• Halaman Beranda

  • Data Referensi Kebahasaan dan Kesastraan

  • Ahli Bahasa

    Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA)

    Bahasa Daerah Di Indonesia

    Duta Bahasa

    KBBI

    Penelitian Bahasa

    Registrasi Bahasa

    UKBI

    Indeks Pemanfaatan Bahasa Daerah

    Indeks Kemahiran Berbahasa

    Revitalisasi Bahasa Daerah

  • Gejala Sastra

    Hadiah/Sayembara Sastra

    Karya Sastra

    Lembaga Sastra

    Media Penyebar/Penerbit Sastra

    Pengarang Sastra

    Penelitian Sastra

    Registrasi Sastra Cetak

    Registrasi Sastra Lisan

    Registrasi Manuskrip

  • Pencarian lanjut berdasarkan kategori kebahasaan dan kesastraan

  • Statistik

  • Info

 
 
Di Tepi Kali Bekasi   (1951)
Kategori: Karya Sastra

 
 

Di Tepi Kali Bekasi merupakan novel karya Pramoedya Ananta Toer yang selesai ditulis oleh Pramoedya di Jakarta, 13 Januari 1947 dan masuk ke percetakan 12 Februari 1947. Novel itu pertama kali diterbitkan oleh Usaha Penerbitan Gapura NV, Jakarta, Februari 1951, dengan ketebalan 207 halaman. Sebenarnya novel itu merupakan salah satu novel trilogi yang bercerita tentang perjuangan di sekitar Bekasi pada masa revolusi 1945. Oleh karena itu, novel itu masih mempunyai hubungan dengan novel Krandji Bekasi Djatoeh yang terbit tahun 1947.

Novel itu mengisahkan perjuangan pemuda-pemuda Indonesia selama satu setengah tahun di front Jakarta Timur pada tahun 1945 bulan sepuluh. Saat itu pasukan Indonesia menghadapi pasukan Belanda dan Inggris. Pemuda-pemuda itu, antara lain bernama Farid, Soerip, dan Amir. Novel Krandji Bekasi Djatoeh dibagi dalam sembilan bagian dengan judul-judul sebagai berikut. (1) Bekasi dengan Kalinya, (2) Meninggalkan Cita-Cita Perseorangan, (3) Latihan, (4) Nanny, (5) Di Bekasi, (6) Bapak, (7) Di Cikampek, (8) Di Kranji, dan (9) Meriam dan Mortir.

Menurut pengarang, dalam keterangan penutup pada cetakan kedua, novel yang diterbitkan hanya merupakan seperempat dari naskah aslinya; sisanya konon disita oleh Nefis (oraganisasi intelijen tentara Belanda di Indonesia) dan tidak pernah dikembalikan. Pramoedya Ananta Toer mengatakan pada tempat yang sama bahwa novel itu 'didasarkan atas kejadian, percakapan, tokoh dan situasi yang sebenarnya walaupun penyusunan waktu mungkin terasa tertegun-tegun (edisi 1957, hlm. 339) disebabkan catatannya ikut disita oleh Nefis. Hilangnya sebagian besar novel aslinya ada buktinya lagi sebab dalam pengantar edisi 1947 disebutkan salah seorang tokoh bernama Mustami, tidak muncul di dalam buku yang diterbitkan.

Bagaimanapun, novel itu bertumpuan pada pengalaman pribadi pengarangnya. Hal itu jelas pula kalau ceritanya dibandingkan dengan catatan riwayat diri yang disusun pengarang pada tahun 1959, khususnya mengenai masa antara Oktober 1945—Juli 1946. Itulah masa yang menurut data-data intrinsiknya dilingkupi oleh novel Di Tepi Kali Bekasi. Sudah tentu cerita pengalaman Pramoedya berlainan dengan cerita pengalaman Farid. Novel mempunyai struktur, dengan awal dan akhir yang bertanda. Itu sudah jelas dari judulnya: novel mulai dan berakhir dekat Kali Bekasi. Di antara awal dan akhir itu berkembanglah alur melalui dan sekitar tokoh Farid. di samping protagonis ini terdapat tokoh sampingan, yang pengalamannya saling berkaitan. Ada beberapa tema yang seperti benang merah dapat ditelusuri sepanjang novel itu, ada pula sejumlah motif. Dengan sarana literer disarankan adegan dan situasi, dan diciptakan kenyataan tersendiri; lewat teknik yang dimanfaatkan pembaca diperhadapkan tidak hanya dengan peristiwa yang berlangsung, tetapi pula dengan perasaan dan tanggapan tokoh utamanya. Seleksinya terhadap kenyataan yang dihayati berbeda dengan yang terdapat dalam catatan biografis: peristiwa-peristiwa historis yang penting tidak diberi tempat dalam novel, detail-detail dielaborasi, bahkan direka; fakta-fakta digolongkan secara berlainan. Singkatnya, kita dapat membaca novel tanpa perlu mencari informasi dan data-data tentang peristiwa-peristiwa yang sungguh terjadi di daerah Bekasi.

Novel itu dimulai dengan prolog yang hampir bersifat lirik, yang memuliakan Bekasi, lewat permaianan etimologi rakyat dengan kata bekas; Bekasi dengan tradisi memperjuangkan kemerdekaan "Bekasi... berbekas di hati... kota yang membekasi" (halaman 9). Itulah tempat perlawanan dimulai, lebih dulu di zaman Belanda, kemudian melawan penjajah Jepang, lalu melawan tentara Serikat. Namun kini, ketika novel itu ditulis, kali Bekasi menjadi kali demarkasi sedangkan di Pasar Bekasi tentara Belanda merajalela. Novel itu berakhir "Mereka di sana. Kita di sini. Tepi-menepi kali Bekasi" (halaman 337).

Dalam sebuah karangan Keith Foulcher, "The early fictions of Pramoedya Ananta Toer" dalam D.M. Roskies, ed., Text/politics in Island Southeast Asia: Essays in interpretations, Ohio University Center for International Studies, Southeast Asia Series Number 9, Athens, Ohio, 1993, menunjukkan betapa novel itu berdasarkan pada pemuda ideology, ideologi pemuda revolusi. Farid mewakili angkatan muda ini, yang baginya memperjuangkan kemerdekaan tanah air dan bangsa Indonesia mengatasi segala sesuatunya. Perjuangan itu pada hakikatnya adalah hal yang baik, untuk tujuan yang suci, apa pun konsekuensi dan pengorbanan yang diakibatkannya. Lagi pula ini bukan hal abstrak taruhannya nasib rakyat biasa. Dalam novel itu secara spesifik rakyat pedesaan Jawa Barat tempat Farid ikut serta dalam perjuangan. Penderitaan dan pengorbanan rakyatlah yang bagi Farid lebih penting dari apa pun juga. Mereka adalah penduduk tak berdosa daerah Bekasi yang sudah sejak zaman Belanda banyak menderita dan terpaksa melawan terus-menerus. Bersatulah rakyat Bekasi menentang ketakadilan yang menimpa mereka dari penjajah Belanda; bersatu pula mereka 'menangkis serangan garong-garong yang tidak kenal akan keadilan masyarakat dan kemanusiaan' dan kini mereka terpaksa lagi bersatu melawan tentara asing "Bekasi dikenal oleh seluruh dunia, mendapat tempat di antara daftar nama-nama kota yang dihancurleburkan tangan besi tentara fasis, dan terkenal sebagai kota yang mempunyai pemuda gemblengan tak gentar menghadapi balatentara Serikat (hlm.11)."

Bagi orang biasa di Bekasi, dan di mana-mana di Indonesia, pemuda seperti Farid menerjunkan diri ke dalam perjuangan dengan musuh. Keadilan sosial dan kemanusiaan: itulah esensi ideologi pemuda. Dan pada akhir buku perjuangan itu masih berjalan terus: apakah pemuda akan menang? "Semua terletak pada kemauan dan keberanian mereka sendiri (halaman 337)."

Umar Junus dalam bukunya Perkembangan Novel-Novel Indonesia (1974) menguraikan "... Di Tepi Kali Bekasi (1951) bercerita tentang kepahlawanan Farid, tetapi di sini terlihat adanya semacam pemecahan pikiran. Pikiran kita tidak hanya tertumpu kepada Farid, tapi juga kepada tokoh-tokoh dan keadaan lain yang disebutkan dalam novel itu.

Dalam novel itu juga diperlihatkan bagaimana seorang tokoh menjadi korban keadaan masa itu. Perasaan kemerdekaan menyebabkan ia menceburkan diri dalam perjuangan bangsa dengan meninggalkan segala kesenangan dan keluarga. Hubungan kekeluargaan menjadi renggang dan digantikan oleh perasaan berbakti. Oposisi tidak dinyatakan dalam novel itu, kecuali oposisi seperti (a) pertentangan antara penjajah dan pejuang kemerdekaan; (b) pertentangan antara golongan tua yang mementingkan kesenangan dengan golongan muda yang mengorbankan nyawa untuk perjuangan; (c) pertentangan antara golongan pengkhianat dan golongan pejuang.

Cinta bukan merupakan persoalan dalam novel itu. Cinta hanya dilihat sebagai bahagian dari kehidupan seseorang, yang tidak menentukan. Dengan begitu, novel itu lebih banyak bercerita tentang kehidupan seseorang dengan pengalaman-pengalamannya, sehingga membentuk suatu gambaran yang merupakan suatu garis lurus dengan sususnan A - B - C. Ketegangan atau suspense yang ada lebih banyak merupakan pertanyaan, dapatkah atau tidak ia keluar dari kekejaman keadaan yang penuh dengan kematian. Ini terutama disebabkan oleh sifat keadaan ketika itu, mati adalah suatu hal yang biasa. Ketegangan ada akibat kita tahu tentang keadaan ketika itu. Sebenarnya, novel itu lebih banyak terasa sebagai lukisan daripada sebuah novel dengan struktur yang diperhitungkan sebelumnya. Ia lebih mengandung unsur kisah atau cerita, hanya saja penulisnya, Pram, berhasil menjalinkannya dengan baik sekali.

Dalam novel itu pembaca menemui berbagai dunia kehidupan perjuangan, kehidupan moral, kehidupan perseorangan dan rasa kemanusiaan. Dunia-dunia itu dijalin dengan cerita yang ada dalamnya. Walaupun begitu, masih dapat kita rasakan adanya beberapa gangguan di sana sini, terutama disebabkan oleh Pram melukiskan lebih banyak tentang tokoh utamanya. Pram, misalnya mencoba pula melukiskan tentang keadaan Bekasi dan sejarahnya.

 
PENCARIAN TERKAIT

  • Tepin
    Provinsi Papua Barat Bahasa Tepin dituturkan di Kampung Solol, Distrik Salawati Barat, Kabupaten Raja Ampat, Pulau Salawati Utara, Provinsi Papua Barat. Kampung itu terletak di pesisir pantai yang ...
  • Kombai Kali
    Provinsi Papua Bahasa Kombai Kali (Tajan) dituturkan oleh etnik Kombai Tajan (Kali) di Dusun Viru RT 3, Distrik Yaniruma, Kabupaten Boven Digoul, Provinsi Papua. Kampung lain yang menuturkan bahasa ...
  • Terang Bulan Terang di Kali
    Terang Bulan Terang Di Kali merupakan kumpulan cerpen karya S.M.Ardan. Kumpulan cerpen itu terbit pertama kali pada tahun 1955 oleh Gunung Agung, Jakarta, setelah direkomendasikan oleh H.B. ...
  • Cerita Rakyat Kabupaten Bengkalis dan Kabupaten Siak Sri Indrapura: Pendokumnetasian dan Pengkajian Strukturalisme Vlamidir Propp
    Peneliti : Yulita Fitriana, Sri Sabakti, Chrisna Putri Kurniati, Zihamussholihin Tanggal Penelitian : 01-02-2016 Tahun Terbit : 2016 Abstrak :ABSTRAK Yulita Fitriana, Sri Sabakti, Chrisna Putri ...
  • Pemahaman dan Penguasaan Siswa Kelas III SLTP se-Kota Palu Terhadap Kaidah Kalimat Bahasa indonesia
    Peneliti : Tamrin Tanggal Penelitian : Abstrak :Mata pelajaran bahasa Indonesia yang merupakan bahasa nasional, bahasa resmi negara bahasa pendidikan, dan juga bahasa sehari-hari masih juga ...
  •  
    © 2024    Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa
     
    Di Tepi Kali Bekasi   (1951)
    Kategori: Karya Sastra

     
     

    Di Tepi Kali Bekasi merupakan novel karya Pramoedya Ananta Toer yang selesai ditulis oleh Pramoedya di Jakarta, 13 Januari 1947 dan masuk ke percetakan 12 Februari 1947. Novel itu pertama kali diterbitkan oleh Usaha Penerbitan Gapura NV, Jakarta, Februari 1951, dengan ketebalan 207 halaman. Sebenarnya novel itu merupakan salah satu novel trilogi yang bercerita tentang perjuangan di sekitar Bekasi pada masa revolusi 1945. Oleh karena itu, novel itu masih mempunyai hubungan dengan novel Krandji Bekasi Djatoeh yang terbit tahun 1947.

    Novel itu mengisahkan perjuangan pemuda-pemuda Indonesia selama satu setengah tahun di front Jakarta Timur pada tahun 1945 bulan sepuluh. Saat itu pasukan Indonesia menghadapi pasukan Belanda dan Inggris. Pemuda-pemuda itu, antara lain bernama Farid, Soerip, dan Amir. Novel Krandji Bekasi Djatoeh dibagi dalam sembilan bagian dengan judul-judul sebagai berikut. (1) Bekasi dengan Kalinya, (2) Meninggalkan Cita-Cita Perseorangan, (3) Latihan, (4) Nanny, (5) Di Bekasi, (6) Bapak, (7) Di Cikampek, (8) Di Kranji, dan (9) Meriam dan Mortir.

    Menurut pengarang, dalam keterangan penutup pada cetakan kedua, novel yang diterbitkan hanya merupakan seperempat dari naskah aslinya; sisanya konon disita oleh Nefis (oraganisasi intelijen tentara Belanda di Indonesia) dan tidak pernah dikembalikan. Pramoedya Ananta Toer mengatakan pada tempat yang sama bahwa novel itu 'didasarkan atas kejadian, percakapan, tokoh dan situasi yang sebenarnya walaupun penyusunan waktu mungkin terasa tertegun-tegun (edisi 1957, hlm. 339) disebabkan catatannya ikut disita oleh Nefis. Hilangnya sebagian besar novel aslinya ada buktinya lagi sebab dalam pengantar edisi 1947 disebutkan salah seorang tokoh bernama Mustami, tidak muncul di dalam buku yang diterbitkan.

    Bagaimanapun, novel itu bertumpuan pada pengalaman pribadi pengarangnya. Hal itu jelas pula kalau ceritanya dibandingkan dengan catatan riwayat diri yang disusun pengarang pada tahun 1959, khususnya mengenai masa antara Oktober 1945—Juli 1946. Itulah masa yang menurut data-data intrinsiknya dilingkupi oleh novel Di Tepi Kali Bekasi. Sudah tentu cerita pengalaman Pramoedya berlainan dengan cerita pengalaman Farid. Novel mempunyai struktur, dengan awal dan akhir yang bertanda. Itu sudah jelas dari judulnya: novel mulai dan berakhir dekat Kali Bekasi. Di antara awal dan akhir itu berkembanglah alur melalui dan sekitar tokoh Farid. di samping protagonis ini terdapat tokoh sampingan, yang pengalamannya saling berkaitan. Ada beberapa tema yang seperti benang merah dapat ditelusuri sepanjang novel itu, ada pula sejumlah motif. Dengan sarana literer disarankan adegan dan situasi, dan diciptakan kenyataan tersendiri; lewat teknik yang dimanfaatkan pembaca diperhadapkan tidak hanya dengan peristiwa yang berlangsung, tetapi pula dengan perasaan dan tanggapan tokoh utamanya. Seleksinya terhadap kenyataan yang dihayati berbeda dengan yang terdapat dalam catatan biografis: peristiwa-peristiwa historis yang penting tidak diberi tempat dalam novel, detail-detail dielaborasi, bahkan direka; fakta-fakta digolongkan secara berlainan. Singkatnya, kita dapat membaca novel tanpa perlu mencari informasi dan data-data tentang peristiwa-peristiwa yang sungguh terjadi di daerah Bekasi.

    Novel itu dimulai dengan prolog yang hampir bersifat lirik, yang memuliakan Bekasi, lewat permaianan etimologi rakyat dengan kata bekas; Bekasi dengan tradisi memperjuangkan kemerdekaan "Bekasi... berbekas di hati... kota yang membekasi" (halaman 9). Itulah tempat perlawanan dimulai, lebih dulu di zaman Belanda, kemudian melawan penjajah Jepang, lalu melawan tentara Serikat. Namun kini, ketika novel itu ditulis, kali Bekasi menjadi kali demarkasi sedangkan di Pasar Bekasi tentara Belanda merajalela. Novel itu berakhir "Mereka di sana. Kita di sini. Tepi-menepi kali Bekasi" (halaman 337).

    Dalam sebuah karangan Keith Foulcher, "The early fictions of Pramoedya Ananta Toer" dalam D.M. Roskies, ed., Text/politics in Island Southeast Asia: Essays in interpretations, Ohio University Center for International Studies, Southeast Asia Series Number 9, Athens, Ohio, 1993, menunjukkan betapa novel itu berdasarkan pada pemuda ideology, ideologi pemuda revolusi. Farid mewakili angkatan muda ini, yang baginya memperjuangkan kemerdekaan tanah air dan bangsa Indonesia mengatasi segala sesuatunya. Perjuangan itu pada hakikatnya adalah hal yang baik, untuk tujuan yang suci, apa pun konsekuensi dan pengorbanan yang diakibatkannya. Lagi pula ini bukan hal abstrak taruhannya nasib rakyat biasa. Dalam novel itu secara spesifik rakyat pedesaan Jawa Barat tempat Farid ikut serta dalam perjuangan. Penderitaan dan pengorbanan rakyatlah yang bagi Farid lebih penting dari apa pun juga. Mereka adalah penduduk tak berdosa daerah Bekasi yang sudah sejak zaman Belanda banyak menderita dan terpaksa melawan terus-menerus. Bersatulah rakyat Bekasi menentang ketakadilan yang menimpa mereka dari penjajah Belanda; bersatu pula mereka 'menangkis serangan garong-garong yang tidak kenal akan keadilan masyarakat dan kemanusiaan' dan kini mereka terpaksa lagi bersatu melawan tentara asing "Bekasi dikenal oleh seluruh dunia, mendapat tempat di antara daftar nama-nama kota yang dihancurleburkan tangan besi tentara fasis, dan terkenal sebagai kota yang mempunyai pemuda gemblengan tak gentar menghadapi balatentara Serikat (hlm.11)."

    Bagi orang biasa di Bekasi, dan di mana-mana di Indonesia, pemuda seperti Farid menerjunkan diri ke dalam perjuangan dengan musuh. Keadilan sosial dan kemanusiaan: itulah esensi ideologi pemuda. Dan pada akhir buku perjuangan itu masih berjalan terus: apakah pemuda akan menang? "Semua terletak pada kemauan dan keberanian mereka sendiri (halaman 337)."

    Umar Junus dalam bukunya Perkembangan Novel-Novel Indonesia (1974) menguraikan "... Di Tepi Kali Bekasi (1951) bercerita tentang kepahlawanan Farid, tetapi di sini terlihat adanya semacam pemecahan pikiran. Pikiran kita tidak hanya tertumpu kepada Farid, tapi juga kepada tokoh-tokoh dan keadaan lain yang disebutkan dalam novel itu.

    Dalam novel itu juga diperlihatkan bagaimana seorang tokoh menjadi korban keadaan masa itu. Perasaan kemerdekaan menyebabkan ia menceburkan diri dalam perjuangan bangsa dengan meninggalkan segala kesenangan dan keluarga. Hubungan kekeluargaan menjadi renggang dan digantikan oleh perasaan berbakti. Oposisi tidak dinyatakan dalam novel itu, kecuali oposisi seperti (a) pertentangan antara penjajah dan pejuang kemerdekaan; (b) pertentangan antara golongan tua yang mementingkan kesenangan dengan golongan muda yang mengorbankan nyawa untuk perjuangan; (c) pertentangan antara golongan pengkhianat dan golongan pejuang.

    Cinta bukan merupakan persoalan dalam novel itu. Cinta hanya dilihat sebagai bahagian dari kehidupan seseorang, yang tidak menentukan. Dengan begitu, novel itu lebih banyak bercerita tentang kehidupan seseorang dengan pengalaman-pengalamannya, sehingga membentuk suatu gambaran yang merupakan suatu garis lurus dengan sususnan A - B - C. Ketegangan atau suspense yang ada lebih banyak merupakan pertanyaan, dapatkah atau tidak ia keluar dari kekejaman keadaan yang penuh dengan kematian. Ini terutama disebabkan oleh sifat keadaan ketika itu, mati adalah suatu hal yang biasa. Ketegangan ada akibat kita tahu tentang keadaan ketika itu. Sebenarnya, novel itu lebih banyak terasa sebagai lukisan daripada sebuah novel dengan struktur yang diperhitungkan sebelumnya. Ia lebih mengandung unsur kisah atau cerita, hanya saja penulisnya, Pram, berhasil menjalinkannya dengan baik sekali.

    Dalam novel itu pembaca menemui berbagai dunia kehidupan perjuangan, kehidupan moral, kehidupan perseorangan dan rasa kemanusiaan. Dunia-dunia itu dijalin dengan cerita yang ada dalamnya. Walaupun begitu, masih dapat kita rasakan adanya beberapa gangguan di sana sini, terutama disebabkan oleh Pram melukiskan lebih banyak tentang tokoh utamanya. Pram, misalnya mencoba pula melukiskan tentang keadaan Bekasi dan sejarahnya.

     
    PENCARIAN TERKAIT

  • Tepin
    Provinsi Papua Barat Bahasa Tepin dituturkan di Kampung Solol, Distrik Salawati Barat, Kabupaten Raja Ampat, Pulau Salawati Utara, Provinsi Papua Barat. Kampung itu terletak di pesisir pantai yang ...
  • Kombai Kali
    Provinsi Papua Bahasa Kombai Kali (Tajan) dituturkan oleh etnik Kombai Tajan (Kali) di Dusun Viru RT 3, Distrik Yaniruma, Kabupaten Boven Digoul, Provinsi Papua. Kampung lain yang menuturkan bahasa ...
  • Terang Bulan Terang di Kali
    Terang Bulan Terang Di Kali merupakan kumpulan cerpen karya S.M.Ardan. Kumpulan cerpen itu terbit pertama kali pada tahun 1955 oleh Gunung Agung, Jakarta, setelah direkomendasikan oleh H.B. ...
  • Cerita Rakyat Kabupaten Bengkalis dan Kabupaten Siak Sri Indrapura: Pendokumnetasian dan Pengkajian Strukturalisme Vlamidir Propp
    Peneliti : Yulita Fitriana, Sri Sabakti, Chrisna Putri Kurniati, Zihamussholihin Tanggal Penelitian : 01-02-2016 Tahun Terbit : 2016 Abstrak :ABSTRAK Yulita Fitriana, Sri Sabakti, Chrisna Putri ...
  • Pemahaman dan Penguasaan Siswa Kelas III SLTP se-Kota Palu Terhadap Kaidah Kalimat Bahasa indonesia
    Peneliti : Tamrin Tanggal Penelitian : Abstrak :Mata pelajaran bahasa Indonesia yang merupakan bahasa nasional, bahasa resmi negara bahasa pendidikan, dan juga bahasa sehari-hari masih juga ...
  • Tepin
    Provinsi Papua Barat Bahasa Tepin dituturkan di Kampung Solol, Distrik Salawati Barat, Kabupaten Raja Ampat, Pulau Salawati Utara, Provinsi Papua Barat. Kampung itu terletak di pesisir pantai yang ...
  • Kombai Kali
    Provinsi Papua Bahasa Kombai Kali (Tajan) dituturkan oleh etnik Kombai Tajan (Kali) di Dusun Viru RT 3, Distrik Yaniruma, Kabupaten Boven Digoul, Provinsi Papua. Kampung lain yang menuturkan bahasa ...
  • Terang Bulan Terang di Kali
    Terang Bulan Terang Di Kali merupakan kumpulan cerpen karya S.M.Ardan. Kumpulan cerpen itu terbit pertama kali pada tahun 1955 oleh Gunung Agung, Jakarta, setelah direkomendasikan oleh H.B. ...
  • Cerita Rakyat Kabupaten Bengkalis dan Kabupaten Siak Sri Indrapura: Pendokumnetasian dan Pengkajian Strukturalisme Vlamidir Propp
    Peneliti : Yulita Fitriana, Sri Sabakti, Chrisna Putri Kurniati, Zihamussholihin Tanggal Penelitian : 01-02-2016 Tahun Terbit : 2016 Abstrak :ABSTRAK Yulita Fitriana, Sri Sabakti, Chrisna Putri ...
  • Pemahaman dan Penguasaan Siswa Kelas III SLTP se-Kota Palu Terhadap Kaidah Kalimat Bahasa indonesia
    Peneliti : Tamrin Tanggal Penelitian : Abstrak :Mata pelajaran bahasa Indonesia yang merupakan bahasa nasional, bahasa resmi negara bahasa pendidikan, dan juga bahasa sehari-hari masih juga ...
  •  
     
     
    © 2024    Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa