Soeman Hs. terkenal sebagai sastrawan Angkatan Balai Pustaka yang menulis jenis cerita detektif. Nama panjangnya adalah Soeman Hasiboean. Soeman Hs. adalah anak keenam dari tujuh bersaudara. Dia lahir pada bulan April 1904 di daerah Sibuhuan, Kotanopan, Tapanuli Selatan,Sumatra Utara. Ayahnya bernama Wahid, keturunan Raja Mandailing, ibunya bernama Turumun Lubis.
Setelah menikah, kedua orang tuanya meninggalkan Tapanuli berhijrah ke Bengkalis, Riau, dan menetap di sana. Di tempat ini ayah Soeman Hs. menjadi Lebai sehingga namanya terkenal dengan Lebai Wahid. Selain bertani, Wahid juga mengajar mengaji.
Pendidikan yang ditempuh Soeman Hs. adalah sekolah Melayu (setingkat SR), lulus tahun 1918. Pada Zaman Pemerintah Belanda, ia bersekolah di Normaal Cursus (setingkat SMP) di Medan. Di tempat itu Soeman Hs. belajar sambil mengajar. Tahun 1920 ia terpilih untuk melanjutkan pendidikan ke sekolah guru di Normaal School (setingkat SMA) di Langsa, Aceh, dan tamat tahun 1923. Setamat dari Normaal School ia diangkat menjadi guru HIS hingga tahun 1930.
Soeman Hs. berhasil mendirikan sekolah di Riau tahun 1930. Tahun 1930—1942 ia menjabat kepala sekolah rakyat (SR) di Pasir Pangarayan. Tahun 1943-1945 Soeman Hs. diangkat sebagai penilik sekolah rakyat di Rokan Kanan dan Rokan Kiri. Atas jasanya di bidang pendidikan itu ia mendapat anugerah (piagam penghargaan) dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan tanggal 29 Agustus 1981.
Pengabdiannya kepada negara dan bangsa Indonesia tidak hanya di bidang pendidikan. Dia juga ikut berjuang mempertahankan bangsa dan negara dari penjajah Belanda dan Jepang. Pada Zaman Jepang Soeman Hs. hampir dijatuhi hukuman mati karena melarang rakyat untuk menyetor upeti kepada Pemerintah Jepang. Dia "mengompori" rakyat Riau agar menyembunyikan hasil ladangnya. Kegiatan Soeman Hs. diketahui oleh Pemerintah Pendudukan Jepang sehingga Soeman Hs. masuk dalam daftar untuk "dihabisi" di hutan dengan cara iajak berburu. Kiranya Tuhan Yang Maha Esa masih melindunginya karena saat itu hujan turun terus-menerus sehingga ajakan berburu pun batal dan selamatlah Soeman dari rencana pembunuhan itu.
Pada masa Pemerintah Pendudukan Jepang ia diangkat sebagai anggota Sagikai Giin (DPR bikinan Jepang) untuk Daerah Riau dan anggota Komite sebagai Ketua KNI (Komite Nasional Indonesia). Pada Perang Agresi Militer Belanda Kedua tahun 1948 Soeman Hs. menjabat Komandan Pangkalan Gerilya merangkap Wedana Rokan Kanan. Tahun 1954 Soeman Hs. menjabat kepala Kantor Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan Kabupaten Kampar dan Kotamadya Pekanbaru. Jabatan terakhir yang dipegangnya adalah Kepala PP dan K Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan hingga pensiun tahun 1950.
Bakat kepengarangannya diawali dari kegemarannya membaca buku. Buku-buku yang disukainya ialah buku cerita detektif, antara lain, terjemahan dari bahasa Perancis karya Sir Arthur Coonan Doyle. Dari karya Coonan Doyle tersebut timbul niatnya untuk menulis cerita detektif. Oleh karena itu, ia disebut sebagai pelopor penulisan cerita detektif Indonesia.
Kepengarangannya muncul karena mendapat dorongan dari M. Kasim, yakni seorang guru yang sering menceritakan pengalamannya dalam menulis. Soeman Hs. mulai mengarang pada waktu tinggal di Siak Inderapura. Tahun 1930-an merupakan masa jaya kepengarangan Soeman Hs. Karya-karyanya adalah 1) Kasih Tak Terlerai, Balai Pustaka, (novel, 1930), 2) Mencari Pencuri Anak Perawan, Balai Pustaka, (novel, 1932), 3) Percobaan Setia, Balai Pustaka, (novel, 1932), 4) Kawan Bergelut, Balai Pustaka, (kumpulan cerpen, 1939, dan (5) Tebusan Darah, Balai Pustaka, (novel, 1939).
Karya-karyanya tidak hanya berbentuk novel dan cerita pendek, tetapi juga berbentuk puisi yang dimuat dalam majalah Pandji Poestaka dan Poedjangga Baroe. Beberapa puisinya dimuat dalam Puisi Baru (antologi Puisi, ed. S. Takdir Alisjahbana, 1946).
Pada tahun 1993 novel pertamanya, Mencari Pencuri Anak Perawan, ddiangkat ke layar televisi untuk dijadikan sinetron. Hal itu berarti bahwa kemunculan Soeman Hs. dan karyanya ikut mengembangkan sastra Indonesia. Novel Mencari Pencuri Anak Perawan menceritakan keuletan seseorang dalam mencari pencuri gadis.
Soeman Hs. adalah salah seorang pemula pengarang cerita pendek. Dia bersama M. Kasim menulis cerita pendek yang berlatar belakang kebudayaan Melayu. Dia juga berpendapat bahwa ada beberapa faktor yang kurang diperhatikan oleh pengarang sastra Indonesia, salah satunya adalah kurangnya perhatian masyarakat pada bahasa Melayu. Padahal, bahasa Melayu merupakan induk bahasa Indonesia.
Menurut Soeman Hs., setiap karangannya berusaha "mendobrak" kekolotan adat- istiadat Melayu agar adat itu lebih longgar. Selain itu, ia juga berpendapat bahwa dunia sastra harus digeluti dengan pikiran yang jernih, tanpa beban, dan jujur. Sastra tidak hanya diharapkan sebagai cermin, tetapi juga harus mampu berperan sebagai kompas.
Sebagai sastrawan, Soeman Hs. menghasilkan banyak karya. Namun, hampir 60 tahun ia tidak lagi menulis. Pada masa tuanya ia lebih disibukkan dengan kegiatannya sebagai pendidik, terutama pada yayasan yang didirikannya. Sebagai orang muslim, ia sudah melaksanakan ibadah haji.
Soeman Hs. meninggal dunia dalam usia 95 tahun, tepatnya hari Sabtu, 8 Mei 1999, di rumahnya Jalan Tangkubanperahu, Pekanbaru. Dia meninggalkan enam orang anak, 21 cucu, dan 28 cicit. Kematiannya mengagetkan orang karena tidak menderita sakit lebih dahulu. Sekitar pukul 11.00 WIB tiba-tiba pingsan ketika duduk di kursi, di beranda rumahnya. Jenazahnya dimakamkan di Pemakamam Umum Senapelan, Riau, di samping makam istrinya.