• Halaman Beranda

  • Data Referensi Kebahasaan dan Kesastraan

  • Ahli Bahasa

    Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA)

    Bahasa Daerah Di Indonesia

    Duta Bahasa

    KBBI

    Penelitian Bahasa

    Registrasi Bahasa

    UKBI

    Indeks Pemanfaatan Bahasa Daerah

    Indeks Kemahiran Berbahasa

    Revitalisasi Bahasa Daerah

  • Gejala Sastra

    Hadiah/Sayembara Sastra

    Karya Sastra

    Lembaga Sastra

    Media Penyebar/Penerbit Sastra

    Pengarang Sastra

    Penelitian Sastra

    Registrasi Sastra Cetak

    Registrasi Sastra Lisan

    Registrasi Manuskrip

  • Pencarian lanjut berdasarkan kategori kebahasaan dan kesastraan

  • Statistik

  • Info

 
 
Dua Ibu   (1981)
Kategori: Karya Sastra

 
 

Dua Ibu merupakan novel karya Arswendo Atmowiloto yang diterbitkan oleh Gramedia, Jakarta pada tahun 1981 dengan tebal 231 halaman. Novel itu mendapat hadiah Yayasan Buku Utama Departemen P dan K pada tahun 1981. Dua Ibu berkisah tentang seorang ibu yang berlatar belakang sosial ekonomi rendah, yang mengabdikan hidupnya kepada keluarga termasuk membesarkan anak yang tidak ia lahirkan dari rahimnya sendiri, yakni seorang anak laki-laki berusia 13 tahun bernama Hamid. Sang anak tumbuh di bawah asuhan dua orang ibu. Ibu kandungnya sendiri tidak banyak berperan dalam cerita. Seakan-akan peran ibu kandung itu hanya ditakdirkan untuk melahirkan semata. Hamid dirawat dan dibesarkan oleh ibu yang kedua, yakni ibu tirinya.

Di sisi lain, ibu yang merawat dan membesarkannya dengan penuh kasih sayang dan tanpa pamrih di tengah perekonomian keluarga yang kurang memadai dihadapkan pada kenyataan, bahwa sang ibu itu tetaplah bukan sebagai ibu kandung bagi Hamid. Walaupun pada akhirnya Hamid dapat menerima kenyataan dan kembali ke dalam pelukan ibu tirinya.

Novel Dua Ibu mengangkat tema tentang arti kata "ibu" bagi seorang anak, yakni ibu sebagai sosok yang melahirkan seorang anak ke dunia; dan ibu yang merawat dan membesarkannya. Dalam kehidupan terdapat kenyataan bahwa ibu yang melahirkan tidak selalu menjadi ibu yang merawat dan membesarkan anaknya. Kisah sederhana itu dapat diselesaikan dengan cara yang sederhana pula. Pemakaian bahasa yang mencerminkan keluguan menimbulkan nilai estetik tersendiri. Seiring dengan perkembangan kisah sang anak pengarang menyentuh kepekaan, pengertian, dan kearifan pembaca untuk ikut mengembangkan kepribadian sang anak, sehingga anak tersebut dapat melihat dan menemukan betapa agungnya kehadiran seorang ibu sejati.

Arswendo menyatakan bahwa karyanya ini merupakan kisah kasih dan sayang, kisah perjalanan seks, kisah perkawinan, dan kisah kehidupan yang pendek (kematian). Dinyatakan pula bahwa dalam kehidupan ada dua macam ibu. Pertama, sebutan untuk seorang perempuan yang melahirkan anaknya. Kedua, sebutan untuk perempuan yang merelakan kebahagiaannya sendiri untuk kebahagiaan anak orang lain, dengan rasa bahagia pula. Teristimewa apabila kedua sifat ibu itu digabung menjadi satu. Seperti pengakuan tokoh Hamid, "Aku bisa bercerita karena aku memiliki. Aku memiliki, dan ia kupanggil ibu".

Menurut Boen S. Oemarjati, penyajian cerita dalam novel Dua Ibu termasuk unik. Keunikannya terletak pada penggunaan gaya bahasa yang sangat lugu dan komunikatif. Beberapa kejutan peristiwa dan penokohan yang terasa segar muncul silih berganti sehingga dapat membawa pembaca pada pengungkapan nilai-nilai yang tersembunyi di balik kebiasaan sehari-hari. Wadah tempat pengisahannya pun dianggap unik karena setiap bab diberi judul baru yang mengacu kepada tokoh-tokoh ceritanya. Sementara itu, kesinambungan kisahnya dijalin melalui peristiwa yang didukung tokoh-tokohnya dalam kesatuan yang padu.

 
PENCARIAN TERKAIT
 
© 2024    Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa
 
Dua Ibu   (1981)
Kategori: Karya Sastra

 
 

Dua Ibu merupakan novel karya Arswendo Atmowiloto yang diterbitkan oleh Gramedia, Jakarta pada tahun 1981 dengan tebal 231 halaman. Novel itu mendapat hadiah Yayasan Buku Utama Departemen P dan K pada tahun 1981. Dua Ibu berkisah tentang seorang ibu yang berlatar belakang sosial ekonomi rendah, yang mengabdikan hidupnya kepada keluarga termasuk membesarkan anak yang tidak ia lahirkan dari rahimnya sendiri, yakni seorang anak laki-laki berusia 13 tahun bernama Hamid. Sang anak tumbuh di bawah asuhan dua orang ibu. Ibu kandungnya sendiri tidak banyak berperan dalam cerita. Seakan-akan peran ibu kandung itu hanya ditakdirkan untuk melahirkan semata. Hamid dirawat dan dibesarkan oleh ibu yang kedua, yakni ibu tirinya.

Di sisi lain, ibu yang merawat dan membesarkannya dengan penuh kasih sayang dan tanpa pamrih di tengah perekonomian keluarga yang kurang memadai dihadapkan pada kenyataan, bahwa sang ibu itu tetaplah bukan sebagai ibu kandung bagi Hamid. Walaupun pada akhirnya Hamid dapat menerima kenyataan dan kembali ke dalam pelukan ibu tirinya.

Novel Dua Ibu mengangkat tema tentang arti kata "ibu" bagi seorang anak, yakni ibu sebagai sosok yang melahirkan seorang anak ke dunia; dan ibu yang merawat dan membesarkannya. Dalam kehidupan terdapat kenyataan bahwa ibu yang melahirkan tidak selalu menjadi ibu yang merawat dan membesarkan anaknya. Kisah sederhana itu dapat diselesaikan dengan cara yang sederhana pula. Pemakaian bahasa yang mencerminkan keluguan menimbulkan nilai estetik tersendiri. Seiring dengan perkembangan kisah sang anak pengarang menyentuh kepekaan, pengertian, dan kearifan pembaca untuk ikut mengembangkan kepribadian sang anak, sehingga anak tersebut dapat melihat dan menemukan betapa agungnya kehadiran seorang ibu sejati.

Arswendo menyatakan bahwa karyanya ini merupakan kisah kasih dan sayang, kisah perjalanan seks, kisah perkawinan, dan kisah kehidupan yang pendek (kematian). Dinyatakan pula bahwa dalam kehidupan ada dua macam ibu. Pertama, sebutan untuk seorang perempuan yang melahirkan anaknya. Kedua, sebutan untuk perempuan yang merelakan kebahagiaannya sendiri untuk kebahagiaan anak orang lain, dengan rasa bahagia pula. Teristimewa apabila kedua sifat ibu itu digabung menjadi satu. Seperti pengakuan tokoh Hamid, "Aku bisa bercerita karena aku memiliki. Aku memiliki, dan ia kupanggil ibu".

Menurut Boen S. Oemarjati, penyajian cerita dalam novel Dua Ibu termasuk unik. Keunikannya terletak pada penggunaan gaya bahasa yang sangat lugu dan komunikatif. Beberapa kejutan peristiwa dan penokohan yang terasa segar muncul silih berganti sehingga dapat membawa pembaca pada pengungkapan nilai-nilai yang tersembunyi di balik kebiasaan sehari-hari. Wadah tempat pengisahannya pun dianggap unik karena setiap bab diberi judul baru yang mengacu kepada tokoh-tokoh ceritanya. Sementara itu, kesinambungan kisahnya dijalin melalui peristiwa yang didukung tokoh-tokohnya dalam kesatuan yang padu.

 
PENCARIAN TERKAIT
 
 
 
© 2024    Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa