Jantan merupakan novel karangan Edijushanan yang diterbitkan pada tahun 1989 oleh Gramedia, Jakarta. Semula novel itu merupakan cerita bersambung di surat kabar Kompas. Dalam novel Jantan diungkapkan permasalahan dampak peperangan terhadap kepribadian seseorang. Novel itu mendapat Hadiah Kedua Sayembara Mengarang Roman Dewan Kesenian Jakarta tahun 1977. Judul novel itu diangkat dari nama tokoh utamanya, yaitu Jantan.
Novel Jantan mengisahkan tokoh Jantan yang mengalami trauma atas kejadian pada masa peperangan. Ayah, ibu, dan adiknya meninggal pada masa perang dan ia tidak tahu di mana kuburan keluarganya itu. Ia juga dihadapkan pada kenyataan, bahwa istri yang sangat dicintainya ternyata seorang pengkhianat bangsa. Jantan mendapati istrinya sedang bercengkerama dengan serdadu-serdadu Belanda. Ia sangat terpukul dengan perilaku istrinya itu. Di satu pihak Jantan dengan gigih memanggul senjata untuk melawan Belanda. Di pihak lain, istrinya menjadi penghibur serdadu Belanda.
Setelah perang selesai, Jantan mengalami gangguan jiwa dan frustrasi. Setiap pagi ia pergi ke bukit sambil membawa cambuk. Setelah sampai di atas bukit, ia berdiri tegak di hadapan sebuah tonggak kayu. Di atas tonggak kayu itu diikatkannya sebuah bungkusan, kemudian ia mengayunkan cambuknya ke bungkusan itu sebanyak tujuh kali. Suara cambuk itu melengking memecah kesunyian. Setelah mengayunkan cambuknya itu, ia merasa puas dan tertawa terbahak-bahak. Kegiatan mencambuki bungkusan itu merupakan pelampiasan rasa dendamnya kepada peperangan yang telah merenggut nyawa keluarganya. Jantan dianggap sinting oleh orang kampung karena perbuatannya itu.
Akhirnya, Jantan bertemu dengan Rasdi, teman seperjuangannya. Pada saat itu Rasdi bercerita tentang adik Jantan. Jantan berharap Rasdi akan membawa kabar gembira mengenai adiknya. Ternyata kedatangan Rasdi membawa malapetaka. Rasdi menceritakan, bahwa adik Jantan telah meninggal dunia dan dikubur tanpa kedua lengannya. Setelah mendengar cerita Rasdi, Jantan sangat terpukul. Bungkusan yang setiap pagi dicambuknya itu dibayangkannya sebagai kedua lengan adiknya. Selanjutnya, Jantan berlari-lari sambil menjerit histeris. Akhirnya, Jantan terperosok ke dalam jurang.
Melalui novel itu, pengarang ingin menyampaikan gagasan utama, bahwa peperangan akan menelan korban dan menimbulkan penderitaan. Selain itu, peperangan juga akan melahirkan pahlawan dan pengkhianat.