Percikan Permenungan merupakan kumpulan sajak Rustam Effendi pada periode 1920-an. Sajak-sajak yang dihimpun dalam kumpulan ini ditulis oleh Rustam Effendi di Padang pada tahun 1924. Cetakan pertama kumpulan sajak ini diterbitkan sendiri oleh Rustam Effendi. Setahun kemudian cetakan kedua bukukumpulan sajak itu diterbitkan di Padang pada bulan Maret.
Pada sampul depan kumpulan sajak itu tertulis "Tersembah ke Bawah/Haribaan Tanah Air dan Percintaan". Pada kata pengantar untuk cetakan kedua, Rustam Effendi menjelaskan bahwa penulisan Bebasari (drama bersajak) dan Percikan Permenungan dilakukan pada waktu yang hampir bersamaan. Hal yang pantas dicatat dari kata pengantar Percikan Permenungan adalah beberapa kalimat yang menggiring pembaca untuk mengetahui latar belakang kelahiran sajak-sajak itu. Kalimat tersebut adalah
"... di waktu penindasan kolonial Belanda menghebat sekali, sebagai tantangan dan reaksi dari berkobarnya semangat kemerdekaan di Indonesia kita. Lebih-lebih di daerah-daerah yang jauh dari "pusat", tindakan sewenang-wenang mengganas hebat. Ketakutan kepada suara merdeka memaksa penjajah menghantamkan "persbreidel" ke pihak "kebenaran". Delicten bertimbun, penjara penuh, pembuangan pun bercabul. Dalam keadaan demikian itu terpaksalah kita mencari gerbang yang lain. Di mana penyair kita belum banyak yang mempergunakan pantun-seloka sebagai senjata dari suara merdeka, maka timbullah inisiatif mempergunakan lagu sebagai penanai cita-cita kebangsaan kita."
"... untuk mengelakkan delict yang mengancam diperpusatkan nalam kepada lagu Asmaradana diselingi seloka Tanah-Air di sana-sini. Suara merdeka didandani baju percintaan: "heroisme" Bebasari menjelma "erotiek" dan romantiek" dalam Percikan Permenungan."
Di dalam Percikan Permenungan terdapat 64 sajak. Sebelas sajak ditulis dalam bentuk soneta. 53 sajak yang lain bentuknya beraneka ragam. Judul sajak-sajak tersebut adalah (1) "Bunda dan Anak", (2) "Rahasia Alam", (3) "Pangkuan Bunda", (4) "Rina", (5) "Lagu Waktu Kecil", (6) "Malam", (7) "Tengah Malam", (8) "Murai", (9) "Asmara", (10) "Pebila?", (11) "Kuburan Bunda", (12) "Didikan yang Sebenarnya", (13) "Kesuma", (14) "Kekayaan Tuhan", (15) Gelap Gulita", (16) Lengang", (17) Bukan Beta Bijak berperi", (18) "Lautan", (19) "Mencahari", (20) Kehilangan", (21) "Kekasihku", (22) "Hujan Badai", (23) "Lagu", (24) "Pucuk Kayu", (25) "Rapuhnya Iman", (26) "Tanah Air", (27) "Kenangan Lama", (28) "Bersayang-sayang", (29) "Di Tengah Sungai", (30) "Bulan", (31) "Dalam Kamar", (32) "Kolam", (33) "Gagas", (34) "Dewi Asmara", (35) "Batang Beringin", (36) "Bintang di Tengah Gelap", (37) "Tampak di Mata", (38) "Kepada yang Bergurau", (39) "Sebagai Mimpi", (40) "Di Mana Akan Pergi", (41) "Mengapa Beta Bermasygul", (42) "O, Bayangan Hitam", (43) "Kolam", (44) "Tolonglah Dirimu, (45) "Alam", (46) "Berkawan", (47) "Dilintas Cinta", (48) "Bernasib", (49) "Tunduk Membukuk", (50) "Pekik Asmara", (51) "Betara Tengah Sigara", (52) "Di Tengah Sunyi", (53) "Merpati", (54)"O, Hati", (55) "Berduka", (56) "Bunga Cempaka", (57) "Menangis", (58) "Kolam di Taman", (59) "Hening Malam', (60) "Air Mata, (61) "Mengeluh", (62) "Anak Molek", (63) "Di Bibir Laut", dan (64) "Larut Malam".
Sebagian besar sajak-sajak Percikan Permenungan ditulis dengan tipografi tertentu, seperti "Bukan Beta Bijak Berperi", "Kolam", dan "Lengang". Keanekaragaman bentuk dan isi sajak dalam Percikan Permenungan merupakan kekuatan Rustam Effendi dalam menulis sajak. Rustam sendiri mengatakan "Dalam angggapan saya sendiri, bukanlah isi perkiraan yang dikandung oleh Bebasari dan Percikan Permenungan itu penting buat penghargaan kesusastraan kita, tetapi ialah tokoh dan tampang serta bentuk dan cetakan dari seloka-seloka yang dilagukannya. Pelarian saya ke lapangan bersyair, diiringi oleh usaha mencoba mencari yang baru."
Percikan Permenungan merupakan kumpulan sajak kedua di Indonesia setelah terbitnya kumpulan sajak Tanah Air yang dikarang oleh Muhammad Yamin.Ajip Rosidi (1985) dalam membicarakan sajak Indonesia mengatakan bahwa dalam Percikan Permenungan, Rustam sedikit sekali memperlihatkan hubungan dengan sajak Melayu Lama. Secara keseluruhan Percikan Permenungan merupakan suatu percobaan dengan bentuk baru dalam persajakan bahasa Melayu dengan bercermin pada persajakan Belanda abad ke-19.