Sajak-Sajak Sepatu Tua merupakan buku kumpulan sajak karya Rendra. Kumpulan sajak itu pertama kali diterbitkan di Jakarta oleh penerbit Pustaka Jaya pada tahun 1972. Cetakan kedelapan kumpulan sajak Rendra itu masih diterbitkan oleh Pustaka Jaya pada tahun 2003. Sajak-sajak Sepatu Tua ini terbagi menjadi dua bagian, (1) "Sajak-sajak Sepatu Tua" berjumlah 23 sajak dan (2) "Masmur Mawar" terdiri atas 15 sajak.
Bagian pertama "Sajak-sajak Sepatu Tua" menggambarkan pengalaman penyair saat berkunjung ke Negeri Mancuria, Pyongyang, Moskwa, dan Hongkong. Ketika berkunjung ke Mancuria, misalnya penyair melihat "diriku yang hilang" yang dituangkannya lewat sajak "Mancuria". Demikian pula ketika penyair berada di Pyongyang dan dilanda sepi yang teramat sangat. Dan, bergumullah 'aku' dengan sepi dalam sajak "Hotel Internasional Pyongyang". Situasi yang sama juga tergambarkan lewat sajak "Sungai Moskwa". Dalam sajak ini aku lirik menghabiskan waktunya di atas biduk bernama Valya. Kemudian dalam sajak "Sebuah Restoran, Moskwa" aku lirik berusaha membunuh waktu di sebuah restoran di Moskwa.
Kerinduan akan tanah air kadang-kadang dapat teratasi. Dan, apabila hal itu terjadi aku lirik merasa tentram, sebagaimana yang terbaca melalui sajak "Hotel Aichum, Canton". Sajak lain dalam kumpulan Sajak-Sajak Sepatu Tua yang menggambarkan rasa sepi dan rindu pada tanah air adalah sajak "Sretenski Boulevard". Sajak ini menggambarkan aku lirik yang dilanda sepi dan rindu pada tanah air untuk kesekian kalinya.
Beberapa sajak yang merupakan bagian pertama kumpulan sajak Sajak-Sajak Sepatu Tua menggambarkan bahwa Rendra tampaknya sangat terkesan dengan Rusia, khususnya Moskwa. Sementara itu, bagian lain dari kumpulan sajak ini adalah sajak-sajak yang menggambarkan berbagai kenangan Rendra terhadap pengalaman masa lalu yang tersimpan di dalam benaknya. Misalnya, kenangan masa kanak-kanak, kenangan pada tetangganya, kenangan pada kekasihnya, dan kenangan pada dunia kampung halamannya. "Rumah Pak Karto" adalah salah satu sajak yang menggambarkan seorang petani sederhana yang hidup di desa. Kecintaan pada kehidupan desa menimbulkan kerinduan penyair pada alam, angin, dan sungai seperti yang terungkap lewat sajak "Sungai Musi". Kemudian, sajak-sajak lain yang juga menggambarkan kesan-kesan tertentu pada masa lalu adalah sajak-sajak "Rumah Nyonya Abraham", "Rumah Andreas", "Sawojajar 5, Yogya", "Jalan Sagan 9, Yogya", "Jalan Bogor-Jasinga", dan "Kebun Belakang Rumah Tuan Suryo".
"Rumah Nyonya Abraham" menggambarkan kesan-kesan penyair terhadap tetangganya, Nyonya Abraham yang sedang menanti anaknya yang tidak pulang-pulang. Kemudian, kesan penyair terhadap keluarga Andreas tereksplisitkan lewat sajak "Rumah Andreas". "Sawojajar 5, Yogya" dan "Jalan Sagan 9, Yogya" adalah dua sajak Rendra yang menggambarkan kenangannya terhadap mantan-mantan kekasih yang tinggal di jalan Sawojajar 5, Yogya dan Jalan Sagan 9, Yogya.
Selain sajak-sajak yang bertemakan kesepian dan kerinduan ketika tinggal di negeri orang serta sajak-sajak pada masa kanak-kanak, dan sajak-sajak kenangan pada kekasih, di dalam kumpulan Sajak-Sajak Sepatu Tua terdapat pula sajak-sajak yang bertemakan ketuhanan. Bagian sajak di dalam Sajak-Sajak Sepatu Tua yang bertemakan ketuhanan ini diberinya judul "Masmur Mawar". Lima belas sajak yang bertemakan ketuhanan ini adalah "Masmur Pagi", "Doa Malam", "Sebuah Dunia yang Mudah", "Amsal Seorang Santu", "Doa Orang Lapar", "Doa Seorang Serdadu Sebelum Perang", "Ya, Bapa", "Lonceng Berkelenengan", "Tobat", "Gereja St. Antonius Solo", "Datanglah Ya Allah", "Masmur Mawar", "Litoni Domba Kudus", "Amsal Sebuah Perjalanan ke Golgota", "Sajak Seorang Tua untuk Istrinya".
Rainer Carle (1978) mengatakan bahwa sajak Rendra yang terkumpul dalam kumpulan sajak Sajak-Sajak Sepatu Tua termasuk sajak-sajak tahap kedua dalam proses penciptaan sajak-sajak Rendra. Sajak-Sajak Sepatu Tua ini diciptakan antara bulan April 1959—April 1960.