Tebaran Mega merupakan kumpulan sajak karya Sutan Takdir Alisjahbana. Buku ini telah diterbitkan beberapa kali. Penerbit Dian Rakyat tercatat menerbitkan kumpulan sajak ini lima kali, yaitu cetakan pertama (1935), cetakan kedua (1963), cetakan ketiga (1984), cetakan keempat (1988), dan cetakan kelima (2008).
Kumpulan sajak ini juga telah diterbitkan di Malaysia (1963) oleh penerbit BI-Karya Publication Limited, Kuala Lumpur.
Puisi-puisi dalam kumpulan tersebut juga pernah dimuat dalam edisi khusus majalah Pujangga Baru, III/11, Mei 1936.
Tebaran Mega memuat 38 sajak, yakni "Nikmat Hidup", "Dalam Gelombang", "Di Kakimu", "Apakah Maknanya", "Segala, Segala", "Air Mata", "Tak Mengerti", "Kepada Anakku (I)", "Kepada Anakku (II)", "Rasa Diri", "Bertemu", "Nikmat Semata", "Mengapa Serapuh Itu?", "Betalah Tahu", "Panggilan Hidup", "Menyambut Hidup", "Sesudah Dibajak", "Api Suci", "Tiada Tertahan", "Semarak Itu", "Kenangan", "Menyeberang", "Di Tepi Pagar", "Perjuangan", "Demikian ...", "Kembali ...", "Sesudah Topan", "Sinar Bintang", "Awan Berkuak", "Berayun Dialun", "Bisik Hidup", "Di Tepi Pantaimu", "Lagu", "Perambah Papa", "Perdu Ditanam", "Perjuangan", "Pohon Beringin", dan "Pohon di Kebun". Beberapa sajak dalam kumpulan itu berbentuk soneta ("Nikmat Hidup", "Dalam Gelombang", "Apakah Maknanya", "Air Mata", "Kepada Anakku (I)", "Rasa Diri", "Betalah Tahu", Sesudah Dibajak", "Api Suci", "Tiada Tertahan", "Semarak Itu", dan "Kembali").
Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa tema yang terkandung dalam kumpulan sajak ini berkisar kesedihan, kerinduan, keputusasaan, dan harapan hidup.
Ajip Rosidi dalam Ikhtisar Sejarah Sastra Indonesia(1982) berpendapat bahwa dalam kumpulan sajak itu tergambar pergulatan Sutan Takdir Alisjahbana yang hampir larut dalam kesunyian teosofi Krishnamurti, yang kemudian bangkit menjadi pejuang yang penuh semangat dan kegembiraan.
Teeuw (1978) Dalam Sastra Baru Indonesia I membicarakan kumpulan sajak Tebaran Mega secara khusus. Menurut Teeuw, sajak Sutan Takdir Alisjahbana dalam buku itu merupakan sajak yang berisi ungkapan kejujuran penyair. Ia secara terus terang mewujudkan tenaga serta kesungguhan cita-citanya dalam kumpulan sajak itu. Sajak-sajak dalam kumpulan ini merupakan sajak peristiwa yang ditulis setelah istri pertama Sutan Takdir Alisjahbana meninggal dunia. Penderitaan menyebabkan "aku" lirik kuat dan teguh. Hidup disiasatinya sebagai perjuangan terus-menerus yang harus diupayakan dengan sungguh-sungguh. Hidup bukan sekadar angan-angan atau tenggelam dalam kesedihan yang berlarut-larut. Naskah asli kumpulan sajak "Tebaran Mega" dalam bentuk ketikan tersimpan di Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin, Jakarta.