Mahbub Djunaedi lebih dikenal sebagai tokoh pers, politisi, kolumnis, dan agamawan daripada seorang sastrawan. Mahbub Djunaidi yang lahir pada tanggal 27 Juli 1933 di Jakarta dan meninggal sekitar pukul 03.30 pada tanggal 1 Oktober 1995 di keddiamannya, Jalan Taman Karawitan, Bandung. Ia menulis cerita pendek, sajak, dan novel. Istrinya bernama Asni Asnawi. Ayahnya, Djunaidi, seorang kiai yang tidak tergolong pemberontak revolusioner, tetapi dengan caranya sendiri ia dapat menjauhi kerja sama dengan Belanda. Bersama keluarganya Mahbub mengungsi ke Solo. Ia menempuh pendidikannya di Jakarta. Setelah menamatkan SLTA, ia kuliah di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, tetapi tidak tamat.
Minatnya di bidang politik dan keorganisasian sudah muncul ketika ia menginjak remaja. Ketika berusia 19 tahun, ia menjabat Ketua Ikatan Pemuda Pelajar Indonesia (IPPI) dan anggota Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama. Kariernya dalam organisasi terus meningkat dengan keberhasilan ia menjabat Ketua Umum Pemuda dan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) tahun 1960—1967, dan Ketua Gerakan Pemuda Ansor. Sebagai puncak kariernya, Mahbub ddiangkat menjadi Wakil Sekjen Nahdlatul Ulama (NU) dan Wakil Ketua I PBNU periode 1970—1979 dan 1984—1989. Selain itu, partai NU juga menunjuknya sebagai wakil di DPR periode 1977—1982.
Di samping aktif dalam bidang politik dan keorganisasian, Mahbub juga memiliki karier dalam bidang jurnalistik. Kariernya dalam bidang jurnalistik itu makin berkembang setelah ia menjabat Pemimpin Redaksi Duta Masyarakat (1960—1970), yakni surat kabar yang bernaung di bawah Nahdlatul Ulama. Dia ddiangkat sebagai Wakil Ketua PWI Pusat (1963) dan Ketua Umum PWI Pusat (1965—1970).
Sementara itu, minatnya dalam bidang sastra sudah muncul ketika Mahbub masih muda. Sesungguhnya, sejak kecil, ia sudah mulai menulis sajak dan cerita pendek. Ketika bersekolah di SMP, tahun 1948, karyanya sudah dimuat dalam majalah anak-anak Sahabat terbitan Balai Pustaka dan ketika di SMA syairnya dimuat dalam majalah Pemuda Masyarakat dan Siasat asuhan Rosihan Anwar. Tahun 1954 ia menulis novel percintaan di kebun teh yang berjudul "Angin Musim" kemudian ia menulis sajak dan cerita pendek sampai tahun 1958. Cerita pendeknya dipublikasikan dalam berbagai majalah, antara lain "Kalau Sore-Sore" dalam Merdeka (1955), "Lahirnya Seorang Petani" dalam Siasat (1955), "Manisku Mau ke Mana?" dalam Forum (1955), "Tamu dari Timur" dalam Prosa (1955), "Mati dalam Senyum" dalam Star Weekly (1956), dan "Lagu Sebelum Tidur" dalam Kisah (1957). Sajaknya yang telah dipublikasikan, antara lain "Doa", "Gadis Main Piano", "Makam Pahlawan Karet", "Pertemuan dan Perpisahan" dalam Siasat (1952), dan "Anak yang Kematian" dalam Siasat (1953).
Tahun 1974 Ramadhan K.H. mengundangnya sebagai pembicara dalam ceramah di Taman Ismail Marzuki (TIM) dengan tema "Dunia Sastra bagi Saya". Satyagraha Hoerip menyatakan bahwa Mahbub yang terkenal sebagai tokoh pers itu sangat kreatif dan produktif sebagai cerpenis sekitar tahun 1954--1958 dan namanya telah terpampang dalam Kisah, majalah sastra yang menjadi target para pengarang agar karyanya dimuat di dalamnya. Sementara itu, H.B. Jassin mengungkapkan bahwa sebagai pengarang, Mahbub memiliki gaya asli yang tercipta oleh lingkungannya sebagai wartawan bukan sesuatu yang dicari-cari. Tulisannya merupakan campuran antara jurnalistik dan sastra.
Minat Mahbub dalam dunia sastra itu akhirnya membuahkan hasil dengan diraihnya penghargaan DKJ untuk novelnya yang berjudul Dari Hari ke Hari. Novel setebal 147 halaman itu pertama kali diterbitkan oleh Balai Pustaka tahun 1975 dan tahun 1976 diterbitkan kembali oleh Penerbit Pustaka Jaya. Mahbub menyatakan bahwa novel itu sesungguhnya merupakan novel outobiografi tentang pengalaman masa kanak-kanaknya yang membekas dan menimbulkan kenang-kenangan. Mahbub juga pernah menyadur Animal Form George Ordell dengan judul Binatang.
Pada akhir hidupnya, setelah jabatan-jabatan yang digenggamnya lepas, Mahbub memilih sebagai kolumnis dan bersastra-sastra. Dia mengisi rubrik tetap "Asal-Usul" dalam Kompas Minggu. Sebelum meninggal, ia sempat menyiapkan tulisan untuk rubrik itu.