• Halaman Beranda

  • Data Referensi Kebahasaan dan Kesastraan

  • Ahli Bahasa

    Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA)

    Bahasa Daerah Di Indonesia

    Duta Bahasa

    KBBI

    Penelitian Bahasa

    Registrasi Bahasa

    UKBI

    Indeks Pemanfaatan Bahasa Daerah

    Indeks Kemahiran Berbahasa

    Revitalisasi Bahasa Daerah

  • Gejala Sastra

    Hadiah/Sayembara Sastra

    Karya Sastra

    Lembaga Sastra

    Media Penyebar/Penerbit Sastra

    Pengarang Sastra

    Penelitian Sastra

    Registrasi Sastra Cetak

    Registrasi Sastra Lisan

    Registrasi Manuskrip

  • Pencarian lanjut berdasarkan kategori kebahasaan dan kesastraan

  • Statistik

  • Info

 
 
Mata-Mata   (1979)
Kategori: Karya Sastra

 

Mata-Mata merupakan sebuah novel detektif karya Suparto Brata yang diterbitkan oleh Pustaka Jaya, tahun 1979, karena memperoleh rekomendasi dari Dewan Juri Sayembara Penulisan Roman DKJ tahun 1976 sehingga layak terbit. Mata-Mata terdiri atas sembilan bagian. Setiap bagian ditandai dengan huruf Latin.

Mata-Mata mengisahkan Herlambang, seorang pemuda Indonesia yang mempunyai reputasi mata-mata internasional. la bekerja, antara lain, membantu Amerika saat perang melawan Jepang dan membantu Belanda. Saat Nica meminta bantuannya untuk melumpuhkan Republik, permintaan tersebut ditolaknya lalu ia melenyapkan diri. Lenyapnya Herlambang menimbulkan ilham bagi Ir. Suprayoga, seorang Komisaris Polisi, untuk membentuk misi Herlambang.

Gagasan pokok yang disorot pengarang dalam Mata-Mata adalah masalah keberhasilan sebuah misi dalam membongkar jaringan mata-mata. Hal tersebut didukung oleh latar Indonesia pada masa awal kemerdekaan yang masih berbenah diri dari serangan baik dari luar (sekutu ingin berkuasa kembali) maupun dari dalam (komunis). Untuk itu, dibentuklah sebuah misi yang cukup tangguh terdiri atas pemuda pemudi Indonesia yang handal. Mata-Mata merupakan novel detektif yang bernilai literer. Novel tersebut menarik karena teknik bercerita yang membangun ketegangan sehingga membaca novel tersebut mengasyikkan. Suparto Brata sangat teliti dalam menyusun adegan-adegan ceritanya. Setiap skema diperhitungkan dengan matang dan rapi. Latar dan informasi tentang kehidupan kaum militer dan gerilya pada masa revolusi menarik untuk diikuti. Pengalaman menyabung nyawa para tokohnya terasa otentik dan seperti baru saja terjadi sebab pengarang memaparkan cerita dengan bahasa yang hidup dan bernyawa.

Menurut Korrie (1979), Mata-Mata tidak banyak menyentuh segi-segi inner life dari kehidupan manusia. la hanya menyentuh permukaan kehidupan luas ini, sekadar menyampaikan informasi dan aksi fisik sehingga tidak menyuguhkan problem watak dan kurang pula menyentuh perasaan manusiawi yang terdalam. Keseluruhan isi novel tersebut hanya menyuguhkan manusia dengan segala kekerasannya, perjuangan fisik saat menyabung nyawa. Namun, dengan dasar teknik yang matang, Mata-Mata sangat memukau dengan narasi yang memikat. Unsur-unsur dramatiknya mengangkat narasi dalam lonjakan-lonjakan yang hidup. Bentuk itulah yang menjadikan novel tersebut berhasil.

Sumardjo (1979) mengatakan Suparto Brata telah berhasil menciptakan sebuah karya yang rapi dan cermat. Lebih lanjut, Sumardjo berpendapat bahwa ia mengira novel tersebut adalah novel yang akan melepaskan diri dari sentimen nasionalisme karena novel tersebut bercerita tentang mata-mata Belanda, tetapi ternyata tidak. Mata-Mata tetap menjadi "heronya" republik.

 
PENCARIAN TERKAIT
 
© 2024    Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa
 
Mata-Mata   (1979)
Kategori: Karya Sastra

 

Mata-Mata merupakan sebuah novel detektif karya Suparto Brata yang diterbitkan oleh Pustaka Jaya, tahun 1979, karena memperoleh rekomendasi dari Dewan Juri Sayembara Penulisan Roman DKJ tahun 1976 sehingga layak terbit. Mata-Mata terdiri atas sembilan bagian. Setiap bagian ditandai dengan huruf Latin.

Mata-Mata mengisahkan Herlambang, seorang pemuda Indonesia yang mempunyai reputasi mata-mata internasional. la bekerja, antara lain, membantu Amerika saat perang melawan Jepang dan membantu Belanda. Saat Nica meminta bantuannya untuk melumpuhkan Republik, permintaan tersebut ditolaknya lalu ia melenyapkan diri. Lenyapnya Herlambang menimbulkan ilham bagi Ir. Suprayoga, seorang Komisaris Polisi, untuk membentuk misi Herlambang.

Gagasan pokok yang disorot pengarang dalam Mata-Mata adalah masalah keberhasilan sebuah misi dalam membongkar jaringan mata-mata. Hal tersebut didukung oleh latar Indonesia pada masa awal kemerdekaan yang masih berbenah diri dari serangan baik dari luar (sekutu ingin berkuasa kembali) maupun dari dalam (komunis). Untuk itu, dibentuklah sebuah misi yang cukup tangguh terdiri atas pemuda pemudi Indonesia yang handal. Mata-Mata merupakan novel detektif yang bernilai literer. Novel tersebut menarik karena teknik bercerita yang membangun ketegangan sehingga membaca novel tersebut mengasyikkan. Suparto Brata sangat teliti dalam menyusun adegan-adegan ceritanya. Setiap skema diperhitungkan dengan matang dan rapi. Latar dan informasi tentang kehidupan kaum militer dan gerilya pada masa revolusi menarik untuk diikuti. Pengalaman menyabung nyawa para tokohnya terasa otentik dan seperti baru saja terjadi sebab pengarang memaparkan cerita dengan bahasa yang hidup dan bernyawa.

Menurut Korrie (1979), Mata-Mata tidak banyak menyentuh segi-segi inner life dari kehidupan manusia. la hanya menyentuh permukaan kehidupan luas ini, sekadar menyampaikan informasi dan aksi fisik sehingga tidak menyuguhkan problem watak dan kurang pula menyentuh perasaan manusiawi yang terdalam. Keseluruhan isi novel tersebut hanya menyuguhkan manusia dengan segala kekerasannya, perjuangan fisik saat menyabung nyawa. Namun, dengan dasar teknik yang matang, Mata-Mata sangat memukau dengan narasi yang memikat. Unsur-unsur dramatiknya mengangkat narasi dalam lonjakan-lonjakan yang hidup. Bentuk itulah yang menjadikan novel tersebut berhasil.

Sumardjo (1979) mengatakan Suparto Brata telah berhasil menciptakan sebuah karya yang rapi dan cermat. Lebih lanjut, Sumardjo berpendapat bahwa ia mengira novel tersebut adalah novel yang akan melepaskan diri dari sentimen nasionalisme karena novel tersebut bercerita tentang mata-mata Belanda, tetapi ternyata tidak. Mata-Mata tetap menjadi "heronya" republik.

 
PENCARIAN TERKAIT
 
 
 
© 2024    Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa