Fridolin Ukur tergolong penyair Angkatan 66. Dia beragama Kristen Protestan dan seorang pendeta. Dalam puisi-puisinya terlihat jelas kekristenannya itu. Fridolin Ukur lahir tanggal 5 April 1930 di Tamianglayang, Kalimantan Tengah dan meninggal 26 Juni 2003. Dia menikah dengan Sri Partiwi.
Pendidikan formal yang pernah dijalaninya adalah Chr. HIS pada tahun 1942, sekolah menengah pertama pada tahun 1946, VHO (Vis & Natuurkunde Afd) pada tahun 1948, Sekolah Tinggi Theologia di Jakarta pada tahun 1956, dan Fakultas Theologia Basel pada tahun 1965.
Fridolin Ukur mendapat gelar Doktor Teologi hari Senin, 20 Desember 1971, setelah mempertahankan disertasinya yang berjudul "Tantang Jawab Suku Dayak", yaitu suatu penyelidikan tentang unsur-unsur yang meliputi penolakan dan penerimaan Injil di kalangan Suku Dayak.
Fridolin Ukur pernah menjadi dosen Ilmu Jiwa Sosial di Universitas Jenderal A. Yani, Banjarmasin dan dosen History of English Literature di IKIP Negeri Banjarmasin. Ia menjadi Rektor Akademi Theologi Banjarmasin. Sebelum menjadi mahasiswa di Sekolah Tinggi Theologi, ia menjadi anggota Tentara Nasional Indonesia dengan pangkat letnan muda (1948—1950). Akhirnya, ia rela melepaskan pangkatnya itu demi panggilan hidupnya sebagai pendeta.
Pada tahun 1952 bersama teman-temannya mereka mewakili pemuda Kristen Indonesia dalam Konferensi Pemuda Kristen Sedunia di Travancore. Pada tahun 1956 ia pergi ke Roma dan Bangkok. Dia pernah menjadi Sekretaris Jenderal Pengurus Pusat Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) pada tahun 1955—1957. Dalam Sidang Raya X Dewan Gereja Indonesia (DGI) di Ambon, Fridolin Ukur terpilih sebagai Sekretaris Umum Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia untuk periode 1984—1989. Ketika masih menjadi mahasiswa Sekolah Tinggi Teologi, ia pernah menjadi ketua redaksi majalah GMKI.
Dia mulai menulis ketika memasuki usia remaja, yakni sejak di SMP (zaman Jepang), ia sudah ikut menerbitkan majalah sekolah. Setelah itu, ia menjadi redaktur majalah pemuda Kristen Panggilan. Sejak 1955 ia menjadi ketua redaksi majalah Ut Omnes Unum Sint dan menjadi Wakil Ketua Pengurus Umum I Serikat Pers Mahasiswa Indonesia (SPMI). Fridolin Ukur pernah memakai nama samaran "Eff. Serau" dalam karyanya yang dimuat di majalah.
Ch. Kiting (1963) memberi gelar Fridolin sebagai "Penyair Kristen Indonesia" karena karya-karyanya memperlihatkan kekristenannya. Namun, tidak semua puisinya mengambil objek Kristen, ada juga puisi yang berbicara tentang kemanusiaan, seperti dalam kumpulan sajaknya Malam Sunyi.
Kornelius K.W.A. (1981) menyatakan bahwa Fridolin Ukur hampir menyamai penyair Italia, Dante Alighieri (1265—1321). Menurutnya, Fridolin adalah pejuang moral selaras dengan profesinya sebagai pendeta. Dia adalah pejuang bagi masyarakat kelas bawah. Tidak mengherankan jika puisinya yang berjudul "Puisi Sengketa" menimbulkan pro dan kontra karena puisi itu mengkritik sidang Dewan Gereja Indonesia yang menghabiskan dana besar.
Sementara itu, di sisi lain para buruh wanita megap-megap dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
M.S. Hutagalung (1963) mengatakan bahwa puisi-puisi Fridolin Ukur dijiwai oleh kerohaniannya. Sebagai seorang pendeta, ia mempunyai tanggung jawab yang besar terhadap umatnya. Di samping harus berjuang dalam perang Bharatayuda di dalam dirinya, ia juga harus menggembalakan umatnya.
Karya-karya Fridolin Ukur pernah dimuat dalam majalah Ut Omnes Unum Sint, National-Zeitung Basel, Baslert Nachrichten, La vie Protesan, dan Zurichsee Zeitung. Karya Fridolin Ukur, antara lain adalah Malam Sunyi (kumpulan puisi, 1961, Badan Penerbit Kristen, Jakarta); Darah dan Peluh (kumpulan puisi, 1963, Badan Penerbit Kristen Indonesia, Jakarta); dan Belas Tercurah (kumpulan puisi, 1980, Satya Wacana, Semarang).