Komisi Bacaan Rakyat yang nama lengkapnya adalah Komisi Bacaan Rakyat dan Pendidikan Pribumi merupakan sebagai terjemahan dari Commissie voor de Inlandsche School en Volkslectuur. Lembaga ini dibentuk oleh pemerintah Hindia Belanda pada tanggal 14 September 1908 sebagai salah satu wujud kebijakan politik etis. Pembentukan komisi itu berdasarkan keputusuan Departement van Onderwijs en Eredienst No. 12. Tugas komisi ini adalah memberikan masukan kepada Direktur Pendidikan dalam memilih buku yang baik untuk bacaan di sekolah dan bacaan rakyat pada umumnya.
Pada waktu pertama kali dibentuk, Komisi ini dipimpin oleh Dr.G.A.J. Hazeu yang dibantu oleh enam orang anggota. Kerja Komisi ini baru terlaksana pada masa kepemimpinan Dr.D.A. Rinkes pada tahun 1910 dengan menerbitkan buku bacaan rakyat sejumlah 598 naskah selama enam tahun kerja Komisi (1916). Naskah yang terbit menjadi buku itu berasal dari berbagai bahasa dengan rincian 117 naskah berbahasa Jawa, 68 naskah berbahasa Sunda, 33 naskah berbahasa Melayu dan 1 naskah berbahasa Madura.
Komisi Bacaan Rakyat sebelumnya hanya merupakan bagian dari Komisi Volkslectuur. Jenis cerita yang diterbitkan mencakupi cerita rakyat, cerita wayang, ringkasan hikayat, cerita berisi teladan, dan buku pengetahuan umum. Kisah tentang Komisi Volkslectuur sangat berhubungan erat dengan politik Hindia-Belanda terhadap pengajaran penduduk Pulau Jawa. Pemerintah Belanda ingin menerima pegawai negeri sesuai dengan kebutuhan. "Dengan putusan Radja tanggal 30 September 1848 No. 95, Gubernur Djendral diberi kuasa: …" Antara lain, Gubernur Djendral berhak memakai dana pemerintah untuk membangun sekolah pemerintah Belanda. Sekalipun pemerintah Kolonial agar menghkawatirkan dampak pengajaran yang kelak diterima siswa dengan baik mengakibatkan rakyat pribumi semakin cerdas. Maka disusunlah peraturan dalam pendidikan itu: "Tetapi." Katanya pula "Peladjaran itu belum tjukup." Dan seterusnya: "Tambahan lagi harus pula ditjegah, djanganlah hendaknya kepandaian membaca dan kepandaian berpikir yang dibangkitkan itu menjadikan hal jang kurang baik dan djanganlah daja upaja itu dipergunakan untuk hal-hal jang kurang patut, sehingga merusakkan tertib dan keamanan negeri dan lain-lain." Pemerintah Kolonial Belanda sangat menghkawatirkan para siswa itu akan terprofokasi bacaan yang dapat mengancam pemerintahan Belanda. Oleh karena itu, pemerintah menerbitkan buku bacaan rakyat yang sesuai dengan peraturan pemerintah Hindia Belanda sehingga para penulis pun tidak leluasa mengemukakan ceritanya, banyak sensor yang dilakukan agar negara Hindia Belanda tetap aman.
Semula komisi tersebut belum banyak menerima pegawai, hanya seorang juru tulis di kantor itu Barulah pada tahun 1910 sewaktu Dr. D. A. Rinkes menjadi ketua Komisi, barulah kantor tersebut melaksanakan kewaajibannya. Mereka menerbitkan buku bacaan rakyat untuk umum, tetapi tidak tepat sasaran. Oleh karena itu, dibentuklah Volksbiblotheek yaitu Taman Pustaka, di berbagai sekolah negeri yang ditangani kepala sekolah sendiri. Peraturan Taman Pustaka ditetapkan dengan G.B. tanggal 1916, No.37. Pada tahun 1912 sudah dapat didirikan 170 Taman Pustaka berbahasa Sunda; kemudian pada tahun 1913 sudah mencapai 500 Taman Pustaka yang berbahasa Jawa. Pada tahun 1916 pekerjaan Komisi Volkskectuur mulai meningkat dalam jumlah 700 lebih, yang terdiri dari naskah berbahasa Jawa dan naskah berbahasa Sunda.
Pada perkembangan lebih lanjut, Komisi Bacaan Rakyat diubah menjadi Balai Pustaka yakni sejak tanggal 22 September 1917. Sejak itu Balai Pustaka tidak lagi mencetak manuskrip yang diterima, tetapi menerjemahkan sendiri berbagai buku berbahasa asing.