• Halaman Beranda

  • Data Referensi Kebahasaan dan Kesastraan

  • Ahli Bahasa

    Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA)

    Bahasa Daerah Di Indonesia

    Duta Bahasa

    KBBI

    Penelitian Bahasa

    Registrasi Bahasa

    UKBI

    Indeks Pemanfaatan Bahasa Daerah

    Indeks Kemahiran Berbahasa

    Revitalisasi Bahasa Daerah

  • Gejala Sastra

    Hadiah/Sayembara Sastra

    Karya Sastra

    Lembaga Sastra

    Media Penyebar/Penerbit Sastra

    Pengarang Sastra

    Penelitian Sastra

    Registrasi Sastra Cetak

    Registrasi Sastra Lisan

    Registrasi Manuskrip

  • Pencarian lanjut berdasarkan kategori kebahasaan dan kesastraan

  • Statistik

  • Info

 
 

SKOR KEMAHIRAN BERBAHASA DAN INDEKS KEMAHIRAN BERBAHASA

Pendahuluan

Bahasa Indonesia telah berkembang seturut perkembangan di bidang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya. Salah satu perkembangan mutakhir adalah penstandaran kemahiran berbahasa Indonesia yang tercantum dalam Permendikbud Nomor 70 Tahun 2016 tentang Standar Kemahiran Berbahasa. Di dalam permendikbud tersebut tercantum berbagai definisi dan aturan tentang kemahiran berbahasa. Hal utama yang patut digarisbawahi adalah standar kemahiran berbahasa Indonesia diukur melalui Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia (UKBI).

Pelaksanaan Permendikbud tersebut berimplikasi terhadap berbagai hal, misalnya berkaitan penyediaan instrumen UKBI, pengembangan bank soal, pengembangan layanan uji yang termutakhir dengan sistem UKBI Adaptif berbasis jejaring internet, pelaksanaan layanan uji melalui TUKBI, dan peningkatan kemahiran berbahasa penutur bahasa Indonesia.

Tulisan ini mengangkat tajuk Skor Kemahiran Berbahasa dan Indeks Kemahiran Berbahasa. Keduanya disandingkan untuk melihat keterkaitan keduanya dan perbedaan di antara keduanya.


Skor Kemahiran Berbahasa

Kemahiran berbahasa dipetakan dalam rentang peringkat, predikat, dan skor tertentu. Pemeringkatan dan predikat terbagi atas tujuh jenjang dengan pemerian sebagai berikut.

Skor kemahiran berbahasa diperoleh penutur bahasa Indonesia setelah yang bersangkutan mengikuti UKBI. Oleh karena itu, skor kemahiran berbahasa Indonesia merupakankarakteristik seseorang yang bersifat personal. Kumpulan skor kemahiran berbahasa dari beragam peserta dalam satu karakteristik tertentu dapat dibuat reratanya. Misalnya, rerata kemahiran dosen pada satu universitas tertentu atau rerata kemahiran berbahasa profesi dosen.

Peningkatan rerata skor dapat dilakukan kepada penutur bahasa Indonesia dengan karakteristik tertentu. Akan tetapi, tidak diterapkan untuk seluruh penutur bahasa Indonesia yang mewakili beragam profesi, beragam instansi, bahkan mewakili beragam kewarganegaraan

Peningkatan kemahiran berbahasa dengan menyamakan rerata penutur bahasa Indonesia tidak sesuai dengan Permendikbud Nomor Nomor 70 Tahun 2016 tentang Standar Kemahiran Berbahasa. Skor optimal yang diminta dalam setiap profesi berbeda. Demikian pula, perbedaan terdapat pada skor kemahiran antara penutur jati dan penutur asing. Misalnya, jika ditetapkan skor rerata peserta yang dipilih 500 dan akan ditingkatkan dalam waktu satu tahun menjadi 505. Peningkatan skor tersebut tidak sesuai dengan semangat dalam Permendikbud. Pada akhirnya pelaksanaannya pasti akan mengalami berbagai kendala.

Kendala pertama, peserta uji yang akan ditingkatkan skornya harus termaktub dalam rerata 500. Skor ini tidak dapat dijadikan tujuan peningkatan kemahiran. Standar kemahiran berbahasa tidak bertujuan menyamakan skor semua penutur bahasa Indonesia. Peningkatan skor juga tidak hanya diberlakukan bagi pemilik skor 500. Akan tetapi, peningkatan kemahiran seharusnya juga terbuka bagi peserta uji yang mendapat skor 260, 300, 400, 500, bahkan juga 600 sesuai dengan karakteristik tuntutan komunikasi yang diharapkan dalam profesinya.

Kendala kedua, peningkatan skor dari 500 ke 505 bermakna dalam tahun berjalan penutur bahasa Indonesia diharapkan mendapat dampak dari berbagai program peningkatan kemahiran hanya dengan menambah 0,006% skor kemahiran atau setara dengan menjawab betul satu butir soal (bahkan pada soal tertentu kurang dari skor jawaban benar 1 soal). Apa yang diharapkan dari penyamaan skor penutur bahasa Indonesia apalagi sebesar 0,006%?

Berdasarkan analisis tersebut, rerata skor kemahiran berbahasa tidak tepat dilekatkan kepada capaian program atau dampak yang diharapkan dari penutur bahasa Indonesia. Hal itu mungkin dilakukan jika dilekatkan dengan profesi tertentu. Misalnya, bagi guru capaian yang diharapkan predikat Unggul. Oleh karena itu, guru yang belum memperoleh predikat tersebut, misalnya masih Semenjana atau Madya, diharapkan dengan mendapat perlakuan dari berbagai program kementerian yang ada dapat ditingkatkan menjadi Unggul.


Indeks Kemahiran Berbahasa

Istilah indeks kemahiran memang tidak atau belum muncul dalam Permendikbud Standar Kemahiran Berbahasa. Istilah itu muncul sebagai jawaban atas satuan yang diharapkan dalam sebuah program peningkatan kemahiran berbahasa Indonesia. Karena skor merupakan milik personal, rerata skor merupakan milik profesi tertentu, indeks kemahiran berbahasa dapat dilekatkan kepada penutur bahasa Indonesia secara umum. Indeks Kemahiran Berbahasa Indonesia adalah nilai rerata indeks karakteristik peserta uji dalam kemahiran berbahasa Indonesia secara lisan d an tulis serta dalam pemahaman kaidah bahasa Indonesia pada setiap tahun.

Indeks Kemahiran Berbahasa Indonesia dirumuskan sebagai berikut.

IKB: Indeks Kemahiran Berbahasa Indonesia
SP: Jumlah Skor Peuji Karakteristik Tertentu
P: Jumlah Peuji
SA: Skor Acuan Tertinggi (sesuai Permendikbud)
n: Jumlah Karakteristik Peuji

Dengan menggunakan indeks kemahiran berbahasa, kita dapat mengharapkan peningkatan kemahiran berbahasa penutur bahasa Indonesia tanpa harus menyamakan skor penutur bahasa Indonesia.


Simulasi Perhitungan


Baseline

Penentuan baseline pada tahun 2020 dan target hingga tahun 2024 dilakukan dengan melihat kecenderungan hasil uji peserta pada tahun 2020 berikut ini.


Pelajar

Jumlah pelajar teruji pada tahun 2020 sebesar 604. Jumlah ini sangat kecil dibandingkan jumlah populasi pelajar. Dari data 25.200.000 hanya ada 604 atau sekitar 0,00002% yang tercakupi dalam data hasil uji kemahiran berbahasa Indonesia. Karena data tidak reprentatif dan tidak mencerminkan sampel yang terstratifikasi secara acak, nilai rerata yang diambil adalah rerata skor yang di bawah median, bukan rata-rata skor secara keseluruhan. Selain itu, dengan pertimbangan perlakuan yang akan diberikan, nilai yang diambil untuk baseline dapat juga berupa skor terendah.

Rerata skor yang di bawah nilai median adalah 363. Skor acuan bagi pelajar adalah 577. Dengan demikian, indeks yang didapat bagi pelajar berdasarkan rerata tersebut adalah 363/577 didapat nilai 0,62.

Skor 363 ini menunjukkan bahwa peserta uji memiliki kemahiran yang tidak memadai dalam berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Indonesia, baik lisan maupun tulis. Dalam berkomunikasi untuk keperluan kemasyarakatan yang sederhana, yang bersangkutan tidak mengalami kendala. Akan tetapi, untuk keperluan kemasyarakatan yang kompleks, yang bersangkutan masih mengalami kendala. Hal ini berarti yang bersangkutan belum siap berkomunikasi untuk keperluan keprofesian, apalagi untuk keperluan keilmiahan.


Mahasiswa

Jumlah mahasiswa teruji pada tahun 2020 sebesar 2.187. Jumlah ini sangat kecil dibandingkan jumlah populasi mahasiswa. Dari data 7.500.000 hanya ada 2.187 atau sekitar 0,0002% yang tercakupi dalam data hasil uji kemahiran berbahasa Indonesia. Karena data tidak reprentatif dan tidak mencerminkan sampel yang terstratifikasi secara acak, nilai rerata yang diambil adalah rerata skor yang di bawah median, bukan rata-rata skor secara keseluruhan.

Rerata skor terendah di bawah nilai median adalah 305. Skor acuan bagi mahasiswa adalah 640. Dengan demikian, indeks yang didapat bagi mahasiswa berdasarkan rerata tersebut adalah 305/640 didapat nilai 0,48.

Skor 305 bermakna peserta uji memiliki kemahiran yang sangat tidak memadai dalam berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Indonesia, baik lisan maupun tulis. Dengan kemahiran ini peserta uji hanya mampu berkomunikasi untuk keperluan sintas. Pada saat yang sama, predikat ini juga menggambarkan bahwa potensi yang bersangkutan dalam berkomunikasi masih sangat besar kemungkinannya untuk ditingkatkan.


Guru

Jumlah guru teruji pada tahun 2020 sebesar 2.187. Jumlah ini sangat kecil dibandingkan jumlah populasi mahasiswa. Dari data 2.698.103 hanya ada 1.094 atau sekitar 0,0004% yang tercakupi dalam data hasil uji kemahiran berbahasa Indonesia. Karena data tidak reprentatif dan tidak mencerminkan sampel yang terstratifikasi secara acak, nilai rerata yang diambil adalah rerata skor terendah di bawah median, bukan rata-rata skor secara keseluruhan.

Rerata skor yang di bawah nilai median adalah 291. Skor acuan bagi guru adalah 640. Dengan demikian, indeks yang didapat bagi guru berdasarkan rerata tersebut adalah 291/640 didapat nilai 0,45.

Skor 291 bermakna peserta uji memiliki kemahiran yang sangat tidak memadai dalam berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Indonesia, baik lisan maupun tulis. Dengan kemahiran ini peserta uji hanya mampu berkomunikasi untuk keperluan sintas. Pada saat yang sama, predikat ini juga menggambarkan bahwa potensi yang bersangkutan dalam berkomunikasi masih sangat besar kemungkinannya untuk ditingkatkan.


Dosen

Jumlah dosen teruji pada tahun 2020 sebesar 36. Jumlah ini sangat kecil dibandingkan jumlah populasi dosen. Dari data 296.040 hanya ada 36 atau sekitar 0,0001% yang tercakupi dalam data hasil uji kemahiran berbahasa Indonesia. Karena data tidak reprentatif dan tidak mencerminkan sampel yang terstratifikasi secara acak, nilai rerata yang diambil adalah rerata skor terendah di bawah Median, bukan rata-rata skor secara keseluruhan.

Nilai rerata terendah di bawah median 475. Sementara itu, skor acuan bagi dosen adalah 640. Dengan demikian, indeks yang didapat bagi dosen adalah sebesar 475/640 didapat nilai 0,74.

Skor 475 menunjukkan bahwa Predikat ini menunjukkan bahwa peserta uji memiliki kemahiran yang cukup memadai dalam berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Indonesia, baik lisan maupun tulis. Dalam berkomunikasi untuk keperluan keilmiahan, yang bersangkutan sangat terkendala. Untuk keperluan keprofesian dan kemasyarakatan yang kompleks, yang bersangkutan masih mengalami kendala, tetapi tidak terkendala untuk keperluan keprofesian dan kemasyarakatan yang tidak kompleks.

Dengan pertimbangan angka indeks kemahiran berbahasa, baik yang berdasarkan rerata skor di bawah median maupun berdasarkan skor terendah didapat angka sebagai berikut.


Dengan demikian, dapat diambil angka sebesar 0.57 sebagai baseline pada tahun 2020.

Penambahan target sebesat 0,06 pada setiap tahun dengan melihat tren kenaikan skor pada tahun sebelumnya yang jika dikonversi mendekati angka 0,06.



 
© 2024    Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa
 

SKOR KEMAHIRAN BERBAHASA DAN INDEKS KEMAHIRAN BERBAHASA

Pendahuluan

Bahasa Indonesia telah berkembang seturut perkembangan di bidang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya. Salah satu perkembangan mutakhir adalah penstandaran kemahiran berbahasa Indonesia yang tercantum dalam Permendikbud Nomor 70 Tahun 2016 tentang Standar Kemahiran Berbahasa. Di dalam permendikbud tersebut tercantum berbagai definisi dan aturan tentang kemahiran berbahasa. Hal utama yang patut digarisbawahi adalah standar kemahiran berbahasa Indonesia diukur melalui Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia (UKBI).

Pelaksanaan Permendikbud tersebut berimplikasi terhadap berbagai hal, misalnya berkaitan penyediaan instrumen UKBI, pengembangan bank soal, pengembangan layanan uji yang termutakhir dengan sistem UKBI Adaptif berbasis jejaring internet, pelaksanaan layanan uji melalui TUKBI, dan peningkatan kemahiran berbahasa penutur bahasa Indonesia.

Tulisan ini mengangkat tajuk Skor Kemahiran Berbahasa dan Indeks Kemahiran Berbahasa. Keduanya disandingkan untuk melihat keterkaitan keduanya dan perbedaan di antara keduanya.


Skor Kemahiran Berbahasa

Kemahiran berbahasa dipetakan dalam rentang peringkat, predikat, dan skor tertentu. Pemeringkatan dan predikat terbagi atas tujuh jenjang dengan pemerian sebagai berikut.

Skor kemahiran berbahasa diperoleh penutur bahasa Indonesia setelah yang bersangkutan mengikuti UKBI. Oleh karena itu, skor kemahiran berbahasa Indonesia merupakankarakteristik seseorang yang bersifat personal. Kumpulan skor kemahiran berbahasa dari beragam peserta dalam satu karakteristik tertentu dapat dibuat reratanya. Misalnya, rerata kemahiran dosen pada satu universitas tertentu atau rerata kemahiran berbahasa profesi dosen.

Peningkatan rerata skor dapat dilakukan kepada penutur bahasa Indonesia dengan karakteristik tertentu. Akan tetapi, tidak diterapkan untuk seluruh penutur bahasa Indonesia yang mewakili beragam profesi, beragam instansi, bahkan mewakili beragam kewarganegaraan

Peningkatan kemahiran berbahasa dengan menyamakan rerata penutur bahasa Indonesia tidak sesuai dengan Permendikbud Nomor Nomor 70 Tahun 2016 tentang Standar Kemahiran Berbahasa. Skor optimal yang diminta dalam setiap profesi berbeda. Demikian pula, perbedaan terdapat pada skor kemahiran antara penutur jati dan penutur asing. Misalnya, jika ditetapkan skor rerata peserta yang dipilih 500 dan akan ditingkatkan dalam waktu satu tahun menjadi 505. Peningkatan skor tersebut tidak sesuai dengan semangat dalam Permendikbud. Pada akhirnya pelaksanaannya pasti akan mengalami berbagai kendala.

Kendala pertama, peserta uji yang akan ditingkatkan skornya harus termaktub dalam rerata 500. Skor ini tidak dapat dijadikan tujuan peningkatan kemahiran. Standar kemahiran berbahasa tidak bertujuan menyamakan skor semua penutur bahasa Indonesia. Peningkatan skor juga tidak hanya diberlakukan bagi pemilik skor 500. Akan tetapi, peningkatan kemahiran seharusnya juga terbuka bagi peserta uji yang mendapat skor 260, 300, 400, 500, bahkan juga 600 sesuai dengan karakteristik tuntutan komunikasi yang diharapkan dalam profesinya.

Kendala kedua, peningkatan skor dari 500 ke 505 bermakna dalam tahun berjalan penutur bahasa Indonesia diharapkan mendapat dampak dari berbagai program peningkatan kemahiran hanya dengan menambah 0,006% skor kemahiran atau setara dengan menjawab betul satu butir soal (bahkan pada soal tertentu kurang dari skor jawaban benar 1 soal). Apa yang diharapkan dari penyamaan skor penutur bahasa Indonesia apalagi sebesar 0,006%?

Berdasarkan analisis tersebut, rerata skor kemahiran berbahasa tidak tepat dilekatkan kepada capaian program atau dampak yang diharapkan dari penutur bahasa Indonesia. Hal itu mungkin dilakukan jika dilekatkan dengan profesi tertentu. Misalnya, bagi guru capaian yang diharapkan predikat Unggul. Oleh karena itu, guru yang belum memperoleh predikat tersebut, misalnya masih Semenjana atau Madya, diharapkan dengan mendapat perlakuan dari berbagai program kementerian yang ada dapat ditingkatkan menjadi Unggul.


Indeks Kemahiran Berbahasa

Istilah indeks kemahiran memang tidak atau belum muncul dalam Permendikbud Standar Kemahiran Berbahasa. Istilah itu muncul sebagai jawaban atas satuan yang diharapkan dalam sebuah program peningkatan kemahiran berbahasa Indonesia. Karena skor merupakan milik personal, rerata skor merupakan milik profesi tertentu, indeks kemahiran berbahasa dapat dilekatkan kepada penutur bahasa Indonesia secara umum. Indeks Kemahiran Berbahasa Indonesia adalah nilai rerata indeks karakteristik peserta uji dalam kemahiran berbahasa Indonesia secara lisan d an tulis serta dalam pemahaman kaidah bahasa Indonesia pada setiap tahun.

Indeks Kemahiran Berbahasa Indonesia dirumuskan sebagai berikut.

IKB: Indeks Kemahiran Berbahasa Indonesia
SP: Jumlah Skor Peuji Karakteristik Tertentu
P: Jumlah Peuji
SA: Skor Acuan Tertinggi (sesuai Permendikbud)
n: Jumlah Karakteristik Peuji

Dengan menggunakan indeks kemahiran berbahasa, kita dapat mengharapkan peningkatan kemahiran berbahasa penutur bahasa Indonesia tanpa harus menyamakan skor penutur bahasa Indonesia.


Simulasi Perhitungan


Baseline

Penentuan baseline pada tahun 2020 dan target hingga tahun 2024 dilakukan dengan melihat kecenderungan hasil uji peserta pada tahun 2020 berikut ini.


Pelajar

Jumlah pelajar teruji pada tahun 2020 sebesar 604. Jumlah ini sangat kecil dibandingkan jumlah populasi pelajar. Dari data 25.200.000 hanya ada 604 atau sekitar 0,00002% yang tercakupi dalam data hasil uji kemahiran berbahasa Indonesia. Karena data tidak reprentatif dan tidak mencerminkan sampel yang terstratifikasi secara acak, nilai rerata yang diambil adalah rerata skor yang di bawah median, bukan rata-rata skor secara keseluruhan. Selain itu, dengan pertimbangan perlakuan yang akan diberikan, nilai yang diambil untuk baseline dapat juga berupa skor terendah.

Rerata skor yang di bawah nilai median adalah 363. Skor acuan bagi pelajar adalah 577. Dengan demikian, indeks yang didapat bagi pelajar berdasarkan rerata tersebut adalah 363/577 didapat nilai 0,62.

Skor 363 ini menunjukkan bahwa peserta uji memiliki kemahiran yang tidak memadai dalam berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Indonesia, baik lisan maupun tulis. Dalam berkomunikasi untuk keperluan kemasyarakatan yang sederhana, yang bersangkutan tidak mengalami kendala. Akan tetapi, untuk keperluan kemasyarakatan yang kompleks, yang bersangkutan masih mengalami kendala. Hal ini berarti yang bersangkutan belum siap berkomunikasi untuk keperluan keprofesian, apalagi untuk keperluan keilmiahan.


Mahasiswa

Jumlah mahasiswa teruji pada tahun 2020 sebesar 2.187. Jumlah ini sangat kecil dibandingkan jumlah populasi mahasiswa. Dari data 7.500.000 hanya ada 2.187 atau sekitar 0,0002% yang tercakupi dalam data hasil uji kemahiran berbahasa Indonesia. Karena data tidak reprentatif dan tidak mencerminkan sampel yang terstratifikasi secara acak, nilai rerata yang diambil adalah rerata skor yang di bawah median, bukan rata-rata skor secara keseluruhan.

Rerata skor terendah di bawah nilai median adalah 305. Skor acuan bagi mahasiswa adalah 640. Dengan demikian, indeks yang didapat bagi mahasiswa berdasarkan rerata tersebut adalah 305/640 didapat nilai 0,48.

Skor 305 bermakna peserta uji memiliki kemahiran yang sangat tidak memadai dalam berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Indonesia, baik lisan maupun tulis. Dengan kemahiran ini peserta uji hanya mampu berkomunikasi untuk keperluan sintas. Pada saat yang sama, predikat ini juga menggambarkan bahwa potensi yang bersangkutan dalam berkomunikasi masih sangat besar kemungkinannya untuk ditingkatkan.


Guru

Jumlah guru teruji pada tahun 2020 sebesar 2.187. Jumlah ini sangat kecil dibandingkan jumlah populasi mahasiswa. Dari data 2.698.103 hanya ada 1.094 atau sekitar 0,0004% yang tercakupi dalam data hasil uji kemahiran berbahasa Indonesia. Karena data tidak reprentatif dan tidak mencerminkan sampel yang terstratifikasi secara acak, nilai rerata yang diambil adalah rerata skor terendah di bawah median, bukan rata-rata skor secara keseluruhan.

Rerata skor yang di bawah nilai median adalah 291. Skor acuan bagi guru adalah 640. Dengan demikian, indeks yang didapat bagi guru berdasarkan rerata tersebut adalah 291/640 didapat nilai 0,45.

Skor 291 bermakna peserta uji memiliki kemahiran yang sangat tidak memadai dalam berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Indonesia, baik lisan maupun tulis. Dengan kemahiran ini peserta uji hanya mampu berkomunikasi untuk keperluan sintas. Pada saat yang sama, predikat ini juga menggambarkan bahwa potensi yang bersangkutan dalam berkomunikasi masih sangat besar kemungkinannya untuk ditingkatkan.


Dosen

Jumlah dosen teruji pada tahun 2020 sebesar 36. Jumlah ini sangat kecil dibandingkan jumlah populasi dosen. Dari data 296.040 hanya ada 36 atau sekitar 0,0001% yang tercakupi dalam data hasil uji kemahiran berbahasa Indonesia. Karena data tidak reprentatif dan tidak mencerminkan sampel yang terstratifikasi secara acak, nilai rerata yang diambil adalah rerata skor terendah di bawah Median, bukan rata-rata skor secara keseluruhan.

Nilai rerata terendah di bawah median 475. Sementara itu, skor acuan bagi dosen adalah 640. Dengan demikian, indeks yang didapat bagi dosen adalah sebesar 475/640 didapat nilai 0,74.

Skor 475 menunjukkan bahwa Predikat ini menunjukkan bahwa peserta uji memiliki kemahiran yang cukup memadai dalam berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Indonesia, baik lisan maupun tulis. Dalam berkomunikasi untuk keperluan keilmiahan, yang bersangkutan sangat terkendala. Untuk keperluan keprofesian dan kemasyarakatan yang kompleks, yang bersangkutan masih mengalami kendala, tetapi tidak terkendala untuk keperluan keprofesian dan kemasyarakatan yang tidak kompleks.

Dengan pertimbangan angka indeks kemahiran berbahasa, baik yang berdasarkan rerata skor di bawah median maupun berdasarkan skor terendah didapat angka sebagai berikut.


Dengan demikian, dapat diambil angka sebesar 0.57 sebagai baseline pada tahun 2020.

Penambahan target sebesat 0,06 pada setiap tahun dengan melihat tren kenaikan skor pada tahun sebelumnya yang jika dikonversi mendekati angka 0,06.



 
 
 
© 2024    Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa