• Halaman Beranda

  • Data Referensi Kebahasaan dan Kesastraan

  • Ahli Bahasa

    Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA)

    Bahasa Daerah Di Indonesia

    Duta Bahasa

    KBBI

    Penelitian Bahasa

    Registrasi Bahasa

    UKBI

    Indeks Pemanfaatan Bahasa Daerah

    Indeks Kemahiran Berbahasa

    Revitalisasi Bahasa Daerah

  • Gejala Sastra

    Hadiah/Sayembara Sastra

    Karya Sastra

    Lembaga Sastra

    Media Penyebar/Penerbit Sastra

    Pengarang Sastra

    Penelitian Sastra

    Registrasi Sastra Cetak

    Registrasi Sastra Lisan

    Registrasi Manuskrip

  • Pencarian lanjut berdasarkan kategori kebahasaan dan kesastraan

  • Statistik

  • Info

 
 
S.K. Insan Kamil   (1928-1990)
Kategori: Pengarang Sastra

 

S.K. Insan kamil nama lengkapnya Sirullah Kaelani Insankamil, dilahirkan di Jatiseeng Ciledug, Cirebon, 22 Februari 1928 dan meninggal di kota kelahirannya, 3 Oktober 1990 setelah menderita sakit cukup lama (Ensiklopedi Sunda menyebut tahun 1987). Dia meninggalkan orang anak yang masih kecil-kecil. Sirullah dikenal sebagai penyair dan cerpenis yang aktif terutama mulai tahun 1947. Ketika menulis, ia menggunakan beberapa nama samaran, yakni Siroelah Kaelani, S.K. Kamil, Siroelah, dan Siroellah I.K. Tulisannya tersebar, antara lain, dalam majalah Pantja Raja, Siasat, Mimbar Indonesia, Kisah, dan Horison. Kumpulan cerpennya dengan judul Perempuan Senja diterbitkan Pustaka Jaya 1984. Namun, sajak-sajaknya yang tersebar di beberapa majalah belum sempat dikumpulkan. Sajak-sajaknya tersebut, antara lain, adalah "?", "Bakti Abadi", "Betapa Tak Kau", "Bunga Sembodja", dalam majalah Pantja Raja, 10.2, 1947. Dalam majalah Mimbar Indonesia terbit sajaknya, antara lain, "Tragedi", "Aku dan Matakaki", dan "Bisikan". Dalam Siasat dapat dibaca, antara lain, "Terpelanting" (123.3.(49), "Bertambah Nyata Lampu-Lampu Sepanjang Jalan Tergantung" (257.1.(52), "Tuhan Menjelmakan Keindahan", dan "Abang Becak". Terbaca juga sajaknya dalam Horison tahun 1966, yakni "Kemerdekaan" dan "Kepasrahan". Dalam Sastra sajak-sajaknya, antara lain, adalah "Malaikat Maut dan Peminta-Minta", Doa", dan "Duka". Selain itu, S.K. Insankamil juga menulis cerpen, antara lain, dalam majalah Mimbar Indonesia, Siasat, Kisah, Tjerita, dan Horison.

Pada masa berlangsungnya konflik ideologis menjelang G 30 S/PKI 1965, Sirollah dikenal sebagai seniman penggiat kesenian di Cirebon, antara lain, dalam pemientasan lakon keagamaan (Masyitoh karya Ajip Rosidi).

 
PENCARIAN TERKAIT
 
© 2024    Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa
 
S.K. Insan Kamil   (1928-1990)
Kategori: Pengarang Sastra

 

S.K. Insan kamil nama lengkapnya Sirullah Kaelani Insankamil, dilahirkan di Jatiseeng Ciledug, Cirebon, 22 Februari 1928 dan meninggal di kota kelahirannya, 3 Oktober 1990 setelah menderita sakit cukup lama (Ensiklopedi Sunda menyebut tahun 1987). Dia meninggalkan orang anak yang masih kecil-kecil. Sirullah dikenal sebagai penyair dan cerpenis yang aktif terutama mulai tahun 1947. Ketika menulis, ia menggunakan beberapa nama samaran, yakni Siroelah Kaelani, S.K. Kamil, Siroelah, dan Siroellah I.K. Tulisannya tersebar, antara lain, dalam majalah Pantja Raja, Siasat, Mimbar Indonesia, Kisah, dan Horison. Kumpulan cerpennya dengan judul Perempuan Senja diterbitkan Pustaka Jaya 1984. Namun, sajak-sajaknya yang tersebar di beberapa majalah belum sempat dikumpulkan. Sajak-sajaknya tersebut, antara lain, adalah "?", "Bakti Abadi", "Betapa Tak Kau", "Bunga Sembodja", dalam majalah Pantja Raja, 10.2, 1947. Dalam majalah Mimbar Indonesia terbit sajaknya, antara lain, "Tragedi", "Aku dan Matakaki", dan "Bisikan". Dalam Siasat dapat dibaca, antara lain, "Terpelanting" (123.3.(49), "Bertambah Nyata Lampu-Lampu Sepanjang Jalan Tergantung" (257.1.(52), "Tuhan Menjelmakan Keindahan", dan "Abang Becak". Terbaca juga sajaknya dalam Horison tahun 1966, yakni "Kemerdekaan" dan "Kepasrahan". Dalam Sastra sajak-sajaknya, antara lain, adalah "Malaikat Maut dan Peminta-Minta", Doa", dan "Duka". Selain itu, S.K. Insankamil juga menulis cerpen, antara lain, dalam majalah Mimbar Indonesia, Siasat, Kisah, Tjerita, dan Horison.

Pada masa berlangsungnya konflik ideologis menjelang G 30 S/PKI 1965, Sirollah dikenal sebagai seniman penggiat kesenian di Cirebon, antara lain, dalam pemientasan lakon keagamaan (Masyitoh karya Ajip Rosidi).

 
PENCARIAN TERKAIT
 
 
 
© 2024    Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa