INS Kayutanam merupakan sebuah lembaga pendidikan yang berdiri sejak zaman Belanda, tetapi dengan sistem pendidikan di luar Belanda. INS (Indonesisch-Nederlandsche School) didirikan oleh Muhammad Sjafei pada 31 Oktober 1926. Lembaga pendidikan ini lahir sebagai reaksi spontan terhadap corak pendidikan Barat di masa itu yang hanya mementingkan segi intelektual dan bercorak verbalistis, suatu pendidikan yang hanya menghasilkan pegawai rendahan yang dibutuhkan oleh si penguasa pada waktu itu. Sekalipun demikian, kesadaran berpikir Barat yang logis mendapat tempat di dalam sistem pengajaran di lembaga ini. INS Kayutanam ingin melaksanakan pengajaran praktik yang berasal dari rakyat dan untuk rakyat banyak.
Sekolah INS Kayutaman di kota Padang ini akhirnya berkembang menjadi institusi pendidikan bumiputra yang terkenal dengan fasilitas terlengkap pada masanya. Cikal bakal sekolah ini milik jawatan kereta api yang dipimpin oleh Marah Sutan, ayah Mohammad Syafei. Agar tercipta perguruan yang mempunyai hubungan erat dengan masyarakat untuk saling bekerja sama demi kebahagiaan nusa, bangsa, dan kemanusiaan, INS bermitra dengan organisasi buruh (VBPSS) dan para perantau Minangkabau di Jakarta.
Sistem pendidikan INS Kayutanam berdasarkan oleh Ketuhanan Yang Maha Esa dan berlandaskan rasa nasional yang kuat. Siswa dididik dengan tujuan supaya menjadi manusia yang beriman, harmonis dalam perkembangan, berbudi luhur, kreatif, aktif, dan produktif. Mata pelajarannya, antara lain mencakupi bidang-bidang pengetahuan umum, kesenian, olahraga, pertanian, dan pertukangan. Olahraga merupakan mata pelajaran yang amat diperhatikan. Mata pelajaran kerajinan tangan, ilmu bumi, ilmu alam, dan menggambar diarahkan untuk dapat menajamkan daya pengamatan, sedangkan bahasa ditujukan untuk mencapai kesanggupan berpikir dan merumuskan sesuatu secara teratur.
Di lembaga ini pendidikan dan pengajaran seni, termasuk seni sastra, mendapat tempat yang layak. Oleh karena itu, sesuai dengan prinsip pendidikan yang dicanangkan di awal pembentukannya, siswa diberi kebebasan untuk mengembangkan bakatnya. Pendidikan seni, misalnya, memberikan kesempatan pada siswa yang berbakat untuk mengekspresikan karya seni pilihannya.
Pada zaman penjajahan Belanda, INS Kayutaman memiliki 75 siswa dengan pengantar bahasa Indonesia. Tahun 1939 lembaga ini telah berhasil membangun gedung sekolah lengkap dengan asrama dan perumahan guru. Biaya operasional ISN ini diperoleh dari hasil penjualan dari berbagai kerajinan siswa dan kreativitas lainnya, seperti menggelar pertunjukkan. Lembaga ini tidak mau menerima subsidi dari pihak mana pun, termasuk dari pemerintah Belanda. Tahun 1941 ketika pecah Perang Dunia II, INS Kayutaman diduduki secara paksa oleh Belanda sehingga proses pembelajaran terhenti. Setelah Jepang menang, tahun 1942 INS berubah terjemahannya menjadi Indonesche Nippon School Di zaman ini pembelajaran merosot karena kesulitan memperoleh alat-alat pelajaran.
Pada zaman perang kemerdekaan INS ditutup. Selanjutnya, pemerintah mendirikan Sekolah Guru Bantu (SGB) lalu diserahkan sepenuhnya kepada Mohammad Syafei. Dalam perkembangan selanjutnya, INS Kayutaman memiliki tujuan yang sejalan dengan Undang-Undang Pendidikan No. 20, Tahun 2003, Pasal 26 yang menyatakan bahwa pendidik dan tenaga kependidikan berkewajiban menciptakan pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis. Selain itu, INS Kayutaman memiliki konsep dan nilai-nilai, yaitu (1) menyosialisasikan konsep dan nilai INS kepada kepala dinas, pengawas, kepala sekolah, dan guru; (2) mengadakan diklat untuk guru-guru; (3) mengadakan sekolah percobaan yang melaksanakan nilai-nilai INS Kayutaman.
Beberapa sastrawan Indonesia tercatat sebagai alumnus INS Kayutanam adalah A.A. Navis yang terkenal dengan cerpennya "Robohnya Surau Kami" (1956), Chairul Harun penulis novel Warisan (1976), dan Wisran Hadi penulis drama modern tahun 70-an yang banyak menggali tradisi Minangkabau.