Namaku Teweraut adalah sebuah roman antropologi dari rimba rawa Asmat, Papua yang ditulis oleh Ani Sekarningsih. Novel itu diterbitkan oleh Yayasan Obor Indonesia pada bulan Juli 2000 dengan tebal 298 halaman. Buku ini ditulis oleh Ani dan dipersembahkan bagi para wanita pionir, sokoguru bangsa, yang dengan segenap cinta dan kesungguhan, mengabdikan diri di kawasan terpencil Indonesia Timur, khususnya di pedalaman Papua.
Keseluruhan alur roman Namaku Teweraut melukiskan beratnya perjuangan seorang perempuan bernama Teweraut yang berasal dari komunitas adat terpencil dalam upaya meningkatkan pendidikan kaumnya. Jalan yang harus ditempuhnya untuk menggapai cita-cita mulia mengangkat derajat kaum perempuan Asmat sangat terjal dan menuntut ketabahan serta pengorbanan. Dengan dukungan Sang Endew (ibunya), ia berusaha menuntut ilmu hingga ke sekolah menengah atas, meski akhirnya terputus karena hambatan dana. nDiwi (ayahnya) menentang keinginan tersebut karena dianggap melanggar adat dan kebiasaan masyarakat Asmat. Namun, laki-laki separuh baya itu akhirnya takluk dan mengizinkan putrinya menuntut ilmu.
Keinginan melihat masyarakat Asmat maju membuat nDiwi menikahkan Teweraut dengan Akatpits, seorang kepala dusun yang sangat disegani di cabang sungai besar arah matahari terbit. Pernikahan itu sangat ditentang oleh Teweraut karena ia ingin menjadi istri seorang guru. Selain itu, Akatpits juga telah memiliki enam orang istri. Seiring perjalanan waktu dan setelah mengenal Akatpits lebih dalam, Teweraut akhirnya mencintai laki-laki itu dengan segenap jiwa raganya. Akatpits ternyata adalah sosok laki-laki yang sangat bertanggung jawab terhadap kehidupan para istri dan pendidikan anak-anaknya. Terlebih setelah ia pulang melawat dari mancanegara. Ia memutuskan meninggalkan kampung halamannya dan bekerja di Merauke agar bisa memperoleh uang yang banyak. Akatpits bercita-cita menyekolahkan anak-anaknya setinggi mungkin dan memberikan kehidupan yang layak buat keenam istrinya. Namun, cita-cita itu akhirnya kandas setelah ia tewas di tempat kerjanya menjelang Teweraut melahirkan buah hati mereka yang pertama. Kesedihan ditinggal suami tercinta tidak membuat Teweraut patah semangat. Ia tetap berusaha agar anak yang dikandungnya lahir dengan selamat dan akan dididik menjadi manusia yang akan menyinari kampungnya. Cita-cita itu pun akhirnya tinggal mimpi setelah ia gagal melahirkan anaknya. Teweraut meninggal saat melahirkan buah kasihnya dengan Akatpits.
Korrie Layun Rampan (2000) menyatakan novel yang ditulis oleh Ani Sekarningsih ini termasuk baru dalam khazanah novel Indonesia. Novel ini menyajikan realitas imajiner dan kenyataan sehari-hari yang dibaurkan dalam sebuah wisata rohani ke dunia setengah primitif dan dunia supermodern. Petualangan di dua dunia ini dianyam dalam sederet informasi yang sangat menarik. Penilaian juga diberikan oleh Tim Penilai naskah Yayasan Adikarya IKAPI yang menegaskan bahwa novel Namaku Teweraut merupakan sebuah novel antropologis berlatar Papua yang sangat istimewa. Ani menulis novel tersebut dengan persiapan serius. Kenyataan tersebut bisa dilihat dari pemahamannya tentang Papua yang sangat luar biasa.