Cerita detektif memiliki ciri khas, yaitu ragam cerita yang mengungkapkan rahasia suatu pembunuhan. Dalam cerita detektif pertama-tama harus ada mayat atau peristiwa kematian sebagai hasil kejahatan (crime) atau pembunuhan. Untuk mencapai efek ketegangan, dalam alur pokok cerita detektif selalu diselingi flashback, yakni secara bertahap diperlihatkan apa yang menjadi motif pembunuhan dan siapa pelakunya. Dalam proses pengungkapan rahasia itu terlebih dulu diciptakan konflik berupa kesimpangsiuran atau keragu-raguan tentang siapa pelaku pembunuhan. Setiap orang yang pernah berhubungan dengan korban tak luput dari sasaran kecurigaan. Di akhir cerita baru ditunjukkan bahwa ternyata pelaku pembunuhan bukan orang yang disangka-sangka. Ia bisa orang terdekat dengan korban, salah satu anggota keluarganya, anak wayang yang belum balig, orang yang sudah tua renta, dan sebagainya dengan berbagai alasan yang sangat berkaitan dengan kejiwaan yang mengalami gangguan (pathologist).
Cerita detektif klasik yang sudah mendunia, antara lain rangkaian seri cerita James Bond karya Ian Fleming dan seri petualangan detektif karya Sir Arthur Conan Doyle berjudul Sherlock Holmes. Dalam bacaan populer Indonesia pada tahun 50-an pernah dikenal tokoh detektif dalam buku Patjar Merah kaya Njoo Cheong Seng dan seri karya S. Mara. G.D. yang tumbuh sejak tahun 80-an. Apabila meninjau sejarah kesusastraan Indonesia maupun daerah (Jawa, Sunda) masing-masing pernah memiliki karya bercorak cerita detektif.
Suman H.S. pada masa-masa awal pertumbuhan sastra Indonesia pernah menghasilkan karya novel berjudul Mencari Pencuri Anak Perawan yang dinilai para kritikus sebagai salah satu contoh cerita detektif. Selain itu, sebuah novel berjudul Tjintjin Stempel karya Ardisoma yang terbit tahun 1930-an juga dianggap sebagai karya sastra dari ragam cerita detektif. Dalam kesusastraan Sunda pernah ditulis novel berjudul Laleur Bodas 'Lalat Putih' karya Samsu dan Si Bedog Panjang 'Si Golok Panjang' karya Ki Umbara, saduran dari cerita detektif dalam bacaan berbahasa Belanda. Kedua novel itu juga dinilai sebagai cerita detektif.
Cerita Detektif lain adalah karya Agatha Christie, diantaranya (1) Anjing Kematian, (2) Gadis Ketiga, (3) Kenangan Kematian, (4) Mawar Tak Berduri, (5) Mereka Datang ke Bagdad, (6) Misteri Burung Hitam, (7) Misteri Kereta Api Biru, (8) Pembunuhan di Lorong, (9) Pembunuhan di Wisma Pendeta, (10) Pena Beracun, (11) Perjanjian dengan Maut, (12) Rumah di Tepi Kanal, (13) Skandal Perjamuan Natal, dan (14) Tiga Belas Kasus.
Kehadiran buku pertama cerita detektif karya Yokie, Detective Diary (DD), disambut positif. Buku tersebut diterbitkan oleh Gagas Media, Jakarta, cetak I tahun 2004- tebal VIII—2227. Tokoh cerita adalah peran pembantu yang sama. Tokoh detektif tersebut bernama Javit Adityo, seorang pemuda bertubuh kecil, berkacamata minus, dan berstatus sebagai mahasiswa Fakultas Hukum di sebuah universitas di Depok. Yokie mulai menulis komik sejak sekolah dasar, tetapi baru tahun 2003 ia menulis DD. Sebelum itu, Yokie aktif menulis cerita detektif di buletin kampus Iqro. Oleh karena itu, sebagian besar kisah ceritanya merupakan kumpulan dari tulisan lepas-lepas yang pernah terbit dalam Iqro. Cerita Yokie ini juga cocok untuk jenis pembaca yang tidak punya waktu membaca novel panjang, tetapi ingin membaca kisah dan kasus-kasus pendek yang cepat terungkap dalam 10—20 halaman. Dalam cerita detektif hal penting yang tidak boleh dilupakan adalah motif pelaku. Sebagai upaya menyajikan alternatif lokal, karya perdana Yokie ini patut dihargai.