Selembar Daun merupakan kumpulan sajak pertama karya Wing Kardjo yang diterbitkan pertama kali oleh Pustaka Jaya, Jakarta, pada tahun 1974 dengan ilustrasi jilid dibuat oleh Popo Iskandar.
Selembar Daun merupakan himpunan sajak yang ditulis oleh Wing Kardjo ketika berada di Prancis dan Indonesia. Kumpulan sajak Wing Kardjo itu terdiri atas dua bagian, yaitu Selembar Daun dan Le Poete Maudit. Dalam Selembar Daun terhimpun sajak-sajak (1) "Sumber", (2) "Torehan", (3) "Spleen", (4) "Akhir Tahun", (5) "Hujan", (6) "La Nausee", (7) "Musim Semi", (8) "Slemmstad", (9) "Seperti dalam Mimpi", (10) "Kutuliskan", (11) "Salju", (12) "Am Lunsberg", (13) "Sulla Terra Nuda", (14) "Sarang", (15) "Au revoir (1)", (16) "Malam-Malam Musim Itu", (17) "Sajak dalam Angin", (18) "Tanah Tua", (19) "Au revoir (2)", (20) "Tanda", (21) "Seascape", (22) "Penyeberangan", (23) "Whisper in the Night", (24) "Sehabis Pertempuran", (25) "The Shadow of Your Smile", (26) "Lampu", (27) "Sajak", (28) "Wajah", (29) "Point of No Return", (30) "Sementara", (31) "Lanscapa", (32) "Endless Tape", (33) "Nyanyian", (34) "Bayang-Bayang", (35) "Potret Senja", (36) "Depan Pusara", (37) "Selembar Daun"; sementara dalam La Poete Maudit terhimpun sajak-sajak (38) "Never More", (39) "Menara", (40) "Macbeth", (41) "Kepada Pelukis Salim", (42) "L 'Espoir", (43) "Surat dari Place Danton", (44) "Sajak dari Place St. Michel", (45) "Ponts des arts", dan (46) "Le Poete Maudit".
Selembar Daun oleh penyairnya diawali dengan pengantar "Kepada Pembaca": 'Pungutlah sajak-sajak yang kubuang/--tak berhasil/kaulihat dalamnya bayang-bayang persoalan kerdil/tapi lahaplah buku pengakuan miskin ini/kuserahkan padamu: jiwaku telanjang kaya begini.' Tentang sajak-sajaknya, Wing Kardjo mengatakan bahwa tidak ada faktor luar yang mampu mendiktenya dalam menulis sajak sehingga apa pun yang dituntut darinya oleh orang lain, yang terekspresikan tetaplah ditentukan oleh dirinya sendiri. Mengenai irasionalitas beberapa sajaknya, ia menjelaskan bahwa pusinya adalah rekaman mimpi oleh otak yang rusak. Sajaknya bukan pengetahuan, melainkan bayang-bayang. Wing menambahkan bahwa sajak-sajaknya hanya mampu menyinggung masalah secara umum, dan tidak mungkin menunjuk hidung.
Sutardji Calzoum Bachri dalam Horison April 1976 meyatakan sebagai berikut: "Sebagai penyair Wing asyik dan setia dengan dunianya sendiri yang secara bahasa pop disebut orang dunia percewekan atau untuk lebih tepatnya lagi kerinduannya pada cewek-cewek." Gunoto Saparie dalam tulisannya "Selembar Daun Cinta dan Seks" (Suara Karya, 20 Juli 1979, hl. 4) membenarkan anggapan Sutardji Calzoum Bachri itu. Menurutnya, obsesi dan "kerinduan akan cewek" itu terbias dalam hampir seluruh sajak Wing Kardjo yang terhimpun dalam Selembar Daun.
Sementara itu, Herman Ks. dalam tulisannya "Sajak Resah Wing Kardjo" (Berita Buana, 5 Juli 1977) mengemukakan pendapat yang hampir bersamaan dengan pendapat Sutardji Calzoum Bachri dan Gunoto Saparie, yaitu bahwa hampir seluruh sajak yang terhimpun dalam Selembar Daun mencerminkan suasana hati yang dihimpit rasa sepi dan resah, yang tentunya bertolak dari obsesi dan kerinduan akan cinta yang tak kunjung tiba.