Suku : Sasak
Genre : Pertunjukan
Provinsi: Provinsi Nusa Tenggara Barat
Kabupaten/Kota: Kota.Mataram
Penyebaran: Lombok
Cepung merupakan seni vokal
tradisional daerah Lombok, alat yang digunakan sangat terbatas, hanya
diiringi dua alat musik yaitu seruling dan redep. Dengan keterbatasan alat
musik yang digunakan maka para pemain mengatasinya dengan cara menirukan bunyi
gendang, kenceng, rincik. Para pemain selain bertugas membuat bunyi-bunyian
yang menyerupai alat musik tertentu juga sebagai pembawa syair atau
pantun secara bersaut- sautan.
Jumlah pemain cepung ini 6 orang yang
bertugas sebagai pembaca lontar yang merupakan sumber cerita dan syair cepung
itu sendiri. Pembacaan dilakukan bergantian setiap kali pergantian babak
permainan ( merupakan pendahulu gending baru), dua orang sebagai pemain alat
musik dan tiga orang sebagai pembawa musik vokal yang dilakukan sambil menari
dengan gaya yang lucu sesuai dengan syair dan gending yang dibawakan dan
ketiga pembawa musik vokal tersebut dalam keadaaan duduk. Para pemain duduk bersila melingkar atau
membentuk huruf U. Ada yang mengenakan baju atau sebaliknya, tetapi tetap
mengenakan kain dan destar serta hiasan lainnya. Irama lagu cakepung pada
mulanya terdiri atas tiruan bunyi alat – alat gamelan tradisional yang
disuarakan melalui mulut para pemainnya seperti: kendang, ricik, petuk, dan
gong. Dan bahkan disertai dengan meminum minuman tuak untuk lebih memanaskan
suasana permainan. Mengingat seni ini harus dimainkan penuh semangat seperti
tari cak.
Kesenian ini merupakan perkembangan dari
“pepaosan-pepaosan” , cerita yang diambil dalam seni cepung ini khusus dari
Pepaosan Cerita klasik”Monyeh”. Cerita klasik Monyeh sangat terkenal di Lombok,
dikarang dalam bentuk pantun (seloka) dalam bahasa sasak oleh Jero Mihran/Mamiq
Mihran pada tahun 1859. Seluruhnya terdiri dari 671 bait, dibawakan dengan
tembang Sinom, Semarandana, Kumambang, Durma, Dang-dang dan Pangkur.