Moh. Wan Anwar dikenal sebagai seorang penyair. Ia dilahirkan di Cianjur pada tahun 1970.
Saat menjadi mahasiswa IKIP Bandung (sekarang) UPI, ia aktif dalam berbagai kegiatan pers mahasiswa. Bersama teman-temannya, ia mendirikan Arena Studi Apresiasi Sastra (ASAS) di IKIP Bandung pada tahun 1991.
Moh. Wan Anwar menamatkan pendidikan S2 Ilmu Sastra di Universitas Indonesia. Sehari-harinya ia mengajar di FKIP Universitas Negeri Sultan Ageng Tirtayasa dan redaktur majalah Horison dalam rubrik "Kakilangit". Ia menetap di Serang, Banten.
Wan Anwar juga aktif di berbagai kegiatan sastra. Berkali-kali ia menjadi pembicara atau peserta dalam seminar kesastraan, misalnya, ia sebagai pembicara dalam Seminar Nasional Sastra Indonesia yang diadakan Forkomnas Mahasiswa Sastra Indonesia, mulai dari Universitas Bung Hatta Padang (1991), UNAIR di Surabaya (1993), STKIP Gorontalo (1995), dan UNS Solo (1996).
Kegiatan yang berkaitan dengan tulis-menulis sajak dilakukannya sejak tahun 1990. Sajak-sajaknya dipublikasikan dalam berbagai media massa cetak, seperti di Pikiran Rakyat asuhan Saini KM, Bandung Pos dan Mitra Budaya asuhan Suyatna Anirun, Mingguan Hikmah, Suara Pembaruan, Media Indonesia, Republika, Suara Merdeka, Kompas (dalam rubrik "Bentara"), Koran Tempo, dan majalah sastra Horison
Sejumlah puisi Wan Anwar terkumpul dalam beberapa antologi, seperti Rumah Kita (ASAS) tahun 1994, Malam 1000 Bulan (FSB) tahun 1997, Antologi Penyair Bandung, Antologi Puisi Indonesia (KSI) tahun 1997, Transendensi Waktu tahun 1996, Angkatan 2000 (Gramedia) tahun 2000, dan Horison Sastra Indonesia; Kitab Puisi (Horison) tahun 2002, dan antologi puisi tunggalnya berjudul Sebelum Senja Selesai yang diterbitkan di Banten oleh penerbit Imaji Indonesia pada tahun 2002.
Maman S. Mahayana dkk. (2002) menyatakan bahwa Wan Anwar adalah seorang penyair yang barangkali "sengaja" memilih jalurnya sendiri secara agak lain. Dikatakan agak lain karena penyair ini tidak hendak membangun suasana peristiwa dalam sajak-sajaknya, tetapi membangun suasana kegelisahannya sendiri; suasana batin yang berkecenderungan sangat individual ketika berhadapan dengan pengalaman eksistensial. Meskipun ia berusaha menyodorkannya melalui pencitraan alam sebagai alat melakukan analogi, kegalauan individual itu benar-benar menjadi sangat personal dan ia tidak menariknya pada problem sosio-kultural. Segalanya seperti dipulangkan kembali kepada diri yang sedang dalam proses mencari. Jadilah yang muncul ibarat potret dirinya dalam proses itu.
Maman menyimpulkan bahwa cara pengucapan Wan Anwar yang seperti itu sesungguhnya bukan sesuatu yang baru. Kegelisahan individual yang dikemas secara abstrak dalam bentuk penghadiran suasana, telah dirintis Ajip Rosidi dalam sejumlah besar puisinya. Dodong Djiwapraja juga tergolong pengusung puisi suasana semacam itu. Moh. Wan Anwar meninggal dunia pada tanggal 23 November 2009 di Banten.