Dialog Utara merupakan sebuah organisasi yang melibatkan beberapa negara yaitu Malaysia, Indonesia dan Thailand. Organisasi ini berdiri pada tahun 1981 yang digagas oleh Lazuardi Anwar. Pada awalnya Lazuardi Anwar mengundang beberapa sastrawan Sumatra Utara, yaitu Damiri Mahmud, A. Rahim Qahar, Zainuddin Tamir Koto, dan Rusli A. Malam. Dalam pertemuan itu, Lazuardi mengatakan bersama Prof. Ismail Hussein bahwa dia telah menjajaki kemungkinan akan membuat sebuah pertemuan Medan dan Pulau Penang yang diberi nama "Dialog Utara". Adapun perlunya dibentuk Dialog Utara adalah untuk mengekalkan persaudaraan dua kota serumpun, yaitu Medan-Pulau Pinang dengan istilah twin city (kota kembar). Dari hasil pertemuan itu terbentuklah sebuah ikatan yang diberi nama "Dialog Utara".
Gagasan ini mendapat sambutan dari E.W.P. Tambunan, pada waktu itu menjabat sebagai Gubsu, kemudian M. Yazid memberikan pinjaman salah satu ruangan di Balai Wartawan, Jalan Adinegoro sebagai sekretariat Dialog Utara. Pada tanggal 4 Agustus 1982 diadakan pertemuan pertama Dialog Utara di Penang. Adapun sastrawan yang berangkat adalah N.A. Hadian, Ali Soekardi, A.A. Bungga, A.N. Zaipah, Zakaria M. Passe, Murni Ariyanti Pakpahan, B.Y. Tand, Herman K.S., dan sebagai pemakalah diputuskan Drs. Ahmad Samin Siregar. Sastrawan dari Sumatra Barat juga hadir sebagai peserta undangan, dan dari Medan yaitu Harris Efendi Tahar dan Muhardi juga hadir.
Dalam pertemuan Dialog Utara di samping diadakan diskusi tentang sastra dan budaya juga diluncurkan sebuah buku antologi bersama yang diberi nama "Titian Laut 1" yang diterbitkan oleh Dewan Bahasa dan Pustaka Malaysia. Pada malam penutupan acara tersebut, yang diadakan di Universiti Sains Malaysia, ditandatangani sebuah kesepakatan bersejarah oleh Lazuardi Anwar (Indonesia) dan Prof. Ismail Hussein (Malaysia). Isi kesepakatan itu menumbuhkan sebuah pertemuan bernama Dialog Utara, sebagai wadah pertemuan sastrawan Medan dan sastrawan pulau Penang yang akan berlangsung dua tahun sekali secara bergantian.
Pertemuan kedua disepakati di Medan pada tahun 1984. Dialog Utara II meluncurkan buku Antologi Muara1 dan Dialog Utara III di Perlis tahun 1986 meluncurkan buku Titian Laut II. Dialog Utara IV di Medan, tahun 1988, diadakan di samping Lapangan Merdeka (depan Grand Hotel), sehingga jalan tersebut diberi nama Jalan Pulau Pinang. Pada waktu itu seminar diadakan di Garuda Plaza Hotel dan diluncurkan buku Muara II. Pertemuan Dialog Utara ini dianggap paling sukses dan meriah.
Dialog Utara V diadakan di Alor Star, Kedah, pada tahun 1990. Pertemuan ini meluncurkan buku Titian Laut III. Dalam pertemuan ini, koordinator mengundang peserta di luar Medan, yaitu dari Riau, Jakarta, dan Aceh. Dialog Utara VI pada tahun 1995 seharusnya diadakan di Medan, tetapi diputuskan di Aceh atas kesepakatan Gapena (persatuan penulis dari Pulau Penang, Perlis, Kedah, dan Perak). Pertemuan ini menghasilkan buku Maunt Mata yang artinya 'air mata'.
Dialog Utara VII dilaksanakan di Perak pada tahun 1997. Dalam pelaksanakan Dialog Utara ini koordinator berganti, terpilihlah Syafwan Hadi Umry sebagai koordinator Dialog Utara untuk Medan sampai sekarang. Pada pertemuan ini diluncurkan buku Antologi Puisi Titian Laut III. Tahun 1999 Dialog Utara IX diadakan di Pattani, Thailand Selatan. Pertemuan Dialog Utara ini meluncurkan buku Antologi Sastra yang berjudul Sankalakiri. Tahun 2001, Dalog Utara diadakan di Hotel Tor Sibohi, Sipirok, Tapanuli Selatan, Sumatra Utara. Dalam pertemuan ini diluncurkan buku antologi puisi yang berjudul Muara III. Tahun 2003 Dialog Utara diadakan di Thailand Selatan yang menghasilkan antologi sastra Sangkalakiri.