Yati M. Wiharja nama lengkapnya Yati Maryati Wiharja dikenal sebagai salah seorang perempuan pengarang cerpen dan novel populer yang marak pada era 1970-an. Perempuan yang lahir pada tanggal 31 Mei 1943 ini telah menghasilkan kurang lebih 225 kisah, baik cerpen maupun novelet dalam bahasa Indonesia dan Sunda. Novelnya antara lain Sebening Kaca, Bening Malam, Bening Langit, kumpulan cerpennya berjudul Terang Bulan di Panunjang dan Pelangi di Matamu. Yati hidup dalam lingkungan budaya Sunda yang cukup kental.
Salah satu cerpennya "Air Mataku Menitik" memenangkan hadiah 1 sayembara cerpen femina ke-5 tahun 1979. Dia juga pernah menulis cerita bersambung "Ni Pollok" yang kemudian juga diterbitkan dalam bentuk buku.
Yati mulai menulis saat duduk di bangku SMA. Dia mencoba mengirimkan sebuah cerpennya ke ruang "Kuntum Mekar"yang ada dalam surat kabar Pikiran Rakyat dan ternyata cerpennya dimuat.
Yati lahir dan dibesarkan di daerah Cdiamis, tetapi karena tekadnya yang kuat untuk menjadi seorang penulis, ia pindah ke Jakarta. Di kota ini ia bekerja di Biro Pusat Statistik sambil kursus bahasa Inggris di Jakarta College. Keterampilannya berbahasa Inggris kemudian bermanfaat saat ia harus membaca buku-buku asing.
Pada tahun 1965 sebuah cerita bersambung berbahasa Sunda yang ditulis oleh Yati dimuat di majalah Langensari, Bandung. Itulah cerita bersambung pertama yang ditulis oleh Yati M. Wiharja. Yati kemudian pindah ke Palembang, dari tempat itu Yati mengirimkan tiga buah cerpen ke majalah Selecta dan Detektip Romantika. Cerpen-cerpen tersebut dimuat. Yati beralih dari menulis cerita dalam bahasa Sunda ke menulis cerita dalam bahasa Indonesia. Karya-karya Yati digolongkan oleh Jakob Sumardjo sebagai karya populer. Jakob menilai bahwa Yati cukup serius dalam menggarap ceritanya. Keistimewaan Yati adalah ia dapat memberi judul yang puitis untuk karya-karyanya. Korrie Layun Rampan (1996) menilai bahwa Yati M. Wiharja dan novelis wanita lainnya pada masa itu, seperti Maria A. Sarjono, Ike Supomo, Marga T, Nina Pane termasuk penulis-penulis yang produktif. Korrie menilai bahwa karya-karya perempuan pengarang tersebut banyak yang menggarap persoalan cinta yang dihubungkan dengan kehidupan keluarga, sejarah, dan mitos.