Asneli Luthan merupakan salah seorang wanita pengarang Indonesia yang berasal dari Bukittinggi, Sumatra Barat. Dia dilahirkan pada tanggal 22 Maret 1952 di Bukittinggi, Sumatra Barat, dari pasangan Raminan dan Luthan Malin Mangkuto. Asneli menyelesaikan pendidikannya sampai tingkat SLTA di kota kelahirannya, Bukittinggi. Sementara itu, dunia kepengarangannya bermula selepas dari SLTA dengan menulis puisi dan cerita pendek. Karyanya banyak dimuat dalam koran-koran terbitan Padang.
Pada tahun 1974, Asneli merantau ke Jakarta. Produktivitas dan kreativitasnya dalam dunia sastra semakin berkembang setelah memasuki kota Jakarta. Asneli tidak hanya menulis cerpen dan puisi, tetapi juga menulis cerita anak. Dia telah menulis lima cerita anak di samping tetap bergiat menulis puisi dan cerpen. Karya-karya Asneli pernah dimuat di harian Kompas, harian Sinar Harapan, harian Berita Buana, Majalah Sastra Horison, Majalah Selecta, dan Majalah Mutiara. Terakhir, Asneli Luthan bekerja sebagai editor majalah Kartini.
Karya-karya Asneli, terutama cerita pendek, memperlihatkan corak yang berbeda dari karya-karya wanita pengarang Indonesia yang lain. Tokoh-tokoh yang dihadirkan dalam karya-karya Asneli berada dalam atmosfer yang tidak menentu. Kenyataan itu pula yang mungkin menyebabkan Ibnu Wahyudi, dalam penelitiannya pada tahun 1986, cenderung mengelompokkan karya-karya Asneli ke dalam karya absurd. Pernyataan itu sesungguhnya juga didukung oleh kata pengantar penerbit. Redaksi Balai Pustaka, penerbit yang menerbitkan kumpulan cerita pendek Asneli, menyebutkan bahwa karya-karya Asneli sebagai karya eksprimen yang, antara lain, menjadi ciri karya-karya Danarto, Putu Wijaya, dan Budi Darma.
Sebagai seorang wanita penulis, pumpunan perhatian Asneli banyak tercurah kepada dunia kaumnya. Hampir semua tokoh utama dalam cerpen-cerpennya yang terhimpun dalam antologi Topeng diperankan oleh sosok wanita. Hanya satu cerpen, yaitu "Penjara" yang tidak mengisahkan sosok wanita.
Sebelum dihimpun dalam sebuah antologi, enam cerpen karya Asneli Luthan dalam Topeng pernah dimuat dalam Horison. Sementara itu, lima cerpen yang lainnya pernah dimuat dalam Kompas edisi Minggu antara tahun 1976—1980.
Teknik penulisan Asneli dalam karya-karyanya yang bentuk cerpen tersebut tergolong unik. Hampir semua tokoh yang berperan dalam karya-karyanya itu tidak menggunakan acuan nama tertentu. Tokoh-tokoh yang dihadirkan diacu dengan sebutan seperti "saya" dan "perempuan itu".
Di samping keunikan teknik penceritaan tersebut, sisi lain yang juga menarik dari cerpen-cerpen Asneli itu adalah pesan moralnya. Para tokoh dalam cerpen-cerpen Asneli itu dihadapkan pada berbagai persoalan yang selalu bermuara pada penentuan pilihan. Namun, sebelum langkah pemilihan itu ditempuh, mereka digiring untuk memasuki fase pengenalan diri terlebih dahulu. Proses penemuan jati diri inilah yang sangat mengedepan dalam cerpen-cerpen Asneli yang terhimpun dalam antologi Topeng itu. Kegalauan batin tokoh wanita dalam menemukan jati dirinya diwarnai dengan upaya pengedepanan unsur kemandirian dan kerja keras dari sang tokoh.
Asneli Luthan meninggal di Jakarta tanggal 20 September 1983 dalam usia yang relatif masih muda, yaitu 31 tahun. Kepergian Asneli mengakhiri kiprahnya dalam memperkaya khazanah sastra Indonesia. Akan tetapi, Asneli--sebagai salah seorang wanita pengarang Indonesia--mewariskan karya-karyanya sebagai kekayaan yang tak ternilai bagi khazanah sastra Indonesia. Kajian terhadap beberapa karya Asneli pernah dilakukan oleh Ibnu Wahyudi dalam penelitiannya tentang "Ciri-Ciri Absurd dalam Cerpen-Cerpen Asneli Luthan".