| |
Senja Di Jakarta merupakan novel karya Mochtar Lubis. Novel ini selesai ditulis pada bulan Maret 1957 ketika pengarangnya berada dalam tahanan pada masa Orde Lama. Pada tahun 1961, atas izin pemerintah, Mochtar Lubis memenuhi undangan dari IPI (International Press Institute) untuk menghadiri konferensi internasional di Tel Aviv. Naskah novel itu dibawanya dalam konferensi tersebut. Selanjutnya, karya tersebut diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh ClaireHolt dengan judul Twilight in Jakarta dan diterbitkan pertama kalinya tahun 1963. Setahun kemudian, tahun 1964, terbit pula terjemahannya dalam bahasa Belanda atas usaha P.H. Fruithof dengan judul Schemer over Djakarta. Sekitar tahun 1965 Malaysia menerbitkan Senja di Jakarta sebagai seri karangan bersambung dalam ejaan Malaysia yang kemudian diterbitkan dalam bentuk buku oleh Pustaka Antara. Baru pada tahun 1970 Senja di Jakarta terbit dalam edisi aslinya oleh Badan Penerbit Indonesia Raya dan cetakan kedua tahun 1981 diterbitkan oleh Pustaka Jaya. Selain itu, Senja di Jakarta diterbitkan juga dalam terjemahan bahasa Itali, Spanyol, Korea, dan Jepang. Pada tahun 1992, novel ini diterbitkan kembali oleh Yayasan Obor Indonesia (YOI) (cetakan II tahun 2009)
Pada tahun 1967 novel tersebut diangkat ke layar lebar dengan sutradara Nico Pelamonia oleh Tuti Mutia Film Production tanpa perubahan judul. Transformasi novel menjadi film menambah panjang deretan novel Indonesia sebagai wujud reproduksi sastra dengan sasaran yang relatif lebih luas tanpa memandang tingkat pendidikan khalayaknya.
Isi novel itu terdiri atas 8 bagian. Kedelapan bagian itu memuat laporan kota yang dimulai bulan Mei hingga Desember. Sebagai laporan kota, setiap bagian menampilkan berita kehidupan yang berlangsung di Jakarta. Pada akhir cerita tercantum titimangsa, Jakarta, 7 Maret 1957. Yang menjadi bahan cerita adalah kehidupan sosial politik ibukota pada tahun 1950-an. Suryono, pegawai pada Kementerian Luar Negerim, baru pulang dari berdinas di luar negeri (Amerika). Sepulangnya dari dinas di luar negeri itu, Suryono merasa tidak nyaman dan merasa asing di negerinya sendiri. Raden Kaslan, ayahnya, menyuruhnya untuk keluar dari dinas kementrian itu untuk menekuni bisnis ayahnya tersebut. Ajakan ayahnya itu diterimanya dan ia langsung terjun dalam dunia bisnis. Ayahnya adalah pengusaha sukses yang menjadi aktivis partai. Bisnisnya itu sendiri dilindungi oleh partai dan sekaligus juga memberikan keuntungan kepada partai. Raden Kaslan sekeluarga membuka jalinan bisnis dalam bentuk perusahaan fiktif yang menangani lisensi uimpor barang kebutuhan pokok rakyat yang semuanya dikendalikan oleh keluarga.
Suryono menjadi kaya raya dan dikenal sebagai playboy. Ia berselingkuh dengan ibu tirinya (Fatma), pelacur kelas atas (Dahlia), sambil terus mengejar teman berdiskusinya (Isye). Namun, gadis yang disebut terakhir ragu-ragu untuk menerima Suryono.
Keadaan Indonesia digambarkan sebagai negara yang korup yang melahirkan orang kaya semakin kaya dan orang miskin semakin melarat. Idris, pegawai negeri yang jujur, tersungkur dalam kehidupan yang morat-marit karena tidak ikut terbawa arus. Istrinya, Dahlia, menyeleweng dengan Suryono. Sementara itu, Sugeng, pegawai Kementerian Perekonomian, tidak tahan oleh tuntutan istrinya, Hasnah, untuk hidup enak dan ia terbawa arus zaman Ia ikutr ambil bagian dalam bisnis Raden Kaslan sesuai dengan jabatannya.
Pada saat Raden Kaslan dan kawan-kawannya mengeruk keuntungan sebanyak-banyak dengan korupsi, kaum intelektual berdiskusi, berdebat membela ideologi masing-masing, rakyat jelata yang diwakili oleh Saimun, Itam, Pak Ijo (kusir tua) dan istrinya Neneng hidup dalam kemelaratan. Gambaran masyarakat Jakarta yang timpang kehidupan sosial ekonominya tampil begitu tegas.
Kehidupan sosial ekonomi Jakartra makin kacau. Surat kabar oposisi membongkar kecurangan partai yang sedang berkuasa. Mula-mula Halim, sang wartawan, membela partai pemerintah, tetapi setelah partai yang berkuasa melemah, Halim berbalik menyerang partai yang semula dibelanya itu. Terbongkarnya bisnis lisensi impor yang melibatkan partai yang berkuasa, menyebabkan Raden Kaslan dipanggil polisi, dan Sugeng ditangkap di rumahnya. Suryono bersama ibu tiri selingkuhannya bermaksud kabu, tetapi mengalami kecelakaan di kawasan Puncak.
Senja di Jakarta tergolong novel yang banyak mendapat tanggapan darikhalayak pembacanya. Ajip Rosidi dalam Ikhtisar Sejarah Sastra Indonesia (1976) menyatakan bahwa novel itu mendapat sambutan dari pers dunia. Novel itu melukiskan kehidupan politik kotor para koruptor, manipulator, dan profiteur di Jakarta dengan latar belakang kehidupan rakyat jelata.
Maman Mahayana (1992) manyatakan bahwa novel Mochtar Lubis itu menggambarkan keadaan masyarakat ibu kota Jakarta tahun 1950-an. Kemiskinan terjadi di mana-mana, korupsi merajalela, penyalahgunaan kekuasaan dan kebobrokan moral terjadi dimana-mana. Meningkatnya suhu politik melengkapi penderitaan rakyat. Teeuw (1980) menyebut novel ini sebagai karya Mochtar Lubis yang agung dengan menyatakan bahwa dari segala segi karya ini merupakan novel yang matang, memberikangambaran amat mendalam tentang Jakarta yang korup, kacau, dan tak berperikemanusiaan pada tahun 1956. Disebutkannya pula bahwa karya itu berbentuk semacam kronik bulanan, yang di dalamnya pengarang mengemukakan gambaran yang berturut-turut tentang pelbagai golongan di Jakarta dari bulan ke bulan—pemimpin-pemimpin politik yang korup; klub studi intelektual yang kerjanya hanya bercakap-cakap, orang-orang dari lapisan menengah dalam masyarakat; golongan proletariat yang sebenarnya yaitu para penarik beca, perempuan lacur dan para pemungut kotoran.