"Selamat Jalan Anak Kufur" merupakan drama satu babak karya Utuj Tatang Sontani yang diterbitkan pada tahun 1956 dalam majalah Indonesia VII/8. Drama itu merupakan cerita yang memiliki gagasan pokok tentang pembangkangan atas pemilik "modal", yakni germo yang mengatur hidup pelacur. "Selamat Jalan Anak Kufur" merupakan kisah hidup seorang anak gadis yang bernamaTiti. Titi bekerja sebagai pelacur pada seorang perempuan tua sinis pemilik sebuah warung kopi. Dalam tatanan kehidupan bersosial, perempuan tua yang dipanggil Ibu ini menganggap bahwa semua laki-laki sama dan uanglah satu-satunya hal paling penting.
Lain halnya dengan Titi, ia tidak menerima pemikiran perempuan tua tempat ia tinggal. Sesungguhnya Titi bukanlah tipe seorang yang rela mengorbankan kebebasan memilih. Baginya kehidupan antarsesama manusia lain sangat diperhatikan, walaupun ia sendiri sedang berada dalam kehidupan dunia kebesan dimaksud. Akhirnya, Titi memilih pilihan hati yang menurutnya baik, pilihan untuk membentuk sebuah rumah tangga yang menjadi impian oleh setiap orang. Setelah hatinya tertambat pada seorang laki-laki penarik beca yang bernama Rais. Dari Rais, Titi tidak menuntut banyak karena ia tahu bahwa yang dapat dipersembahkan penarik becak itu sebuah kemiskinan dan kerja keras.
Perempuan tua tidak merestua hubungan Titi dengan Rais tukang becak ini. Bagi si Ibu, apalah artinya seorang tukang becak bagi Titi yang dianggap hidup berkecukupan dari hasil melayani banyak laki-laki. Rais, baginya dipandang sebagai kaum rendah yang tak punya harga diri yang mendekati Titi hanya untuk memperalat Titi dengan segala kesewenang-wenangannya.
Klimaks dari perseteruan antara si Ibu, Titi, dab Rais inilah yang akhirnya membuat Titi diusir oleh Ibu tua tempat ia tinggal sudah bertahun-tahun lamanya.Dalam kebimbangan yang memuncak antara si Ibu yang telah menghidupkannya, dan ajakan Rais si tukang becak, Tidi seakan-akan berada di dua sisi. Ia bimbang. Dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu, akhirnya Titi memilih Rais. Akibatnya, Titi dipandang sebagai anak kufur dari jalan kafir. Judul sastra drama ini mengandung ironi terhadap konsep awal. Titi disebut sebagai anak kufur padahal ia keluar dari tindak kekufuran yakni kembali ke jalan yang benar untuk menjadi perempuan baik bagi seorang lelaki semata-mata.
H.B. Jassin dalam Kesusastraan Indonesia Modern dalam Kriitik dan Esei II. 1985. Jakarta: Gramedia. Cet. I. Gunung Agung, 1962. (1985: 149) memberi komentar terhadap karya santra dari Utuy Tatang Sotani dengan menyatakan bahwa persoalan yang diungkapkan Sontani dalam dramanya adalah apakah manusia? Sampai ke mana manusia bias bebas dalam keterikatannya pada masyarakat, pada sekitarnya, pada dirinya?