Majalah Basis merupakan kebudayaan umum bulanan yang terbit pertama kali di Yogyakarta tanggal 15 Agustus 1951. Majalah yang dijual dengan harga Rp3,00 pada awal penerbitannya ini sampai sekarang majalah ini masih terbit. Alamat redaksinya sudah mengalami tiga kali pindah; tahun 1951—1969 beralamat di Jalan Code 2, Yogyakarta; tahun 1970--1996 beralamat di Jalan Abu Bakar Ali 1, Yogyakarta; dan tahun 1997 beralamat di Jalan Cempaka 9, Yogyakarta. Majalah ini dicetak oleh Percetakan Kanisius dan diterbitkan oleh Yayasan BP Basis. Basis edisi Desember 1995 merupakan Basis wajah lama dengan ukuran 15 cm x 24 cm, isi 40 halaman. Tahun 1996 Basis tampil dengan wajah baru (ukuran 21 cm x 28 cm, jumlah halaman menjadi 80, sampul berwarna, isi lebih bervariasi). Harga eceran majalah ini mengalami beberapa kali perubahan mulai dari Rp7,50 per tiga bulan (1951) sampai dengan Rp36.000,00 (1995) enam edisi untuk satu tahun.
Pemimpin redaksi majalah ini pertama kali adalah Prof. Dr. N. Drijarkara dengan anggota redaksi R. Soekadija, Prof. R. Sukarta, Theol. Lic., dan Prof. Dr. P.J. Zoetmulder. Mereka mempunyai peran yang sangat penting dalam memajukan majalah itu. Pada bulan Oktober 1970, kepengurusan majalah ini mengalami perubahan, yaitu Drs. Th. Koendjono sebagai penanggung jawab, Dick Hartoko sebagai wakil redaksi, dan Sapardi Djoko Damono sebagai pengelola rubrik puisi. Pada bulan Januari—Februari 1997 Basis menjadi majalah dwibulanan (No. 01-02, Th. 46). Susunan kepengurusan pun berubah lagi. Dick Hartoko sebagai pemimpin redaksi, Sindhunata sebagai wakil pemimpin redaksi, A. Sudiarja sebagai wakil redaktur pelaksana, Budi Sardjono sebagai sekretaris redaksi, serta Frans Magnis-Suseno, P. Swantoro, Raymond Toruan, I Kuntara Wiryamartana, J.B. Banawiratma, dan Andy Siswanto sebagai dewan redaksi, sedangkan B. Rahmanto, I Marsana Windhu, dan Martin Suhartono sebagai redaksi. Sepeninggal Dick Hartoko yang memasuki masa pensiun dan kemudian meninggal, Sindhunata menjadi pemimpin redaksi.
Rubrik-rubrik yang dimuat dalam majalah itu pun selalu berubah. Tahun 1951—1970 rubrik yang dimuat, antara lain adalah Perburuhan, Pengajaran, Filsafat, Ketuhanan, Sosiologi, Soal Wanita, Ekonomi, Pengetahuan, Soal-Soal Internasional, dan Soal-Soal Indonesia, serta rubrik Puisi. Pada tahun 1970—1996 rubrik yang dimuat antara lain, adalah Tanda-Tanda Zaman, Kronik, Puisi, dan Resensi Buku. Pada tahun 1997 majalah ini, antara lain, memuat rubrik Tanda-Tanda Zaman, Kaca Benggala, Udar Gagasan, Takar Buku, Selembar Kisah, Tebarasa, Kembali ke Basis, dan Bayang-Bayang.
Pendistribusian majalah ini berskala nasional. Hal itu dapat dilihat dari adanya pembaca yang berasal dari berbagai kota, antara lain, Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, Semarang, Salatiga, Solo, Medan, Jember, dan Ende. Surat pembaca umumnya berasal dari mahasiswa. Moto penerbitan majalah Basis adalah majalah bulanan untuk kerbudayaan umum.
Majalah Basis hampir setiap tahun mengadakan sayembara penulisan esai dengan hadiah berupa uang tunai. Karya yang berhasil sebagai juara akan dimuat dalam majalah tersebut dan penulisnya diberi honorarium.
Dalam perkembangan sastra Indonesia, majalah Basis memiliki peranan penting, khususnya untuk puisi dan esai. Hal itu terbukti dari lamanya waktu terbit majalah itu, dari tahun 1951--sekarang. Pentingnya majalah Basis ini, antara lain dikemukakan oleh Mochtar Lubis, yang menurutnya merupakan satu dari sekian majalah kebudayaan yang dapat bertahan hidup lama di Indonesia. Eka Budianta juga menyatakan bahwa majalah Basis merupakan majalah yang memperlihatkan kesetiaan dan ketekunan bekerja dari bulan ke bulan. Dengan kehadirannya selama hampir 50 tahun, Basis telah berusaha keras untuk mengembangkan tradisi berpikir yang berkesinambungan di kalangan cendekiawan Indonesia.
Majalah Basis pernah dipuji oleh peneliti sejarah Indonesia, Nobuto Yamamoto dari Universitas Keio, Jepang. Dia menyatakan bahwa tajuk yang berjudul "Tanda-Tanda Zaman" itu indah, bukan hanya bahasanya bagus, melainkan juga dari tulisan yang singkat itu dapat dirasakan permasalahan yang ada dalam kebudayaan Indonesia. Keberhasilan tajuk itu tidak terlepas dari peran Dick Hartoko. Hal itu pun diakui oleh Hendro Sangkoyo dari Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Cornell University.
Karya sastra yang dimuat dalam majalah ini selama penerbitannya sangat banyak, terutama esai dan puisi. Pada tahun 1951—1957 Basis memuat kurang lebih 2—5 puisi dan lima esai pada setiap penerbitannya. Pada tahun 1957—1970 puisi yang dimuat lebih banyak lagi, antara 20—35, sedangkan pada tahun 1970—1990 puisi yang dimuat mulai berkurang antara 2—5 puisi, bahkan beberapa edisi terbitannya pernah tidak memuat puisi. Puisi yang dimuat tahun 1951—1960, antara lain, adalah "Djangan Takut" karya Slamet Mulyana, "Kesalahan" karya Yuddha, "Sjair si Pandir" karya Th. K.; "Saat yang Biasa Tiba" karya W.S. Rendra, "Tuhanku" karya A. Liem Sioe Siet, "Doa Pemuda" karya Th. K: "Pemberian Tuhan" karya Trisnanto, "Penjadar Kedjajaan" karya K. Armin Soehad, "Hilang Tenggelam di Alam Tjinta Abadi" karya Tjempakasari, "Massa" karya R.G. Siswantho, "Tandjung" karya Ajatrohaedi, "Pulang Petang" karya Sapardi Djoko Damono, "Museum" karya Kusni Sulang, "Diri" karya A. Winarto, "Elegi Pipit Tunggal" karya Achmad Rivai Nasution, "Angin dari Timur" karya Kusni Sulang, "Alangkah Merdunya" karya Arifin C. Noor, "Ballada Matinya Seorang Pemberontak" karya Sapardi Djoko Damono, "Bodongan" karya Mansur Samin, dan "Paskah" karya Sitor Situmorang. Puisi yang dimuat tahun 1970—1980, antara lain, adalah "Njanjian dari Dekat Djendela" (1970) karya Abdul Hadi W.M., "Terkenang" (1970) karya Sapardi Djoko Damono, "Topeng Tjirebon" (1971) karya Ajip Rosidi, Tembang-Tembang Rindu" (1971) karya Hendro Siswanggono, "Perpisahan" (1972) karya Floribertus Rahardi, "Tapi Terdampar Sepi, di Tempat Ini" (1972) karya Abrar Yusra, "Rahasia" (1974) karya Korrie Layun Rampan, "Ibu di Kursi Beroda" (1974) karya Rusli Marzuki Suria, "Sesaat, Sebelum Kupulaskan Mata" (1975) karya Sutirman Eka Ardhana, "Solitud I, II" (1976) karya Emha Ainun Najib, "Momentum" (1976) karya Linus Suryadi Ag., "Parangtritis" (1976) karya Slamet Kuntohaditomo, "Dari Dimensi Latin" (1979), "Quo Vadis" (1979), dan "Trimurti" (1979) karya Putu Arya Tirtawirya, "Sekarang bahwa Aku Merasa Tua" (1980) karya Darmanto Jt., "Keberangkatan" (1980) karya Eka Budianta, "Jumat Agung" (1981) karya Mardi Widayat, "Parfum" (1982) karya Karno Kartadibrata, "Kotagede-Yogya, Suatu Pagi" (1982) karya Darwis Khudori, "Bayangan Langit Malam" (1984) karya Agus Vibrasa, "Malam Semarang-Batang" (1984) karya Ragil Suwarna Progolapati, "Batu-Batu Beterbangan" (1985) karya D. Zawawi Imron, "Berita, Cerita dan Derita" (1985) karya Ariel Heryanto, "Ronggeng Topeng" (1987) karya Imam Budhi Santoso, dan "Gunung Baka" (1987) karya Ragil Suwarna. Tahun 1990—1995, Basis memuat kurang lebih 2—3 puisi dan 4 esai setiap penerbitannya. Puisi yang dimuat tahun 1990-an, antara lain adalah "Esai-Esai yang Hilang" (1990) karya Afrizal Malna, "L'arbre Triste" (1990), "Salto Mortale" (1990), dan "Kemarau" (1992) karya Korrie Layun Rampan, serta "Jika Kita Pulang Nanti" (1992) karya Hedi Santosa. Pada awal tahun 1996 karya sastra yang dimuat mulai beragam, bukan hanya puisi dan esai, melainkan juga cerita pendek dan artikel-artikel umum. Setiap terbit majalah ini menyajikan satu cerita pendek dan 1—2 puisi. Cerita pendek dan puisi yang terbit dalam Basis, antara lain, adalah "Halte" (1997) karya Lea Pamungkas, "Kapok" (1997) karya Yanusa Nugroho, "Berita Samudra Selatan" (1997) karya Sitor Situmorang, "Wajah Tuhan Ahmadun" (1997) karya Y. Herfanda, "Nyamuk Muhibat" (1997) karya Bakdi Soemanto, dan "Boneka-Boneka" (1997) karya Jamal T. Suryanata. Dalam Basis juga dimuat karya terjemahan, seperti "Ibunda" yang diterjemahkan oleh Nh. Dini dari karya Guido Gezelle.