Ayatrohaedi mempunyai nama panggilan Mang Ayat. Ia adalah adik Ajip Rosidi. Mang Ayat lahir di Jatiwangi, Jawa Barat pada tanggal 5 Desember 1939. Ayahnya bernama Dayim Sutawirya. Ibunya bernama Siti Konaah. Ia penganut agama Islam yang kuat.
Pada tanggal 7 September 1969 Ayatrohaedi menikah dengan Sri Yuniati. Dia dikaruniai tiga orang anak. Masing-masing bernama Diah Ratna Wiyati, Satria Adi Wiiana, dan Asri Nur Aini.
Pendidikan yang pernah dijalaninya adalah sekolah rakyat pada tahun 1952, Sekolah Menengah Pertama B pada tahun 1955, Sekolah Menengah Atas A pada tahun 1959. Setelah tamat SMA A. Ayatrohaedi melanjutkan studinya ke Fakultas Sastra, Universitas Indonesia, Jurusan Arkelogi pada tahun 1964. Kemudian Ayatrohaedi melanjutkan sekolah ke Universitas Leiden, bidang linguistik dan filologi pada tahun 1971—1973. Setelah pulang ke Indonesia sebentar, Ayatrohaedi melanjutkan lagi sekolah ke Universitas Grenoble 3, Perancis, di bidang persabdaprajaan dan lokabasa pada tahun 1975—1976.
Ayatrohaedi pernah bekerja di Lembaga Purbakala dan Peninggalan Nasional (1965—1966). Kemudian ia menjadi dosen Fakultas Sastra, Universitas Padjadjaran (1966—1967) dan dosen Fakultas Sastra, Universitas Indonesia, Jurusan Arkelogi sejak tahun 1972 sampai akhir hayatnya. Di samping itu, ia bekerja sebagai pemimpin Redaksi Majalah Ilmu-Ilmu Sastra Indonesia. Organisasi kesenian yang pernah dimasukinya adalah Paguyuban Pengarang Sastra Sunda (sebagai anggota).
Ayatrohaedi menulis sejak tahun 1956. Karyanya berupa sajak dan cerita pendek. Kebolehannya itu diteruskan dengan mengkaji lebih dalam bidang kebahasaan. Bahasa yang digunakan dalam penulisannya adalah bahasa Sunda dan Indonesia. Selain menguasai dua bahasa tersebut, ia juga menguasai bahasa Jawa Kuno, bahasa Sunda Kuno, bahasa Sanskerta, bahasa Inggris, bahasa Belanda, dan bahasa Perancis. Dia juga mendalami bidang arkelogi dan kebudayaan.
Di samping itu, Ayatrohaedi juga menulis novel dan cerita anak. Karya-karya Ayatrohaedi ini pernah dimuat dalam majalah Indonesia, Mimbar Indnesia, Sulawesi, Basis, Cerita, Sastra, Siasat, Budaya Jaya, Mangle, Majalah Arkeologi, Misi, Surat Kabar Kompas, Sinar Harapan, Abadi, Indonesia Raya, Semesta, Kami, Berita Indonesia, Berita Yudha, Berita Buana, Suara Karya, Seloka, Tifa Sastra, Pikiran Rakyat, Sipatahunan, Sunda, Warga, Kiwari, dan Bulletin Yaperna.
Korrie Layun Rampan menyatakan bahwa Ayatrohaedi menyajikan puisi-puisi sederhana, penuh nuansa-nuansa khas tentang cinta, alam, tanah kelahiran, suasana lingkungan, Tuhan, dan berbagai masalah hidup serta kehidupan. Harmoni puisi-puisi Ayatrohaedi tampil dalam kesahajaan yang pas, terutama karena kesahajaan pengucapannya. Dia tidak suka menyembunyikan apa yang ingin diungkapkannya dengan kalimat yang berbelit-belit. Bahasanya bersih dan beberapa sajaknya merupakan lagu-lagu yang sederhana. Sajak-sajaknya menampilkan bahasa jiwa penyairnya dengan jelas sehingga dapat ditangkap sikap kesenimanan dan orientasi budaya penyairnya.
A. Teeuw tentang Ayatrohaedi dalam Sastra Indonesia Modern II, Pustaka Jaya, 1989, menyatakan bahwa puisi-puisi Ayatrohaedi merupakan pengungkapan sederhana, tidak pernah mencekam atau terlalu mengharukan. Akan tetapi, enak dibaca.
Daftar karya sastra yang dihasilkan Ayatrohaedi, adalah Yang Tersisih (cerpen, 1965), Warisan (cerpen, 1965), Panji Segala Raja (cerita anak, 1974), Pabila dan Dimana (kumpulan sajak, 1977), dan Bahasa Sunda di Daerah Cirebon (studi, 1985). Karyanya dalam bahasa Sunda, adalah Hujan Munggaran (kumpulan cerpen, 1960), Kabogoh Tere (novel, 1967), Pemapag (kumpulan sajak, 1972). Karya terjemahannya, adalah Puisi Negro (bunga rampai, 1976), Senandung Ombak (novel, Yukio Mishima, 1976), Tata Bahasa dan Ungkapan Bahasa Sunda (karya J. Kats dan M. Soeriadiradja, 1980), dan Tata Bahasa Sunda (karya D.K. Adiwinata, 1985). Selain itu, ia juga menjadi editor buku Kepribaian Budaya Bangsa (kumpulan esai, 1986).
Penghargaan yang pernah diperolehnya adalah Piagam Mohammad Ambri, Tahun 1966 dan Hadiah Basis, tahun 1958. Pada hari Sabtu, tanggal 18 Februari 2006 Mang Ayat meninggal dunia di Sukabumi, dalam usia 65 tahun.