Ahmad Tohari dikenal sebagai pengarang trilogi novel Ronggeng Dukuh Paruk (1982), Lintang Kemukus Dinihari (1985), dan Jantera Bianglala (1986). Dia lahir 13 Juni 1948 di Tinggarjaya, Kecamatan Jatilawang, Banyumas, Jawa Tengah dari keluarga santri. Ayahnya adalah seorang kiai (pegawai KUA) dan ibunya pedagang kain. Ahmad Tohari menikah tahun 1970 dengan Siti Syamsiah yang bekerja sebagai guru SD. Dari perkawinannya itu, ia dikaruniai lima orang anak.
Ahmad Tohari mengantongi ijazah SMAN II Purwokerto, kemudian ia kuliah di Fakultas Ekonomi, Unversitas Jenderal Sudirman (UNSUD), Purwokerto, 1974—1975. Selanjutnya, ia pindah ke Fakultas Sosial Politik (1975—1976) juga hanya dijalaninya selama satu tahun, lalu pindah ke Fakultas Kedokteran YARSI, Jakarta, tahun 1967—1970, tetapi tidak tamat. Akhirnya, ia memilih tetap tinggal di desanya, Tinggarjaya, mengasuh Pondok Pesantren NU Al Falah.
Ahmad Tohari pernah bekerja di BNI 1946, sebagai tenaga honorer, yang mengurusi majalah perbankan tahun 1966—1967. Dia juga bekerja di majalah Keluarga tahun 1979—1981 dan menjadi redaktur pada harian Merdeka, majalah Amanah, dan majalah Kartini.
Karya-karyanya mulai dipublikasikan tahun 1970-an. Sebenarnya, saat masih belajar di SMA, ia telah menulis, tetapi tulisannya hanya disimpan di laci meja belajarnya. Selepas SMA, barulah ia mengirimkan karyanya itu ke berbagai media massa, antara lain ke Kompas. Yang membuat semangat menulisnya menggebu-gebu adalah saat cerpennya "Jasa-Jasa buat Sanwirya" memenangi Hadiah Harapan Sayembara Cerpen Kincir Emas Radio Nederland Wereldomroep (1977). Novel Di Kaki Bukit Cibalak memperoleh salah satu hadiah Sayembara Penulisan Roman yang diselenggarakan oleh Dewan Kesenian Jakarta tahun 1979. Kubah (novel) yang diterbitkan oleh Pustaka Jaya, mendapat hadiah dari Yayasan Buku Utama sebagai bacaan terbaik dalam bidang fiksi tahun 1980. Novel Jantera Bianglala dinyatakan sebagai fiksi terbaik (1986). Hadiah berupa uang Rp1.000.000,00 diserahkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Fuad Hassan. Melalui novelnya yang berjudul Bekisar Merah, Ahmad Tohari meraih Hadiah Sastra ASEAN tahun 1995.
Berkaitan dengan aktivitasnya di dunia tulis-menulis, tahun 1990 Ahmad Tohari mengikuti International Writing Program di Iowa, Amerika Serikat, selama tiga bulan. Resep yang ampuh untuk menjadi seorang penulis yang berhasil, menurut Ahmad Tohari, selain faktor bakat juga harus rajin berlatih menulis dan banyak membaca
Karya-karya Ahmad Tohari yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa asing, antara lain, Ronggeng Dukuh Paruk dan Kubah diterbitkan dalam bahasa Jepang atas biaya Toyota Ford Foundation oleh Imura Cultural Co. Ltd. Tokyo, Jepang. Selain itu, trilogi novelnya, yaitu Ronggeng Dukuh Paruk, Lintang Kemukus Dini Hari, dan Jentera Bianglala telah diterjemahkan pula ke dalam bahasa Belanda dan Jerman. Tahun 2002, Yayasan Lontar menerbitkan trilogi tersebut ke dalam Bahasa Inggris dengan judul The Dancer tanpa ada bagian yang disensor. Sebelumnya, teks-teks yang disensor dari Ronggeng Dukuh Paruk yang diterbitkan Gramedia (1986) telah terbit di Swedia. Kini, setelah reformasi, Gramedia baru berani menerbitkan ulang trilogi tersebut menjadi satu buku yang berjudul Ronggeng Dukuh Paruk (2002) dengan mengembalikan bagian-bagian yang dulu dihilangkan.
Karya Ahmad Tohari yang ditransformasi ke bentuk lain (film) adalah novel Ronggeng Dukuh Paruk yang difilmkan oleh Garuda Film dengan judul "Darah Mahkota Ronggeng". Pemeran utama film itu adalah Enny Beatrice dan Ray Sahetapy disutradai Yazman Yazid. Novelnya Di Kaki Bukit Cibalak (1979) ditransformasi menjadi bentuk sinetron. Novelnya yang lain adalah Lingkar Tanah Lingkar Air (1995). Buku kumpulan cerpenya berjudul Senyum Karyamin (diterbitkan tahun 1989). Cerpennya yang lain adalah sebagai berikut (1) "Tanah Gantungan" dalam Amanah, 28 Desember 1992—Januari 1993, (2) "Mata yang Enak Dipandang" dalam Kompas, 29 Desember 1991, (3) "Zaman Nalar Sungsang" dalam Suara Merdeka, 15 November 1993, (4) "Sekuntum Bunga telah Gugur" dalam Suara Merdeka, 7 Mei 1994, (5) "Di Bawah Langit Dini Hari" dalam Suara Merdeka, 1 November 1993, (6) "Pencuri" dalam Pandji Masjarakat, 11 Februari 1985, (7) "Orang-Orang Seberang Kali" dalam Amanah, 15 Agustus 1986, (8) "Ah, Jakarta" dalam Pandji Masjarakat, 11 September 1984, (9) "Penipu yang Keempat" dalam Kompas, 27 Januari 1991, dan (10) "Warung Panajem" dalam Kompas, 13 November 1994.