Majalah femina adalah majalah untuk wanita karier pertama di Indonesia yang bertata warna. Majalah ini lahir pada saat yang tepat karena situasi ekonomi sedang membaik, pola hidup tengah berubah, dan masyarakat sedang demam membaca. Majalah ini muncul dengan corak dan wajah baru di tengah-tengah majalah-majalah wanita yang sudah ada waktu itu, seperti Keluarga dan Mutiara (yang terakhir kemudian berubah menjadi majalah umum). Sukses femina diikuti oleh perusahaan-perusahaan pers lain yang menerbitkan majalah serupa, seperti Kartini, yang diterbitkan oleh bekas agen femina, Lukman Umar, Sarinah, Pertiwi, dan Famili.
Femina nomor perdana terbit tanggal 18 September 1972 dan dikerjakan oleh tiga ibu rumah tangga yang menjadi perintis bidang redaksi, yakni Mirta Kartohadiprodjo, Widarti Gunawan, dan Atika Anwar Makarim. Sebagai model pada sampul majalah nomor pertama ditampilkan Tuti Indra Malaon, seorang ibu rumah tangga selain pemain teater dan dosen bahasa Inggris, bersama anak perempuannya yang berumur enam tahun. Tuti dilambangkan dalam foto sampul muka itu sebagai wanita berperan ganda: ibu rumah tangga dan wanita karier. Ia bertangan sepuluh dan setiap tangan memegang perabotan dapur dan alat-alat kantor. Edisi perdana itu sudah menyajikan artikel tentang tren belajar membatik sebagai hobi, mode pakaian, make up dari pagi hingga malam hari, trik pencahayaan dan warna untuk rumah, dan lainnya.
Pengasuh femina, April 2008, adalah Pemimpin redaksi: Petty S. Fatimah, Editor at Large: Dewi Dewa, Redaktur Pelaksana: Linda F Adimidjaja, Gracia Danarti, Redaktur Madya: Angela H. Wahuningsih, Naya Noveita, Veronica Wahyuningkintarsih, redaktur: Ficky Yusrini, Tari Trisulo, Niken Wastu Mahesti, Pemimpin Umum: Widarti Gunawan, Pemimpin Perusahaan: Svida Alisjahbana, penerbit: PT Gaya Favorit Press, Pembina: Sofyan Alisjahbana, Pia Alisjahbana, Direksi: Mirta Katohadiprodjo, Widarti Gunawan, Irwan SLT, Svida Alisjahbana, alamat redaksi: Jalan HR Rasuna Said, Blok B Kav.32—33, Jakarta 12910, SIUPP Nomor:033/SK/MENPEN/SIUPP/C.1/1986, pencetak: PT Grafika Multi Warna, dengan harga Rp15.000,00, tebal 130 halaman.
Majalah ini mula-mula terbit sebulan sekali, tetapi kemudian menjadi dwimingguan, dan mingguan. Sejak semula femina berusaha menarik minat pembaca wanita kalangan atas dan berpendidikan cukup tinggi, yang sebagian biasa membaca majalah wanita berbahasa asing. Untuk menunjang penampilan tulisan mengenai masakan dan mode, diadakan dapur uji makanan, studio foto, dan kamar jahit sendiri.
Ketika baru berdiri, majalah ini berkantor di sebuah garasi, tetapi sepuluh tahun kemudian femina telah memiliki gedung kantor bertingkat empat. Perusahaan penerbitan yang dipimpin Sofjan Alisjahbana ini kemudian mengembangkan usahanya dengan menerbitkan majalah Gadis untuk kaum perempuan remaja dan majalah Ayahbunda sebagai bacaan keluarga. Kelompok itu pernah pula menerbitkan majalah humor Astaga, majalah wanita karier Dewi, dan majalah berita bergambar X-tra, tetapi ketiganya berhenti terbit karena dianggap tidak menguntungkan.
Usaha lainnya ialah menerbitkan buku-buku di samping mengelola kegiatan sosial melalui Yayasan Sekar Mlati. Yayasan tersebut menyalurkan dana yang terkumpul dari pembaca femina untuk menolong anak-anak di bawah usia 13 tahun dari keluarga tidak mampu yang menderita sakit. Kelompok penerbitan itu memiliki percetakan offset sendiri, yang sudah ada sebelum femina lahir, dan perusahaan pemisahan warna (color separation).
Pada bulan Agustus, September, dan Oktober 1985, Survey Research Indonesia (SRI), suatu lembaga penelitian independen, melakukan survai media massa di 10 kota di Indonesia, yakni Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Bandar Lampung, Medan, Ujung Pandang, Manado, Balikpapan, dan Ambon. Survei dilakukan terhadap 7.500 responden dewasa (berusia 15 tahun ke atas). Pembaca femina menurut hasil survei tersebut berjumlah 721.000 orang, sedangkan majalah yang sejenis namun terbit sebagai dwimingguan, Kartini berjumlah 1.152.000 orang, dan Sarinah sebanyak 692.000 orang. Survei ini dilakukan dengan system weighting, yakni dengan mengalikan angka-angka yang diperoleh dari survei sehingga sesuai dengan jumlah populasi di kota yang disurvai. Selain itu, satu majalah diperhitungkan dibaca oleh empat orang. Dengan demikian, angka-angka hasil survei tersebut tidak mencerminkan oplah yang sebenarnya.
Susunan redaksi femina, Desember 1994, sebagai sebagai berikut. Pemimpin Umum/Pemimpin Perusahaan: Sofjan Alisjahbana; Pemimpin Redaksi/Wakil Pemimpin Umum: Widarti Gunawan; Wakil Pemimpin Perusahaan: Mario Alisjahbana. Alamat redaksi: Jalan HR Rasuna Said, Blok B Kav.32—33, Jakarta 12910, Telepon (021) 5253816, 5209370, Fax. (021) 5209366. Alamat Tata Usaha/Distribusi: Jalan Rawagelam I/4, Kawasan Industri Pulo Gadung, Jakarta 13930, Telepon (021) 4604444, Fax. (021) 4609115. SIUPP Nomor 346/Ditjen PPG/K/1993. Pencetak: PT Dian Rakyat, Jakarta. Penerbit: PT Gaya Favorit Press, Jakarta.
Pembaca sasaran femina pada umumnya kaum wanita, mulai dari wanita karier hingga para ibu rumah tangga. Dengan demikian, sifat majalah ini populer dengan menggunakan bahasa Indonesia. Moto majalah ini adalah "Gaya Hidup Masa Kini", menggantikan moto sebelumnya "Bagian dari Gaya Hidup Anda".
Setiap terbit majalah ini menyajikan rubrik mode, kecantikan, dapur, kebun dan artikel kewanitaan lengkap dengan lembaran khusus untuk anak-anak. Rubrik-rubrik lain yang hampir selalu pasti hadir dalam tiap terbitannya, antara lain, adalah rubrik utama "Surat Pembaca", "Antara Kita", "Dokter", "Madame Komentar", "Dari Hati Ke Hati", "Tip", "Komik", "Pola", "Rumah", "Kisah Sejati", "Quiz", "Teka-Teki Silang", "Resensi Buku", "Resensi Film", "Cerita Pendek", dan "Cerita Bersambung".
Penampilan fisik femina lewat gambar-gambar atau foto-foto yang berwarna-warni di atas kertas luks serta sampul yang selalu menampilkan kecantikan seorang peragawati menjadikan majalah ini tetap melekat di hati para pelanggannya. Bersama majalah Gadis setiap tahun, femina menyelenggarakan Lomba Perancang Mode.
Sebagai media penerbitan yang mereproduksi karya sastra seperti cerita pendek dan cerita bersambung, femina telah memberikan kontribusi bagi perkembangan kesusastraan Indonesia modern. Sastrawan yang pernah menulis dalam femina, antara lain, adalah Aryanti (Haryati Soebadio) dengan karyanya "Ceramah untuk Wanita Asing" (1974), "Si Belang" (1974), "Episode" (1976—1977), "Selembut Bunga" (1977—1978), "Dunia Tidak Berhenti Berputar" (1977), "Kenang-Kenangan" (1978), "Berita di Surat Kabar" (1979), "Si Selop Wanita" (1979), "Tabrak Lari" (1980), "Bayangan dari Masa Lampau" (1981), dan "Irama" (1981); Titis Basino PI dengan karyanya "Hotel" (1973), Nh. Dini dengan karyanya "Wanita Siam" (1972), "Surat untuk Tini" (1973), "Warsiah" (1973), dan "Burung Putih" (1980); Suwarsih Djojopuspito dengan karyanya "Meong Kajajaden" (1976); Wing Kardjo dengan karya "Nukilan-Nukilan Merah Jingga" (1979); H. Marianne Katoppo dengan karyanya "Raumanen" (1976), "Anggrek Tak Pernah Berdusta" (1977), dan "Bila Cinta Meraga Diri" (1977); Mochtar Lubis dengan karyanya "Tembok Kaca" (1978); Marga T dengan karyanya "Bukan Impian Semusim" (1974), dan "Dua Wanita" (1976); Mira W (M. Wijaya) dengan karyanya "Benteng Kasih" (1975), "Perangkap Tikus" (1977), "Kuduslah Cintamu, Dokter" (1979), "Pulang" (1979), "Setelah Pemakaman" (1980), dan "Lepra" (1981); Yudhistira Adi Noegraha dengan karyanya "Potret" (1976); Nugroho Notosusanto dengan karyanya "Bayi" (1973); Nina Pane dengan karyanya "Tiga Laki-Laki" (1976); Gerson Poyk dengan karyanya "Rambut yang Berjurai" (1976); Iskasiah Sumarto dengan karyanya "Kabut di Atas Laut" (1980); Totilawati Tjitrawasita dengan karyanya "Fantastis" (1973), dan "Nolik" (1977); Yati Maryati Wiharja dengan karyanya "Air Mataku Menitik" (1980), dan "Jembatan di Atas Penyeberangan" (1980); Putu Wijaya dengan karyanya "Los" (1977), "Babi" (1980), dan "Roh" (1981); Widam Yatim dengan karyanya "Tak Ada Lagi Bayang-Bayang" (1979); Motinggo Boesje dengan karyanya "Hati Ibu Telah Kelabu" (1976); B. Jass dengan karyanya "Kabut" (1979); Nadjib Kartapati Z dengan karyanya "Firasat yang Berbalik" (1981); A. Makmur Makka dengan karyanya "Cintaku pada Suatu Malam" (1974), dan "Ketika Salju Jatuh di Vermont" (1975); K. Usman dengan karyanya "Mawar Hutan Penghabisan" (1981); Niken Pratiwi (Mujimanto) dengan karyanya "Natal Putih" (1978), dan "Dari Tepi Laut" (1979); TH Sri Rahayu Prihatmi dengan karyanya "Jarak Melenyap" (1974); Hamsad Rangkuti dengan karyanya "Salam Lebaran" (1980), dan "Tembok itu Hitam di Matanya" (1980); Bur Rasuanto dengan karyanya "Upahku yang Terakhir" (1973), dan "Dusta" (1975), Titie Said dengan karyanya "Kawin" (1973); Sori Rofi Siregar dengan karyanya "Setitik Air" (1979); Bakdi Soemanto dengan karyanya "Lapangan Bermain untuk Krishna" (1981), dan "Topeng" (1981); Ike Soepomo dengan karyanya "Kupu-Kupu Kuning" (1980); dan Sri Subakir dengan karyanya "Aku Ingin Hidup" (1978), dan "Seribu Burung Layang-Layang di Tangerang" (1978).
Setiap tahun femina menyelenggarakan Lomba Cerita Pendek femina dan Lomba Cerita Bersambung femina. Sayembara cerpen dan cerber sudah diadakan sejak tahun 1972. Dulu, namanya sayembara novel femina. Beberapa orang yang pernah menjadi juri adalah tokoh-tokoh sastra, seperti HB Jassin dan Sapardi Djoko Damono. Hal yang patut dicatat dalam sayembara tersebut, panitia lomba hampir selalu melibatkan H.B. Jassin, kritikus kesusastraan Indonesia, sebagai salah seorang anggota tim juri. Melalui lomba itu dilahirkan calon-calon penulis sastra yang tangguh.
Femina juga mengusahakan penerbitan karangan fiksi, baik yang pernah dimuat dalam femina maupun naskah yang dinyatakan sebagai pemenang dalam lomba penulisan fiksi. Fiksi itu diterbitkan dalam bentuk buku oleh penerbit Gaya Favorit Press, Jakarta, yang diberi label "Seri femina". Beberapa buku seri femina hasil lomba penulisan fiksi femina yang diterbitkan sebagai buku, antara lain, adalah Selembut Bunga karya Aryanti, Seribu Burung Layang-Layang di Tangerang karya Sri Subakir, Raumanen karya Marianne Katoppo, dan Tak Ada Lagi Bayang-Bayang karya Wildan Yatim.