Orkes Madun merupakan drama karya Arifin C. Noer yang diterbitkan oleh Pustaka Firdaus, Jakarta, tahun 1999, dengan tebal 436 halaman. Kumpulan drama ini berisi empat naskah drama, yaitu "Madekur dan Tarkeni atawa Orkes Madun" I (halaman 3—114), "Umang-Umang atawa Orkes Madun II" (halaman 117—210), "Sandek, Pemuda Pekerja atawa Orkes Madun III" (halaman 213—311), dan "Ozone atawa Orkes Madun IV" (halaman 315—419). "Sandek, Pemuda Pekerja atawa Orkes Madun III" pernah dipentaskan pada tanggal 24—30 September 1979 di Teater Tertutup TIM.
Di dalam pengantar buku ini diceritakan proses kreatif drama Orkes Madun ini sebagai berikut. Ketika menulis naskah "Madekur dan Tarkeni", Arifin pernah mengatakan naskahnya ini adalah bagian dari sebuah trilogi, yaitu "Orkes Madun" yang terdiri atas "Madekur dan Tarkeni", "Umang-Umang", dan "Ozone". Selesai "Umang-Umang", Arifin menulis lagi dengan judul Sandek, Pemuda Pekerja, yang semula dikira teman-teman Teater Ketjil adalah naskah yang berdiri sendiri. Namun, menjelang latihan Sandek, Pemuda Pekerja yang bersamaan dengan penulisan naskahnya (kebiasaan Arifin, latihan sambil menulis naskahnya) ia tulis pada sampul naskah judulnya sebagai Sandek, Pemuda Pekerja atawa Orkes Madun IIa, dan tidak pernah diubah. Selanjutnya, ia menulis Ozone atawa Orkes Madun IV. Lalu ia nyatakan bahwa Orkes Madun adalah sebuah pentalogi, dan bahwa yang ke-5 akan berjudul Magma. Ia bercerita ke mana-mana tentang Magma. Juga kepada anak-anak Sekolah Prancis di Jakarta, hingga beberapa dari mereka tergerak membuat komik Magma yang juga dimuat dalam kumpulan naskah ini. Tapi Arifin tidak sempat sama sekali menulis Magma. Lalu Orkes Madun III. Ya, Sandek, Pemuda Pekerja itulah, yang ketika rencananya trilogi, ia adalah IIb, tapi ketika rencana berubah menjadi pentalogi, ia pun menjadi III. Namun, tidak sempat Arifin mengubahnya. Arifin meninggal dunia pada tanggal 28 Mei 1995 karena kanker dan sirosis hati.
Yayat Hendayana dalam "Umang-Umang Arifin Impian-Impian Kemelaratan", Pikiran Rakyat, 19 Mei 1976, mengatakan bahwa di dalam drama "Umang-Umang", salah satu bagian dari drama Orkes Madun, tak ada tempat yang ramah bagi kemelaratan. Karena ketidakramahan semua tempat, kemelaratan itu menampilkan dirinya dalam bentuk kejahatan. Arifin memilih Waska sebagai pemimpin yang dikultuskan oleh kaum melarat, kaum yang terusir dari desa yang miskin untuk kemudian masuk ke dalam perangkap kota yang miskin pula. Kemelaratan dan kemiskinan telah menempanya menjadi penjahat. Sebagai penjahat, ia juga punya harapan-harapan besar, impian-impian spektakuler, yaitu perampokan semesta. Pada saat ia berada dalam obsesi itulah kematian hampir merenggutnya. Pengikut-pengikut Waska yang setia berusaha menjauhkannya dari kematian. Dan berhasil. Akan tetapi, tibalah kemudian penderitaan berikutnya. Kerinduan pada ajal yang pernah dihindari dan dimusuhinya. Penderitaan itu menjadi berkepanjangan. Kemelaratan pun menjadi abadi.