Airlangga merupakan judul drama karangan Sanusi Pane yang ditulis pertama kali dalam bahasa Belanda dan diterbitkan secara bersambung pada tahun 1928 di dalam majalah Timboel. Drama ini kemudian diterjemahkan dari bahasa Belanda oleh Das Chall dan diterbitkan Balai Pustaka pada tahun 1985 (pada tahun 2003 mencapai cetakan kesepuluh).
Airlangga adalah nama seorang raja di Jawa Timur yang memerintah pada tahun 1019—1049. Airlangga datang kepada Dharmawangsa untuk meminang putri Dharmawangsa. Pada saat itu terjadi serangan dari pasukan Raja Wurawari. Airlangga dapat melarikan diri dan ia selamat.
Airlangga sebagai karya sastra adalah drama yang memanfaatkan fakta sejarah dan menampilkan tokoh sejarah untuk mengungkapkan gagasan kebangsaan secara terselubung. Drama itu mengisahkan perjuangan orang Indonesia, kerajaan yang ada di Indonesia, dan adat istiadat Indonesia pada masa lampau.
Sanusi Pane menganggap bahwa dua dramanya yang ditulis dalam bahasa Belanda, yaitu Airlangga dan Eenzame Garoedavlucht pada hakikatnya melukiskan perjuangan individualisme Barat terhadap mistik yang terlihat berkat unsur Hinduisme, Budhisme, Sufisme, dan filsafat Jawa (Jassin, 1967).
A. Teeuw (1978) menilai drama Airlangga sebagai perwujudan dari minat Sanusi Pane terhadap tema yang bersifat tradisional dan mengandung unsur sejarah walaupun Muhammad Yamin juga memunculkan drama Ken Arok dan Ken Dedes.
Beberapa penulis buku pelajaran untuk SLTP dan SLTA menyebutkan bahwa Airlangga merupakan karya Muhammad Yamin bukan Sanusi Pane yang terbit pada tahun 1943. Buku-buku pelajaran tersebut antara lain Sari Kesusastraan Indonesia 1 (1984) yang disusun oleh J.S. Badudu, Kesusasteraan Indonesia 2 (1957) yang disusun oleh B. Simorangkir Simandjuntak, dan Seni Sastera Indonesia (1980) yang disusun oleh Asis Safioedin.