Agus R. Sarjono menjadi sastrawan Indonesia pertama yang mendapat kehormatan untuk tinggal dan menulis di rumah sastrawan besar Jerman peraih nobel sastra, Heinrich Boll, atas undangan Heinrich Boll Stiftung. Agus R. Sarjono dilahirkan di Bandung pada tanggal 27 Juli 1962.
Ia kini tinggal di Cimanggis, Depok bersama seorang istri dan dua orang anaknya. Pendidikan terakhir yang ditempuhnya adalah Pascasarjana Universitas Indonesia setelah sebelumnya ia berhasil mengantongi Sarjana Pendidikan di Fakultas Pendidikan Bahasa Indonesia IKIP Bandung. Sejak menjadi mahasiswa IKIP, Agus sudah aktif di unit Pers Mahasiswa IKIP Bandung sampai akhirnya ia menjabat sebagai ketuanya pada periode 1986—1988.
Ia aktif menulis sajak, cerpen, esai, kritik, dan drama. Karyanya senantiasa dipublikasikan dalam berbagai media massa cetak yang tersebar di Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam, Inggris, Jerman, dan Amerika Serikat. Di samping itu, berbagai kegiatan lainnya seperti membacakan sajak dan mengikuti seminar juga dilakukannya. Pada tahun 1994, ia membacakan sajak dalam event internasional Asean Writers, Conference/Workshop (Poetry) di Manila, tahun 1995 dalam Istiqlal International Poetry Reading di Jakarta, tahun 1998 membacakan sajak-sajaknya dalam Festival Seni Ipoh ke III Negeri Perak, di Malaysia, tahun 1998 membacakan sajak-sajaknya di Erasmus Huis Jakarta dalam acara Malam Puisi Indonesia-Belanda, di Erasmuis Huis, Jakarta. Tahun 1999 ia juga membaca puisi pada acara Festival de Winternachten, Den Haag Belanda, Tahun 2001 membaca puisi dalam acara Poetry on the Road, Bremen Jerman dan tahun 2001 membaca puisi dalam acara Internationales Literaturfestival Berlin di Jerman.
Awal Februari 2001, Agus R. Sarjono berangkat kembali ke Belanda. Keberangkatannya kali ini berkaitan dengan dinominekannya Agus untuk mendapat Ludo Pieters Guest Writer Fund oleh Yayasan Pot of All Nasions (PAN). Ludo Pieters Guest Writer Fund didirikan pada tahun 1992 oleh Ludo J. Pieters. Ludo Pieters Fund merupakan lembaga yang membuka peluang bagi seorang penyair atau sastrawan dari mancanegara untuk bekerja pada sebuah Universitas Belanda selama satu tahun. Lembaga Ludo itu akhirnya memilih Agus R. Sarjono untuk tinggal selama sepuluh bulan di Belanda sebagai sastrawan tamu. Sebelumnya, tahun 1999, publik Belanda sudah berkenalan dengan karya-karya Agus R. Sarjono. Ketika di Negeri Kincir Angin itu, ia merupakan salah satu penyair Indonesia yang diundang dalam di dalam Festival De Winternachten.
Hal yang menarik dari sajak-sajak Agus R. Sarjono adalah kekhasan gaya pengucapannya. Meskipun sajaknya berbicara politik, ia mengungkapkannya dengan cara yang berbeda jika dibandingkan dengan penyair lain. Metafor-metafor yang digunakannya untuk tema-tema ketidakadilan sosial itu bisa saja diungkapkan melalui buldozer atau bunga rumput. Para pengkritik umumnya menyebutkan bahwa gaya perpuisian Agus R. Sarjono terbilang baru. Sebutlah Berthold Domshouser dari Universitas Bonn, Jerman menyatakan bahwa sajak-sajak Agus R. Sarjono yang menyuarakan protes ketidakadilan sosial disampaikan dengan suara puitis yang unik, beragam, dan baru.
Sajak-sajak Agus R. Sarjono yang tersebar di berbagai media massa cetak itu, di antaranya sudah menjadi beberapa antologi, seperti Kenduri Airmata (1994, 1996), Suatu Cerita dari Negeri Angin (2001), A Story from the Country of the Wind (2001), dua buah esainya Bahasa dan Bonafiditas Hantu (2001) dan Sastra dalam Empat Orba (2001). Selanjutnya, buku yang dieditorinya adalah Saini KM: Puisi dan Beberapa Masalahnya (1993), Catatan Seni (1996), Kapita Selekta Teater (1996), Pembebasan Budaya Kita (1999), dan Horison Sastra Indonesia (2002). Sementara itu, buku terjemahannya adalah Kepada Urania karya Joseph Brodsky (1998) dan Impian Kecemburuan karya Seamus Heaney (1998). Penerjemahan karya-karya asing ke dalam bahasa Indonesia itu merupakan salah satu upaya Agus R. Sarjono yang dipersembahkannya untuk Forum Sastra Bandung yang telah didirikannya bersama-sama dengan rekan-rekan penyair dari Bandung.
Agus R. Sarjono selain sebagai penyair, sehari-harinya berprofesi sebagai pengajar pada Jurusan Teater Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Bandung. Jabatan lain yang berkaitan dengan kepenyairannya adalah Ketua Komite Sastra Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) periode 1998—2001) dan sebagai Redaktur Majalah Sastra Horison. Sejak bulan Februari hingga bulan Oktober 2001, ia tinggal di Leiden Belanda sebagai writers-in-residence atas undangan Poets for All Nations dan peneliti tamu pada International Institute for Asian Studies (IIAS) Leiden Universitet, Belanda.