M. Poppy Hutagalung seorang penyair, dan telah menikah dengan penyair A.D. Donggo, namanya menjadi M. Poppy Donggo dilahirkan di Jakarta 10 Oktober 1941 dari keluarga Protestan.
Setelah menamatkan pendidikannya di Sekolah Menengah Atas, Poppy melanjutkan pendidikannya ke Perguruan Tinggi Publisistik, Jakarta, sampai tingkat Sarjana Muda. Pada tahun 1967 Poppy Hutagalung menikah dengan seorang penyair A.D. Donggo, kelahiran Bima, Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. Pada tahun 1969 pasangan penyair M. Poppy Hutagalung dan penyair AD. Donggo dikaruniai seorang putra.
M. Poppy Hutagalung oleh H.B. Jassin dalam bukunya Angkatan 66 dimasukkan ke dalam kelompok Angkatan 66 dengan tujuan memperkenalkan para pengarang yang mempunyai bakat dan karyanya yang baik walaupun mereka itu belum sempat menerbitkan karyanya dalam bentuk buku. Pada saat itu M. Poppy Hutagalung belum menerbitkan satu pun buku karyanya. Baru pada tahun 1970 Badan Penerbit Kristen Jakarta menerbitkan buku kumpulan puisinya Hari-Hari jang Tjerah.. Dari hasil karyanya yang terlepas-lepas Jassin melihat bahwa penyair ini menunjukkan bakat kepenyairan yang baik. Sajaknya yang dimuat dalam buku Angkatan 66 adalah "Pada Suatu Bulan yang Cerah", "Kereta Tua", "Surat", dan "Di Bawah Kepak Sayap yang Mahasakti".
M. Poppy Hutagalung hingga sekitar tahun 1990-an bekerja sebagai anggota staf redaksi Harian Sinar Harapan di Jakarta. M. Poppy Hutagalung menulis puisi sejak masih sangat muda. Menurut catatan Dr. Ernst Ulrich Kratz dalam bukunya Bibliografi Karya Sastra Indonesia dalam Majalah: Drama, Prosa, M. Poppy Hutagalung menulis pertama kali dalam majalah Mimbar Indonesia 1950. Jadi, pada usia kurang lebih 15 tahun ia sudah menulis puisi yang pertama yang berjudul "Yatim." Pada saat itu juga ia telah aktif membantu beberapa majalah remaja di Jakarta, antara lain, majalah Teruna terbitan oleh Balai Pustaka.
Sajak-sajak M. Poppy Hutagalung yang dimuat dalam Mimbar Indonesia 1957, antara lain "Cerita Buat Bapak", "Doa dan Manusia", "Kecelakaan", "Kekasih", "Kemarin", "Pagi di Ciumbuleuit", "Pamit", "Pemujaan", "Pengalaman", "Petualang Siang", "Sangkar", "Tembang Dara", dan "Tiada Senyum Untukmu." Dalam Mimbar Indonesia tahun 1958 dimuat sajaknya yang berjudul " Asing", "Bayiku", "Besok", "Dapurku", "Dua Gadis", dan "Dunia Bukan Miliknya". Mimbar Indonesia 1959 memuat sajak Poppy "Cerita Buat Anakku", "Di Suatu Pesta Natal", "Ketuk Pintu Hatiku", "Kurnia", "Penyerahan", dan "Sebelum Tidur." Mimbar Indonesia tahun 1960 memuat sajak Poppy "Gelisah", "Istirahat", "Kepada Kawan", "Mimpi". Majalah Sastra tahun 1961 memuat sajaknya "Pada Suatu Bulan yang Cerah" dan 1962 memuat sajak "Surat". Dalam majalah Horison tahun 1968 dimuat sajak Poppy Hutagalung "Teja".
Sajak yang berjudul "Bayiku", "Kepercayaan", "Di Suatu Pesta Natal", "Bisikan", dan "Natal" dimuat kembali dalam buku Hari-Hari Yang Cerah. Isi buku ini dibagi dalam empat bagian, yaitu "Bisik Harap" terdiri atas 10 sajak, "Djendela jang Terbuka" terdiri atas 5 sajak, "Demi Tanah Air jang Wangi" terdiri atas 6 sajak, dan "Saat2 Teguh" terdiri atas 7 sajak. Untuk sajak-sajaknya itu, M. Poppy Donggo Hutagalung memperoleh Hadiah Sastra tahun 1962. Selain puisi, M. Poppy Hutagalung juga menulis prosa, berupa dongeng Puteri Berwajah Buruk.