Pada Sebuah Kapal merupakan novel karya N.H. Dini dalam dekade tahun 70-an. Novel itu telah mengalami tiga kali cetak oleh penerbit yang sama, yaitu Dunia Pustaka Jaya, Jakarta. Cetakan pertama diterbitkan pada tahun 1973, cetakan kedua tahun 1976, dan cetakan ketiga tahun 1979. Mulai tahun 1985 novel itu diterbitkan oleh Gramedia. Pada tahun 1990 Gramedia telah menerbitkan buku itu untuk ketiga kalinya.
Novel Pada Sebuah Kapal terdiri atas dua bagian yang satu sama lainnya tidak merupakan satu kesatuan, tetapi saling mendukung dan memperjelas alasan peristiwa atau sifat-sifat tokoh pada bagian yang lain. Tokoh-tokoh di kedua bagian sama, tetapi tokoh utama dalam bagian pertama adalah Sri, seorang penari yang menjadi istri seorang diplomat Perancis, Charles Vincent, sedangkan tokoh utama dalam bagian kedua adalah Michel Dubanton, seorang pelaut. Alur kedua bagian novel itu berbeda sekali. Bagian pertama berisi rangkaian peristiwa yang dialami tokoh Sri sejak kecil sampai bertemu dan berpisah lagi dengan Michel Dubanton, sedangkan bagian kedua berisi rangkaian peristiwa yang dialami Michel Dubanton sejak kecil sampai bertemu dan berpisah lagi dengan tokoh Sri.
Sejak terbit pertama kali, Pada Sebuah Kapal telah mendapat tanggapan dari berbagai pihak. Sebagai contoh, H. Zain menanggapi novel Pada Sebuah Kapal dengan mengatakan novel tersebut merupakan pemberontakan atas kungkungan nilai-nilai pernikahan dengan melepaskan segala ikatan warna dan bangsa serta cara perkawinan yang membuat manusia yang menciptakan nilai-nilai itu merasa tidak berbahagia (Pedoman, 20 November 1973). Jadi, Pada Sebuah Kapal berisi pemberontakan untuk mencari kebebasan, khususnya kebebasan kaum perempuan. Lain lagi dengan pendapat H.B. Jassin (Dokumentasi H.B. Jassin, 17 Juli 1977) yang menyatakan bahwa tokoh Sri dalam novel itu telah menemukan eksistensi dirinya sebagai orang yang merdeka, berkehendak dan bertindak. Ia bebas dari kekerasan dan kemarahan suaminya yang terus-menerus, serta penghinaan-penghinaan yang menimpa dirinya. Tanggapan Alfons langsung pada sasarannya, yaitu selama ini pengarang merasa kecewa dengan sikap suaminya dan kekecewaan itu ditransformasikan dalam sikap dan perilaku tokoh Sri dalam novel itu. Jadi, pendapat itu mengesankan novel itu sebagai sarana penyampaian "uneg-uneg" (Kompas, 9 Agustus 1974).
Zulfikar berpendapat bahwa Sri dalam novel Pada Sebuah Kapal berbuat serong karena suaminya, Charles Vincent, tidak menghargainya sebagai manusia. Pendapat Prof. Teeuw (Sastra Modern Indonesia, 1989) juga ditujukan langsung kepada pengarang bahwa Dini dengan karyanya, antara lain, Pada Sebuah Kapal, memperlihatkan wanita Jawa yang sederhana. Akan tetapi, mereka juga merasa jijik terhadap kekerasan dan kekasaran. Semua pendapat tampaknya berdiri di belakang pengarang tanpa ada yang mengkritik sikap atau tindakan tokoh Sri dalam novel itu. Hal itu dapat dimengerti karena para pemberi pendapat itu semua pria yang, sekurang-kurangnya, melambangkan kepeduliannya pada hak asasi kaum perempuan.
Buku dan meia massa yang telah membicarakan atau menyebut novel Pada Sebuah Kapal di dalamnya, antara lain, Tokoh Wanita dalam Novel Indonesia Tahun 1920—1980-an (1992) karya Anita dkk.; "Pada Sebuah Kapal N.H. Dini", Berita Buana, 1 Januari 1975 tulisan N.H. Dini; "Air Mata untuk Pada Sebuah Kapal", Kompas, 9 Agustus 1974 tulisan Alfons Taryadi; Sastra Baru Indonesia I, 1980, karya Prof. A. Teeuw; Sastra Modern Indonesia, 1989, Pustaka Jaya, karya Prof. A. Teeuw; dan "Pada Sebuah Kapal" Berita Buana, 31 Oktober 1973. Judul pada sebuah kapal sangat erat kaitannya dengan peristiwa yang khusus terjadi pada tokoh utama wanitanya yang bernama Sri. Di kapal itulah Sri telah menemukan kebebasan dari kungkungan, kemarahan, kekejaman, dan kekerasan suaminya terlepas dari nilai etika sebagai seorang istri dan seorang perempuan yang telah dipesankan oleh ibunya sejak Sri masih gadis. Di dalam kapal itulah Sri telah mendemonstrasikan tuntutannya tentang hak manusia, khususnya kaum perempuan, menurut falsafahnya. Sri selingkuh untuk mengejar kebebasan dengan mengorbankan kesucian dirinya sebagai seorang istri. Ia selingkuh dengan seorang pelaut yang telah mempunyai istri dan seorang anak. Ia beranggapan bahwa pelaut itu mempunyai perasaan dan bersikap lembut kepada Sri. Bagian ini digambarkan pengarang dengan sangat terbuka dan mengesankan erotis. Keterbukaan inilah mungkin yang menarik banyak minat sehingga buku itu menjadi tenar dan banyak tanggapan. Walaupun banyak tanggapan tentang novel itu, belum diketahui ada yang menerjemahkan ke dalam bahasa asing atau bahasa daerah. Novel itu pun belum pernah ditransformasikan ke dalam bentuk lain, film misalnya.
Pada tahun 1970-an sudah banyak cerita yang menggambarkan perjuangan kaum perempuan untuk membela haknya, seperti Tuti dalam novel Layar Terkembang, Kartini dalam novel Belenggu, dan tokoh perempuan dalam cerpen "Ibunda" (A. Bastari Asnin). Tokoh-tokoh itu mengatasi kekejaman suami dengan perbuatan yang positif, dan mendidik, sedangkan dalam Pada Sebuah Kapal, jalan keluar yang diambil perempuan yang terjajah itu adalah perbuatan yang selama ini dianggap negatif. Dengan demikian, novel itu merupakan novel yang berbeda dari novel yang ada sebelumnya.