Rudi Jalak Gugat merupakan kumpulan sajak karya Yudhistira ANM Massardi. Buku itu diterbitkan oleh PT Indira, Jakarta, pada tahun 1982. Pada edisi pertama buku setebal 64 halaman itu tertera harga Rp875,00. Dalam kumpulan sajak Rudi Jalak Gugat termuat 32 sajak yang hampir semuanya disertai angka tahun penulisannya. Sajak yang ditulis pada tahun 1976 ada tiga buah, tahun 1977 ada dua buah, tahun 1981 ada sembilan buah, tahun 1982 ada sembilan buah, dan yang tidak terdapat angka tahunnya ada satu buah. Selain 32 buah sajak, Rudi Jalak Gugat juga memuat beberapa cuplikan berita dari surat kabar Kompas.
Dalam pengantar buku kumpulan sajak itu disebutkan bahwa keseluruhan sajak yang terkumpul merupakan satu kesatuan yang utuh. Sajak-sajak yang dimuat merupakan rekaman, ungkapan, cermin, dan gejolak jiwa penyairnya yang secara umum dengan sederhana. Sajak-sajaknya merupakan catatan harian yang mudah dibaca orang dan disebut sebagai otokritik yang habis-habisan.
Kumpulan sajak ini pernah ditampilkan di Teater Arena Taman Ismail Marzuki begitu kumpulan sajak ini terbit. Ketika itu Yudhistira di depan para penikmat membacakan sajak-sajaknya dan diselingi sajak yang dinyanyikan oleh Franky Sahilatua dan Yudhistira sendiri.
"Rudi Jalak Gugat" sendiri merupakan sajak terpanjang dalam kumpulan itu (204 baris). Isinya mengisahkan nasib seorang anak muda Indonesia bernama Rudi Jalak. Rudi lahir dalam situasi zaman yang semrawut. Ia menjadi pemuda yang terhimpit kemiskinan dengan masa depan yang suram serta sikap hidup yang slebor. Situasi negerinya menggiringnya ke dalam situasi seperti itu. Penampilannva yang selalu slebor, giwang di kuping kanan dan bercelana bluejeans, berkembang menjadi oposan yang selalu berlawanan dengan kemapanan. la memimpin setiap perlawanan. Lahirnya sajak "Rudi Jalak Gugat" ini diilhami oleh gejolak zaman di tengah kehidupan anak-anak muda, khususnya Jakarta.
Fakhrunnas MA Jabbar (1983) berpendapat bahwa lewat sajak-sajaknya Yudhistira berusaha seintens mungkin meneropong situasi sosial yang sedang berlaku saat itu. Banyak yang menggugah hatinya, banyak yang merangsang pikirannya untuk melahirkan protes-protes kecil lewat sajak. "Rudi Jalak Gugat", sajak yang sekaligus menjadi judul kumpulan tersebut, benar-benar merupakan potret anak muda ketika itu. Barangkali tingkah laku dan sikap sang tokoh lirik sebagian besar bersumber dari protes diri penyairnya.
Sapardi Djoko Damono (1998) antara lain mengungkapkan bahwa dengan sajak "Rudi Jalak Gugat" yang panjangnya sampai sembilan halaman ini penyair mencoba kepandaiannya menyusun teknik persajakan yang rapi, dengan rima dan sebagainya, untuk menampung berbagai macam isi yang serba tak rapi itu. Dengan penggarapan yang sedikit telaten, sebenarnya sajak ini bisa jauh lebih rapi dalam soal teknik, sehingga tegangan yang ada antara teknik dan isi bisa tinggi.
B. Rahmanto dalam tulisannya "Warna Ungu dalam "Rudi Jalak Gugat"nya Yudhistira ANM Massardi" (1982) mengungkapkan bahwa dari ke-32 sajak, baik yang berbentuk sketsa ataupun berpusat pada aku lirik, terasa simbolik dan sedikit filosofis. Warna yang dominan adalah warna ungu, warna sedih, ketidakberdayaan yang kadang berakhir dengan gumam lirih, kepasrahan, ketus, dan getir.
Budiarto Danujaya (Kompas, 1983) berpendapat Rudi Jalak Gugat merupakan gambaran sebuah generasi yang disebut dengan generasi ala Rudi Jalak, yang gamang, bimbang, bingung, dan khawatir karena kehilangan kepercayaan dan peran. Generasi yang terus menjadi objek, tak didengar pendapat dan gejolakjiwanya, yang terus diarahkan sampai "tak bisa ke kiri dan ke kanan". Generasi yang perlahan-lahan kehilangan arti dan karena itu mencoba menggugat.