Soetomo Djauhar Arifin dikenal sebagai penyair, cerpenis, drama. Selain seorang wartawan. Soetomo dilahirkan di Buluh, Madiun, Jawa Timur, 15 Juni 1916 dan meninggal di Jakarta 16 Oktober 1959. Pendidikannya hanya sampai Sekolah Dasar (SD) kemudian ia menambah pendidikannya dengan kursus juru gambar (tekenaar) dan pemeriksa (opnemer) di Semarang.
Dia dikenal sebagai seorang wartawan yang sangat aktif dan berani sehingga pada masa sebelum perang berkali-kali dimasukkan ke dalam penjara karena tindak pidana pers (persdelict) dan pelanggaran atas larangan berapat.
Pada zaman Jepang Soetomo bekerja pada kantor Pusat Kebudayaan Bagian Kesusastraan. Setelah Indonesia merdeka, ia bekerja pada Kementerian Penerangan, dan terakhir Sutomo menjabat sebagai Kepala Urusan Publisitas (1959).
Karya-karyanya yang berupa sajak, cerpen, dan drama tersebar di berbagai majalah dan surat kabar. Dramanya berjudul "Sastrawan dan Tanah Air" (Arena, No.4—6 Th.1, 1946), "Pancaroba" (Sasterawan, 1947), "Pemuda Pancaroba" (Djawa Baroe, 1944), dan "Sosialis Pancaroba" (Sasterawan, 1947). Puisinya "Lajulah, Laju Bahtera Seniku!" (Pandji Poestaka, 1942), "Sajak Kapas" (Keboedajaan Timoer, 1944), "Waspada" (Djawa Baroe, 1944), dan "Segara Nusantara" (Keboedajaan Timoer, 1944). Novelnya hanya satu berjudul Andang Teruna (Balai Pustaka, 1941), dan cerpennya berjudul "Menjelang Hari Gemilang" (Djawa Baroe, No.20, 21, 22, 1943).
H.B. Jassin pernah mempermasalahkan mengapa Teeuw tidak memberikan tempat yang selayaknya untuk mengupas karya Sutomo Djohar Arifin. Menurut Jassin Andang Taruna Sutomo Djohar Arifin perlu kajian khusus yang tidak dilakukan oleh Teeuw.