa jauh dari sangkaan, majalah itu mengandung isi yang lebih banyak variasinya daripada majalah-majalah kebudayaan yang pernah diterbitkan di ibu kota. Tidak saja variasinya yang lebih banyak, tetapi isi majalah ini juga lebih bermutu. Ali Sadikin, Gubernur DKI pada waktu itu, mengatakan bahwa apabila isinya dapat dipertahankan seperti nomor pertama, Budaya Jaya tidak hanya penting untuk selalu diikuti oleh orang-orang Jakarta Raya, tetapi juga oleh semua orang Indonesia yang ingin berpikiran maju dan luas.