Ahmadun Yosi Herfanda seorang penyair, cerpenis, dan esais yang dilahirkan di Kaliwungu, Kendal, Jawa Tengah, 17 Januari 1956. Dia berpendidikan Sekolah Dasar, Sekolah Tingkat Menengah Pertama, Madrasah enam tahun, dan Sekolah Tingkat Atas tahun 1975 (semua di Kendal), setahun di PGSLP IKIP Semarang (1978), dan kemudian kuliah di Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia FKSS IKIP Negeri Yogyakarta (1979). Tahun 1986 mendapat gelar sarjana pendidikan bahasa dan sastra dari FBPS IKIP Yogyakarta dan menyelesaikan S-2 jurusan Magister Teknologi Informasi pada Universitas Paramadina Mulia, Jakarta, 2005.
Sebelum hijrah ke Yogjakarta, ia menjadi ketua Teater 4 Mei. Dia sempat menulis dan menyutradarai beberapa naskah, seperti "Sinang-Siwok", "Borok-Borok", dan "Kaisar Kampret". Dia pernah menjadi pemimpin redaksi buletin Warastra IKIP Yogya, pemimpin redaksi buletin Intra HMI. Bidang pekerjaan lain yang ditekuninya, adalah sebagai wartawan surat kabar Kedaulatan Rakyat, Yogya (1984—1989), wartawan Yogya Post (1989—1992), dan wartawan majalah Sarinah. Ahmadun juga pernah menjadi anggota Dewan Kesenian Jakarta (2006), tetapi mengundurkan diri.
Alumnus FPBS IKIP Yogyakarta ini juga pernah menjadi Ketua III Himpunan Sarjana Kesastraan Indonesia (HISKI, 1993—1995), dan ketua Presidium Komunitas Sastra Indonesia (KSI, 1999—2002). Tahun 2003, bersama cerpenis Hudan Hidayat dan Maman S. Mahayana, mereka mendirikan Creative Writing Institute (CWI). Tahun 2007 terpilih sebagai Ketua Umum Komunitas Cerpen Indonesia (KCI, 2007—2010). Selain itu, Ahmadun pernah menjadi anggota Dewan Penasihat dan (kini) anggota mejelis Penulis Forum Lingkar Pena (FLP). Sejak tahun 1993—2010 ia menjadi wartawan Republika, Jakarta. Mulai tahun 2010 sampai 2013 dia aktif menjadi ketua Komite Sastra, Dewan Kesenian Jakarta.
Di samping menerbitkan kumpulan puisi Ladang Hijau (1980) juga ikut dalam antologi puisi Semarang dalam Sajak, Tonggak-Tonggak, Lingkaran Kosong, Maskumambang dari Ladang Perburuan.
Menurut Korrie Layun Rampan, "Sebagai penyair muda, nampaklah bahwa Ahmadun Yossy Herfanda masih mencari identitas. Namun, sebagai penyair muda, Ahmadun Yossy Herfanda cukup menampakkan produktivitas. Penyair ini menyajikan sajak-sajak dengan bentuk ucap dan tema serta teknik bersajak yang bersahaja. Ia tak hendak bergagah-gagah, baik pemakaian bahasa maupun soal tema serta amanatnya. Sajak-sajaknya menggarap hal-hal kecil dengan perenungan kecil yang mungkin dilupakan orang, baik peristiwa sosial, metafisis maupun ketuhanan." Lebih lanjut, Korrie menyatakan, "Menariknya sajak-sajak Herfanda adalah karena diangkat dari ragam pengalamannya. Sajak-sajaknya merupakan rekaman peristiwa yang direpresentasikan kembali dengan tenaga ekspresifitas seorang penyair."
Menurut Acep Iwan Saidi (1997), "Secara keseluruhan, sajak-sajak dalam kumpulan Sembahyang Rumputan adalah sajak yang memiliki nilai religius penuh dan kental. Kata pertama, Sembahyang dari kumpulan itu (juga salah satu puisi di dalamnya) telah menunjukkan hal itu secara gamblang. Sembahyang adalah perilaku peribadatan umat, penyerahan diri terhadap Tuhan Pencipta Semesta. Karena idiom-idiom yang digunakan dalam keseluruhan sajak adalah idiom-idiom dalam Islam, sembahyang di sini berarti sholat. Alhasil, religiusitas yang mau dibangunnya tidak lain adalah religiusitas yang Islami."
Karya Ahmadun dipublikasikan di berbagai surat kabar dan majalah, antara lain Minggu Pagi, Kedaulatan Rakyat, Berita Nasional, Berita Buana, Suara Merdeka, Horison, Basis, Pusara, Suara Karya, Suara Pembaruan, Bahana (Brunei). Beberapa karya Ahmadun mendapatkan penghargaan sebagai pemenang lomba yang diselenggarakan oleh berbagai pihak. Puisinya yang berjudul Sembahyang Rumputan menjadi pemenang pertama Lomba Cipta Puisi Iqra tingkat nasional oleh Yayasan Iqra tahun 1992. Cerita pendeknya yang berjudul "Penyakit Leher" meraih pemenang pertama lomba menulis fiksi hari ulang tahun Suara Merdeka 1992. Cerita pendeknya yang berjudul "Sebutir Kepala dan Seekor Kucing" meraih salah satu hadiah Lomba Cipta Cerpen Kincir Emas Radio Nederland Wereldomroep tahun 1989 dan dibukukan dalam Paradoks Kilas Balik (Radio Nederland, 1989). Puisi "Tombak" merupakan pemenang kedua Lomba Cipta Puisi Populer tahun 1980 dalam memperingati Hari Sumpah Pemuda ke-52 di Surabaya. Tahun 1997 ia meraih penghargaan tertinggi dalam Peraduan Puisi Islam MABIMS (forum informal Menteri Agama Brunei, Indonesia, Malaysia, dan Singapura). Dia juga pernah mendapat Editor Choice Award (International poetry contest, The International Library of Poetry, USA, 2002), dan penghargaan Sanggar Bambu dalam perlombaan cerita pendek nasional tahun 1992. Tahun 2008 ia memperoleh Penghargaan Penulisan Sastra dari Pusat Bahasa.
Karya-karyanya dimuat di dalam dan luar negeri, antara lain, Horison, Ulumul Qur'an, Kompas, Media Indonesia, Republika, Bahana (Brunei), antologi puisi Secreets Need Words (Ohio University, USA, 2001), Waves of Wonder (The International Library of Poetry, Maryland, USA, 2002), jurnal Indonesia and The Malay World (London, Inggris, November 1998), The Poets' Chant (The Literary Section, Committee of The Istiqlal Festival II, Jakarta, 1995). Beberapa kali sajak-sajaknya dibahas dalam "Sajak-Sajak Bulan Ini Radio Suara Jerman" (Deutsche Welle).
Karya-karya sastranya, antara lain, adalah (1) Pagar-Pagar (kumpulan puisi, 1980), (2) Ladang Hijau (kumpulan puisi, 1980), (3) Penyair Yogya Tiga Generasi (kumpulan puisi, 1981), (4) Prasasti (kumpulan puisi, 1984), (5) Sang Matahari (kumpulan puisi bersama Ragil Suwarna Pragolapati, 1984), (6) Tanah Persinggahan (kumpulan puisi, 1985), (7) Meniti Jejak Matahari (kumpulan puisi, 1984), (8) Tugu (kumpulan puisi, 1986), (9) Syair Istirah (bersama Emha Ainun Nadjib dan Suminto A. Sayuti, 1986), (10) Tonggak 4 (editor Linus Suryadi AG., 1987), (11) Paradoks Kilas Balik (kumpulan cerpen, 1988), (12) Sajak Penari (kumpulan puisi, 1991), (13) Pergelaran (kumpulan cerpen, 1993), (14) Dari Negeri Poci 2 (antologi, 1994), (15) Sembahyang Rumputan (kumpulan puisi, cet. I, 1996 dan diterbitkan ulang dalam edisi dwibahasa dengan dwibahasa Indonesia-Inggris dengan judul The Warshipping Grass, 2005 ), (16) Trotoar (kumpulan puisi, 1996), (17) Fragmen-fragmen Kekalahan (kumpulan puisi, 1996), (18) Sebelum Tertawa Dilarang (1997), (19) Resonansi Indonesia (kumpulan puisi, 2000), (20) Kolusi (kumpulan cerpen, 2002), (21) Ciuman Pertama untuk Tuhan (kumpulan puisi dwibahasa, 2004), (22) Sebutir Kepala dan Seekor Kucing (kumpulan cerpen, 2004), dan (23) Badai Laut Biru (kumpulan cerpen, 2004).
Selain itu, Ahmadun juga menulis esai sastra, antara lain (1) Pustaka Hidayah (kumpulan artikel, 1992), (2) Dialektika Sastra, Tasawuf, dan Al Quran (1986—2002), dan (3) Koridor yang Terbelah (2002).