Ajirabas penyair dan penulis naskah drama yang lebih dikenal di lapangan pendidikan dan leksikografis lahir di Yogyakarta tanggal 12 September 1904 dan meninggal di Yogyakarta tanggal 28 November 1968. Nama Ajirabas adalah nama samaran dari Welfridus Yoseph Sabariya Poerwadarminta. Dia berasal dari suku Jawa dan beragama Katolik.
Ajirabas menyelesaikan pendidikan formalnya di sekolah dasar pada 1 Juni 1919 dan Normaalschool Ambarawa pada 19 Mei 1925. Setelah menamatkan pendidikannya, tahun 1925 ia diangkat menjadi guru bantu di Sekolah Kelas II Wirobrajan, Yogyakarta. Sekolah tempat ia mengajar adalah sekolah missie. Tidak lama kemudian, Ajirabas diangkat menjadi Kepala Maleisch Chineesche School. Akan tetapi, jabatan itu tidak lama dipegangnya, hanya berkisar 3 bulan. Dia kembali lagi menjadi guru bantu sekolah kelas II. Sambil mengajar di sekolah kelas II, pada tahun 1927 Ajirabas diangkat sebagai guru Bahasa Melayu dan Jawa di Kleine Seminarie (sekolah menengah untuk mendidik paderi), Yogyakarta. Dia pernah melawat ke Jepang tahun 1932—1935 dan selama di sana menjadi guru Bahasa Jawa/Indonesia pada Tokyo Foreign Language School. Kemudian, tahun 1937 Ajirabas bekerja di Balai Pustaka, sebagai redaktur.
Dia juga pernah bekerja sebagai leksikograf di ITC. Pada zaman penjajahan Jepang, Ajirabas bekerja di Gunseikanbu sebagai Naimubu Santoo Syoki dan sebagai Nittoo Syoki. Ajirabas juga mengabdikan keahliannya di beberapa perguruan tinggi, antara lain di IKIP Sanata Dharma (1963—1968), di Universitas Sarjana Wijata, Taman Siswa, Yogyakarta (1963—1964), dan di Universitas Diponegoro (1964—1968). Dia tercatat sebagai pegawai di Lembaga Bahasa dan Kesusastraan, Jakarta, serta Lembaga Bahasa dan Budaya, Yogyakarta. Dia menikah dengan Ny. Agnes Soekirah. Dari pernikahan itu mereka dikaruniai 10 orang anak dan yang hidup 8 orang, yaitu Sukartinah, Supartinah, Sutantri, Widharto, Sularti, Suhartinah, Winardi, dan Wiharsojo. Ayahnya bernama R.I. Yudawihardja (M.Ng. Koedawetjana) yang bekerja sebagai abdi dalem istana Yogyakarta.
Karya sastra yang ditulisnya tidak terlalu banyak. Dalam sastra Indonesia ia tercatat hanya menulis satu buah puisi, tiga buah prosa, dan dua buah drama, semuanya dimuat dalam majalah. Dia juga pernah menulis beberapa puisi dalam bahasa Jawa, tetapi puisi-puisinya itu belum dapat dilacak keberadaannya. Selain menggunakan nama Ajirabas, dalam tulisannya ia juga menggunakan nama samaran Semplak atau Sabarija.
Karier yang pernah dicapainya dalam bidang kesusastraan dinilai tidak menonjol. Ia justru lebih dikenal sebagai leksikograf yang tidak ada duanya di Indonesia sampai saat ini. Ajirabas pernah menjadi redaktur di Balai Pustaka bersama Sutan Takdir Alisyahbana. Di kampung tempat tinggalnya, Ngadisuryan, Yogyakarta, ia mengadakan taman bacaan dan saresehan macapat Jawa sampai meninggalnya.
Beberapa judul karya Ajirabas dalam bentuk puisi yang tercatat adalah "Di Mana Tempat Bahagia", dalam Poedjangga Baroe, No 4—6 Tahun ke-6 (1938: 100) dan yang berbentuk prosa adalah (1) "Tiga Kelamin" dalam Pandji Poestaka, No. 69 Tahun ke-16 (1938:1340—1342), (2) "Membela Kewadjiban" dalam Pandji Poestaka, No. 29 Tahun ke-21 (1943: 1061—1063), dan (3) "Sadar akan Dirinja" dalam Pandji Poestaka, No. 1—2 Tahun ke-22 (1944: 21—23). Selain itu, Ajirabas menulis drama yaitu (1) "Azaz Hidup" dalam Pandji Poestaka, No. 57 Tahun ke-11 (1933: 886—888) dan (2) "Bangsacara dan Ragapadmi" dalam Pandji Poestaka, No. 13—16 Tahun ke-22 (1944).
Ajirabas memperoleh Satya Lencana Kebudayaan dari Pemerintah Republik Indonesia atas jasa-jasanya dalam bidang kebudayaan pada umumnya dan bidang kebahasaan pada khususnya yang disampaikan oleh Sri Paku Alam VIII kepada istri almarhum pada tanggal 15 Juni 1970 di Yogyakarta.