Penulis ini lahir di Kubang Nan Duo, Kabupaten Solok, Sumatra Barat pada 10 Mei 1922. Pendidikan pertamanya adalah Hollands Inlandse School (HIS), yang lalu dilanjutkan pada tingkat SMP, yaitu Meer Uitgebreid Lager Onderweijs (MULO), dua-duanya di Padang. Barulah ketika melanjutkan ke tingkat SMA, Algemene Middelbare School (1939—1942) di kota Yogyakarta, Rosihan Anwar hijrah ke Pulau Jawa.
Persinggahan Rosihan Anwar dalam kesusastraan Indonesia mungkin hanya melekat dalam kenangan murid-murid SMP/SMA pada tahun 1950—1960-an lewat dua buku karya H.B. Jassin, Gema Tanah Air (1948) dan Kesusastraan Indonesia di Masa Jepang (1948), yang diajarkan oleh guru Bahasa Indonesia, ketika membicarakan cerpennya "Radio Masyarakat". "Ramalan" H.B. Jassin ketika itu terbukti di masa depan, ketika membicarakan karya Rosihan Anwar dengan penyataannya, "penyair penangkap saat yang bercorak nasionalis dan jurnalis pengarang reportase dan kisah perjalanan" (Pendahuluan Gema Tanah Air/1948: 8). Sebagai sastrawan, Rosihan Anwar memenangi sayembara menulis cerpen pada masa Jepang, dengan judul "Radio Masyarakat". Karena, apabila kita amati, Rosihan memang tidak mengkhususkan diri untuk menjadi sastrawan. Predikat yang sangat layak dan patut dibanggakannya sebagai "wartawan senior", kiranya bisa dimanfaatkan bagi para wartawan muda untuk berguru kepadanya. Istilah "Angkatan 45" yang dikenal dalam dunia kesusastraan Indonesia berasal dari kata-kata Rosihan Anwar. Rosihan Anwar adalah penyandang Bintang Kerajaan Tunisia (1955), Bintang Mahaputra Utama I (1973), dan Bintang Rizal Piliphina (1977). Ia pun menerima Pena Mas dari Konggres Nasional XVI PWI (1978).
Pertama kali Rosihan bekerja untuk surat kabar Asia Raya (1943—1945), yang kemudian berganti nama menjadi Merdeka (1945—1946). Di sana ia bertindak sebagai editor-kepala hingga tahun 1946. Dalam tahun yang sama ia menjadi pengawal Lord Killearn, perantara Inggris dalam Perjanjian Linggarjati di Kuningan, Jawa Barat. Pada tahun itu pula Rosihan mengikuti kursus Diplomat yang diadakan Kementerian Luar Negeri. Tahun 1947 mendirikan dan memimpin warta sepekan Siasat (1947—1957), mendirikan dan memimpin harian Pedoman tahun 1948—1961 dan 1968—1974, dan terakhir menjadi pemimpin redaksi Citra Film (1981—1982). Ia pun pernah menjadi koresponden Hindustan Times, New Delhi, Inia1(968—1969), World Forum Forum Features, London, Inggris (1966—1968), majalah mingguan Asia, Hongkong (1970—1971), Asiaweek, Hongkong (1979—sekarang), The Age (Melbourne, 1967—1968), kolumnis dan reporter surat kabar The Straits Times, Singapura (1976—1981), The New Strait Times, Luala Lumpur, Malaysia (1976—1981), dan editor untuk Indonesia majalah Asia-Pacific.
Di dalam negeri Rosihan Anwar tercatat sebagai kolumnis buletin Business News, Jakarta (1963—sekarang); surat kabar Kompas, harian Kami, dan Angkatan Bersenjata, Jakarta (1966—1968); surat kabar Pos Kota, majalah Kartini, dan majalah Selecta, Jakarta; surat kabar Pikiran Rakyat, Bandung; Waspada Medan; Haluan Padang, Lampung Pos Bandar Lampung; Kedaulatan Rakyat Yogyakarta, Surabaya Pos, Bali Pos, Banjarmasin Pos, dan Pedoman Rakyat Makassar. Dalam kariernya sebagai ahli jurnalistik, Rosihan pernah menjadi Ketua Umum PWI Pusat (1970—1973), Ketua Pembina PWI Pusat (1973—1978 dan 1978—1983); Ketua Dewan Kehormatan PWI Pusat (1983—1988), Direktur Program Karya Latihan Wartawan PWI Pusat, anggota Tim Ahli Lembaga Pertahanan Nasional (1973—1974), anggota Pengurus Yayasan Tenaga Kerja Indonesia (1969), anggota Staf Pusat Pembinaan Sumber Daya Manusia, anggota Asia Mass Communication Research and Information Centre (Sungapura, 1971), anggota MPR untuk fraksi Golkar (1973—1978), anggota Dewan Film Nasional, dan konsultan UNESCO yang bertugas di Sri Lanka (1980). Antara tahun 1963—1968 sempat bekerja di perusahaan swasta yang bergerak di bidang mesin perkapalan, Indo Marino, Jakarta.
Dunia perfileman dan drama ia tekuni sejak tahun 1944. Bersama Usmar Ismail ia membentuk kelompok sandiwara amatir Maya. Kemudian tahun 1950 mendirikan perusahaan film sendiri yang diberi nama Perfini. Film pertama yang digarapnya adalah Darah dan Do'a. Beberapa film lainnya Lagi-Lagi Krisis (1956), Big Village (1970), Karmila (1975), dan Tjoet Nja' Dien (1987—1988), serta sandiwara Mahkamah (1989). Sejak tahun 1977 menjadi anggota Dewan Film Nasional (DFN). Pada tahun 1986—1989) menjadi Ketua Dewan Pembina Persatuan Perusahaan Film Indonesia dan Ketua Dewan Kehormatan (1989—1992).
Beberapa penghargaan diterima Rosihan Anwar yaitu Bintang Kerajaan Tunisia (1955), Bintang Maha Putra Utama II (1973), dan Bintang Filipina (1977). Ia pun menerima Pena Mas dari Konggres Nasional XVI PWI (1978.)
Karya puisinya, antara lain, adalah (1) "Keyakinan", Asia Raya, no. 24/VIII 2604; Kesusastraan Indonesia di Masa Jepang 1948; (2) "Mari Kumandangkan Indonesia Raya", Asia Raya, no. 7/IX 2604; (3) "Manusia Baru", Asia Raya, no. 2/II 2604; Kesusastraan Indonesia di Masa Jepang 1948; (4) "Pulang Berjasa", Asia Raya no. 2/III 2604; (5) "Musyafir" naskah pada dokumentasi PDS HB Jassin; (6) "Kini Abad Rakyat Jelata", Merdeka 1 Oktober 1945; (7) "Di Kubur Pahlawan", Peringatan Enam Bulan Indonesia Merdeka, 1946; (8) "Bukan Mimpi", Merdeka 30 Januari 1946; 9) "Raja Jin", Peringatan Enam Bulan Indonesia Merdeka, 1946; (10) "Di Dalam Revolusi", Merdeka no. 3/1/2604; (11) "Kami Kenangkan Kembali", Siasat 1966; (12) "Seruan Lepas" Kesusastraan Indonesia di Masa Jepang 1948; naskah pada dokumentasi PDS HB Jassin; (13) "Hamba", Kesusastraan Indonesia di Masa Jepang 1948; naskah pada dokumentasi PDS HB Jassin; (14) "Bertanya", Kesusastraan Indonesia di Masa Jepang 1948; naskah pada dokumentasi PDS HB Jassin; (15) "Lahir dengan Batin", Kesusastraan Indonesia di Masa Jepang 1948; naskah pada dokumentasi PDS HB Jassin; (16) "Untuk Saudara", Kesusastraan Indonesia di Masa Jepang 1948; (17) "Kepadamu Gunung", naskah pada dokumentasi PDS HB Jassin; dan (18) "Indahlah Nusa", naskah pada dokumentasi PDS HB Jassin.
Cerita Pendek, antara lain (1) "Pamanku", Djawa Baroe no. 12, 15 Juni 1944; (2) "Radio Masyarakat", Djawa Baroe no. 16, Agustus 1943; Gema Tanah Air 1948. Novel, antara lain (1) Raja Kecil Bajak Laut di Selat Malaka, Jakarta: Indira, 1967; (2) Ke Barat dari Rumah (bersama Mochtar Lubis dan S. Tasrif), 1952; (3) Kisah-Kisah Zaman Revolusi, cerita kenangan, 1973; (4) Kisah-Kisah Jakarta setelah Proklamasi, cerita kenangan, 1977; dan (5) Kisah-Kisah Jakarta Menjelang Clash I, cerita kenangan, 1979.
Kisah Perjalanan, antara lain (1) Dapat Panggilan Nabi Ibrahim, 1959; dan (2) Inia dari Dekat, 1954. Karya Jurnalistik, antara lain (1) Profil Wartawan Indonesia, 1977; dan (2) Perkisahan Nusa: Masa 1973—1985, 1986. Sejarah, antara lain (1) Mengenang Sjahrir (editor), 1980; (2) Sejarah Pergerakan Nasional dan Islam, 1972; (3) Ajaran dan Sejarah Islam untuk Anda, 1979; (4) Sebelum Prahara: Pergolakan Politik 1961—1965, 1981; dan (5) Musim Berganti: Sekilas Sejarah Indonesia 1925—1950, 1985. Studi, antara lain (1) Ihwal Jurnalistik, 1974; (2) Islam dan Anda, 1962; (3) Masalah-Masalah Modernisasi, 1965/1966; dan (3) Bahasa Jurnalistik dalam Komposisi, 1979. Otobiografi, yaitu Menulis dalam Air, 1983. Terjemahan, yaitu Selamat Tinggal, 1961.
Daftar karya sastra dalam majalah, antara lain (1) Majalah Pandji Poestaka 1942: puisi "Angkatan Baru"; (2) Majalah Djawa Baroe 1943: cerpen "Radio Masyarakat" dan puisi "Untuk Saudara"; (3) Majalah Pandji Poestaka 1943: puisi "Bertanya", "Damba", dan puisi "Lahir dengan batin"; (4) Majalah Djawa Baroe 1944: cerpen "Pamanku" dan puisi "Jarak belum bertitian"; (5) Majalah Pembangunan 1946: puisi "Kepadamu, gunung"; (6) Majalah Siasat 1947: cerpen "Mippie" dan cerpen "Si Bisu"; (7) Majalah Siasat 1949: puisi "Journey"; 1968: "Kepercayaan seorang tua"; dan (8) Majalah Mahasiswa Indonesia 1966: puisi "Apel siaga" dan puisi "Tradisi helli". Rosihan Anwar meninggal dunia pada tanggal 14 April 2011 di rumah sakit Metropolitan Media Center, Kuningan, Jakarta.