Lagu dari Jalanan merupakan kumpulan cerita pendek karya Muhammad Fudoli Zaini yang diterbitkan tahun 1982 (cetakan pertama) oleh Balai Pustaka, Jakarta. Kumpulan cerita pendek tersebut memuat sepuluh cerita pendek, yaitu "Si Kakek dan Burung Dara", "Tanah Perjuangan", "Paman Saki", "Kuda Kepang", "Lagu dari Jalanan", "Kakek Sampati", "Lorong Memanjang", "Koki", "Tamu dari Jauh", dan "Perempuan yang Sendiri".
Lagu dari Jalanan merupakan kumpulan cerita pendek Zaini yang pertama dan ditulis ketika ia masih berusia dua puluhan. Awal tahun 1960-an, atas rekomendasi H.B. Jassin, kumpulan cerpen tersebut akan diterbitkan lagi oleh CV Nusantara, tetapi gagal karena kesulitan dana. Naskah asli kumpulan cerita pendek tersebut berbentuk ketikan. Rekomendasi H.B. Jassin kepada Muhammad Fudoli Zaini masih tersimpan rapi di Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin, Jakarta. Mengenai bakat menulis yang dimiliki Muhammad Fudoli Zaini, Ajip Rosidi (1977) menyatakan bahwa meskipun belum mendapat kesempatan untuk mencetak cerpen-cerpennya menjadi buku, karya-karyanya telah menunjukkan kesanggupan dan kemampuannya.
Cerita-cerita pendek dalam kumpulan Lagu dari Jalanan memiliki beragam tema. "Si Kakek dan Burung Dara" mengungkapkan Tema cinta seseorang yang dapat mengatasi persoalan yang dihadapinya, tetapi manusia tidak akan mampu mengingkari takdir Allah. "Tanah Perjuangan" mengungkapkan Tema perjuangan yang tanpa dilandasi pemahaman hukum dapat menghancurkan hak asasi manusia. Cerita "Kuda Kepang" mengangkat tema kehancuran rumah tangga akibat suami yang ingkar dari tanggung jawabnya. "Lagu dari Jalanan" bertemakan kebahagiaan yang sulit diraih oleh orang miskin ataupun orang kaya. Tema cerita "Kakek Sampati" ialah untuk memenuhi keinginan, manusia dapat berencana dan berusaha, tetapi berhasil atau tidaknya hanya Allah yang menentukan. "Lorong Memanjang" bertemakan keprihatinan yang dapat dialami oleh orang miskin ataupun oleh orang kaya. Sementara itu, "Perempuan yang Sendiri" bertemakan perempuan yang ditakdirkan hidup sendiri, tanpa anak keluarga dan tidak dapat diduga isi hatinya.
Dari kesepuluh cerita pendek tersebut, cerita pendek "Lagu dari Jalanan" dan "Si Kakek dan Burung Dara" memiliki nilai estetis yang lebih dibandingkan cerita-cerita pendek yang lain. "Si Kakek dan Burung Dara" pernah memperoleh penghargaan dari majalah Horison tahun 1967. Cerita pendek tersebut tercatat dalam bunga rampai Angkatan '66 (1968) susunan H.B. Jassin dan Laut Biru Langit Biru (1977) susunan Ajip Rosidi. Cerita pendek "Si Kakek dan Burung Dara" mengungkapkan kesepian hati seorang kakek yang telah ditinggal mati oleh tiga orang yang dicintainya, yaitu istrinya, anak perempuannya, dan anak laki-lakinya. Dengan keyakinannya kepada suratan takdir, si Kakek mampu mengurangi kesedihan hatinya. Ia hidup bersama menantu dan cucu laki-lakinya yang masih kecil. Selain menumpahkan kasih sayang kepada cucu laki-lakinya, Kakek memiliki burung dara kesayangan. Ketika cucunya lupa menutup pintu sangkar, burung dara kesayangannya lepas. Setelah mengetahui hal itu, semula Kakek marah, tetapi ia kemudian sadar bahwa cucunya adalah satu-satunya orang yang dicintainya.
"Lagu dari Jalanan" bercerita tentang Siyem, gadis berusia 21 tahun yang cacat mata kirinya. Bersama adik laki-lakinya yang berumur 16 tahun, ia mencari nafkah dengan menyanyi di pinggir jalan, di depan warung, dan di depan restoran. Suara Siyem yang merdu menyebabkan orang senang menanggapnya. Dari segi penghasilan, Siyem dan adiknya bernasib lebih baik daripada penyanyi lainnya. Siyem tidak pernah dendam dan menyakiti orang lain. Perlakuan laki-laki pemabuk yang mengganggu dirinya dianggapnya sebagai cobaan hidup yang harus dijalaninya. Lamaran Kabul, tukang rakit yang sering menyeberangkannya tanpa memungut ongkos, menyebabkan hati Siyem berbunga-bunga. Siyem berjanji akan menjawab lamaran itu keesokan harinya. Akan tetapi, malang tak dapat ditolak, untung tak dapat diraih, Kabul mati tenggelam terseret arus dalam upaya menyelamatkan rakitnya yang hanyut. Siyem tetap sendiri dan menyanyi dengan kepiluannya. Sebagaimana "Lagu dari Jalanan" dan "Si Kakek dan Burung Dara", yang mengungkapkan kesepian dan kepiluan seorang gadis dan seorang kakek, cerita-cerita pendek karya Mohammad Fudoli yang dimuat dalam Lagu Jalanan disajikan dengan detail-detail yang halus dan cermat sehingga mengundang keharuan.
Kedudukan Mohammad Fudoli dalam kesusastraan Indonesia cukup penting. Meskipun cenderung mengungkapkan sesuatu yang sederhana dan dalam lingkup keseharian, karyanya memiliki kekhasan tersendiri. Hampir seluruh karyanya memilih latar yang sarat dengan budaya santri. Tokoh-tokoh dalam karyanya merupakan sosok manusia yang beriman dan percaya kepada suratan takdir. Selain itu, tokoh tersebut terkesan sangat akrab dengan lingkungannya, penuh kasih sayang, dan rela berkorban demi orang lain. Mohammad Fudoli Zaini adalah salah seorang sastrawan Indonesia yang menulis dengan latar luar negeri, selain Nasjah Djamin, Umar Kayam, dan Budi Darma. Karyanya yang berlatar belakang luar negeri, antara lain "Madame Perret", "Salon Blanc", dan "Suatu hari di Musim Panas". Ketiga cerita pendek tersebut dimuat dalam kumpulan Potret Manusia.
Peneliti yang telah menelaah Lagu dari Jalanan, antara lain Anita K. Rustapa dalam "Kumpulan Cerita Pendek Karya Mohammad Fudoli Zaini". Dalam penelitian tersebut, Anita K. Rustapa berpendapat bahwa hampir semua tokoh sentral dalam Lagu dari Jalanan adalah orang yang tidak mampu mengatasi masalah yang dihadapinya, yaitu masalah kehilangan nyawa ("Tanah Perjuangan"), kehilangan harta ("Paman Saki"), kehilangan yang dikasihi ("Si Kakek dan Burung Dara" dan "Tamu dari Jauh"), kehilangan harapan ("Lagu dari Jalanan", "Kakek Sampati", "Lorong Memanjang", "Perempuan yang Sendiri"), serta kehilangan harga diri ("Kuda Kepang" dan "Koki"). Di dalam cerpen-cerpen tersebut, latar budaya bersifat sangat fungisonal. Unsur tokoh merupakan unsur yang dominan dan kuat, kecuali dalam cerita pendek "Tamu dari Jauh" yang lebih menonjolkan unsur latar. Dalam cerita pendek tersebut digambarkan situasi dan kondisi daerah yang dilanda kemarau panjang sehingga mengakibatkan kematian banyak penduduknya. Mengenai pengaluran, Anita menyatakan bahwa Mohammad Fudoli menyajikan kesepuluh cerita pendek tersebut dengan teknik yang bervariasi, yaitu alur lurus ("Tanah Perjuangan", "Kakek Sampati", "Lorong Memanjang", dan "Perempuan yang Sendiri") serta alur gabungan, yaitu alur lurus dan sorot balik ("Si Kakek dan Burung Dara", "Paman Saki", "Kuda Kepang", "Lagu dari Jalanan", "Koki", dan "Tamu dari Jauh").