Saini K.M. mempunyai nama lengkap Saini Karnamisastra, penulis naskah drama dan puisi. Di samping itu, ia juga menulis cerita pendek, novel, dan karya terjemahan. Dia lahir di Kampung Gending, Desa Kota Kulon, Sumedang, Jawa Barat, tanggal 16 Juni 1938. Oleh orang tuanya ia diberi nama Kosim. Dia anak kedua dari sepuluh bersaudara. Saini K.M. menikah dengan Naneng Daningsih dan dikaruniai 3 orang putera-puteri yang memberinya 8 cucu. Dia memiliki hobi maenpo (pencak silat tradisional Sunda) dan olahraga rutin sepeda statis.
Setelah menamatkan sekolah rendah dan sekolah menengah tingkat pertama, Saini masuk ke SGA (Sekolah Guru Tingkat Atas) II Bandung dan tamat tahun 1955. Setelah itu ia melanjutkan pendidikannya di PTPG Bandung (IKIP kemudian UPI Bandung sekarang) sambil menjadi guru di salah satu SNP di Jawa Barat. Pada tahun 1977 ia memperoleh gelar sarjana dari IKIP Bandung Jurusan Bahasa Inggris.
Di samping pernah menjadi anggota DPRD Jawa Barat, Saini K.M. juga dikenal sebagai pendiri Jurusan Teater di Akademi Seni Tari Indonesia (ASTI) Bandung tahun 1978 dan juga menjadi dosen Akademi Seni Tari Indonesia (sekarang STSI), Bandung sampai menjadi rektor perguruan tinggi tersebut hingga tahun 1987 dengan status jabatan sebagai. Sejak tahun 1988 hingga tahun 1995 Saini K.M. bertugas sebagai Direktur Kesenian, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (kini Departemen Pendidikan Nasional) hingga tahun 1999.
Pengalamannya dalam bidang tulis-menulis, sejak tahun 1960 Saini K.M. menjadi pengasuh kolom "Pertemuan Kecil" di surat kabar Pikiran Rakyat, Bandung. Sebagai hasilnya, berbagai kritiknya tentang puisi diterbitkan dalam buku yang berjudul Puisi dan Beberapa Masalahnya (Penerbit ITB, 1993). Minatnya dalam menulis telah muncul pada tahun 1960-an. Puisinya pertama kali dimuat di majalah Siasat pada tahun 1960. Ketika itu, wesel honorariumnya yang diterima, membuatnya terkejut dan girang. Kecintaan Saini KM kepada puisi sangat boleh jadi tidak bisa dilepaskan dari pengaruh yang diterima pada masa kecilnya. Dia masih bisa mengenang dengan segar bagaimana ayahnya membacakan macapat sehingga tanpa disadari ketajaman rasa keindahannya makin terasah. Ketika menjadi mahasiswa, ia sering membacakan dan mendeklamasikan puisi-puisi karya Amir Hamzah, Sanusi Pane, Sitor Situmorang, dan W.S Rendra.
Dia menulis puisi dalam beberapa majalah dan telah menghasilkan beberapa kumpulan puisi, drama, dan esai.
Agus R. Sarjono dalam kata pengantar buku yang berjudul Peristiwa Teater (1996) mengatakan bahwa pengembalian beberapa masalah yang muncul dalam dunia teater kepada prinsip yang mendasar dan standar akan menempatkan Saini K.M. pada kubu konvensional. Masalah dan perkembangan serta eksperimen dalam teater, dengan demikian, dilihat dan ditempatkan dalam perspektif yang juga konvensional. Oleh karena itu, Saini K.M. dapat dikatakan sebagai pemikir dan pemerhati teater yang konsisten dalam menjaga stabilitas literatur teater.
Karya Saini K.M berupa drama, antara lain, 1) Pangeran Geusan Ulun (1963), 2) Pangeran Sunten Jaya (1973), 3) Ben Go Tun (1977), 4) Siapa Bilang Saya Godot (1977), 5) Restoran Anjing (1978), 6) Egon (1978), 7) Kerajaan Burung (1980, 8) Sebuah Rumah di Argentina (1980), 9) Serikat Kacamata Hitam (1981), 10) Sang Prabu (1981), 11) Pohon Kalpataru (1981), 12) Panji Koming (1984), 13) Madegel (1984), 14) Amat Jaga (1985), 15) Ken Arok (Balai Pustaka (1985), 16) Syekh Siti Jenar (1986), 17) Dunia Orang-Orang Mati (1986), 18) Ciung Wanara (1992), dan 19) Damarwulan (1995).
Kumpulan Puisi, antara lain 1) Nyanyian Tanah Air (1968), 2) Rumah Cermin (1979), dan 3) Sepuluh Orang Utusan (1989), dan 4) Mawar Merah (2001). Kumpulan Cerita Pendek Anting Perak (1967). Novel dengan judul Purbaya (novel, 1976). Karya Terjemahan, antara lain 1) Percakapan dengan Stalin (1963 karya Milovan Djilas) dan 2) Bulan di Luar Penjara (1965, karya Ho Tji Minh). Karya Nonfiksi, antara lain 1) Protes Sosial dalam Sastra (1983), 2) Beberapa Gagasan Teater (1981), 3) Dramawan dan Karyanya (1985), 4) Teater Modern dan Beberapa Masalahnya (1987), 5) Apresiasi Kesusastraan (bersama Jakob Sunardjo, 1986), 6) Puisi dan Beberapa Masalahnya (Penerbit ITB, 1993), 7) Peristiwa Teater (Penerbit ITB, 1996), 8) Seni Teater 1—6 (bersama Ade Puspa dan Isdaryanto, 1989 dan 1990), dan 9) Antologi Sastra (bersama Jakob Sumardjo, 1992).
Saini K.M. mendapat hadiah sastra dari Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) pada tahun 1973 atas dramanya yang berjudul Pangeran Sunten Jaya tahun 1977 untuk karyanya Ben Go Tun, tahun 1978 untuk karyanya Egon, dan tahun 1981 untuk Serikat Kacamata Hitam dan Sang Prabu. Dua naskah lakon yang ditulisnya untuk anak-anak memenangkan sayembara yang diadakan oleh Direktorat Kesenian, Direktorat Jenderal Kebudayaan (Depdikbud), yaitu Kerajaan Burung (1980) dan Pohon Kalpataru (1981). Tahun 1980 itu juga Saini K.M. mendapat hadiah sastra dari Badan Komunikasi Penghayatan Kesatuan Bangsa (Bakom PKB) atas dramanya yang berjudul Sebuah Rumah di Argentina. Tahun 1990 Saini K.M. mendapat hadiah sastra dari Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa atas dramanya yang berjudul Ken Arok. Tahun 1995 mendapat Anugerah Sastra dari Yayasan Forum Sastra Bandung. Pada tahun 2001 Saini K.M. menerima penghargaan Hadiah Sastra Asia Tenggara 2001 (SEA Write Awards 2001) dari pemerintah Thailand atas karyanya Lima Orang Saksi (2001).
Drama Saini K.M. yang berjudul Madegel pernah dipentaskan di Jepang pada tahun 1987 dan mendapat sambutan hangat dari penonton. Drama Ken Arok dan kumpulan puisi Sepuluh Orang Utusan telah diterjemahkan ke dalam bahasa Jerman oleh Frau Renate Starnagel.
Dalam usianya yang sudah mencapai di atas 60 tahun, ia masih terus aktif dalam berbagai kegiatan sosial dan ilmiah. Usia sama sekali tidak mengurangi semangatnya untuk menulis. Pada tahun 2005Saini KM turut menyumbangkan tulisannya tentang pengaruh mashab romantisme dalam perkembangan sastra drama Indonesia dalam terbitan buku Pusat Bahasa, membaca Romantisme Indonesia (2005).