Pulau merupakan novel karya Aspar yang diterbitkan oleh Bhakti Baru, Ujung Pandang, Sulawesi Selatan pada tahun 1976 dengan ketebalan 164 halaman. Novel ini pernah difilmkan atau disinetronkan pada tahun 1992 dengan judul "Laki-Laki dari Tanjung Bira".
Pulau menceritakan kehidupan Suno Lompoyang merasa kesepian tinggal di pulau kecil dan terpencil di Sulawesi Selatan. Tiba-tiba saja ia begitu merindukan kampung halamannya dan masa lalunya padahal ia sudah lebih dari lima belas tahun menetap di pulau tersebut.Suno Lompo berasal dari Tanjung Bira, suatu pulau yang seluruh penduduk laki-lakinya bekerja sebagai pelaut. Karena laut pula, ia kemudian terdampar di pulau terpencil itu.
Kejadian terdamparnya Suno Lompo berawal dari pelayarannya ke Gresik untuk mengantarkan barang.Dalam perjalanan, nakhoda kapal meninggal dunia sehingga seluruh awak kapal harus mencari penggantinya dengan segera. Persaingan Suno Lompo dan Docang untuk menggantikan nakhoda kapal yang meninggal berakhir pada perkelahian. Perkelahian ini membuat semua awak kapal lupa untuk mengendalikan kapal ke tujuan sehingga kapal kehilangan kendali dan masuk ke dalam putaran gelombang dahsyat, kemudian pecah berkeping-keping. Dari semua awak kapal, hanya Suno Lompo yang selamat. Ia kemudian terdampar di pulau yang sekarang ditempatinya.
Pulau juga menceritakan kisah cinta Sattu, anak nakhoda Sanneng Karang,dan Aminah, putri nakhoda Salam Bora. Kisah cinta yang ditentang kedua orang tua membuat Sattu dan Aminah sepakat untuk melarikan diri ke Pulau Pasi, tetapi perahu yang mereka tumpangi terdampar dan mereka tiba di pulau terpencil yang ditempati oleh Suno Lompo. Suno Lompo menikahkan mereka. Pada akhir hayatnya, Suno berpesan agar Sattu dan Aminah meninggalkan pulau itu dan kembali ke Pulau Bira. Sattu memutuskan untuk membawa istri dan calon anaknya meninggalkan pulau itu dan kembali ke Pulau Bira. Peristiwa tragis terjadi ketika mereka sampai di Pulau Bira.
Jakob Sumardjo (1983) menguraikan bahwa warna daerah dalam novel Aspar ini bukan sekadar latar geografis, tetapi menghadirkan seluruh kekayaan budaya masyarakat lengkap dengan ciri-ciri wataknya, simbol-simbol, dan ungkapan-ungkapan yang diambil dari kehidupan masyarakatnya. Bahkan plot cerita itu sendiri muncul dari kondisi budaya masyarakat daerah itu sendiri. Laut, kejantanan, kejujuran dan harga diri adalah "warna daerah" yang dibentuk oleh kehidupan laut masyarakat Sulawesi Selatan. Kecurangan Docang telah mengakibatkan kapal mereka tenggelam dihisap air laut yang berpusar, dan hanya Suno Lompo yang berpegang pada tali kejujuran yang selamat.