Surat kabar Abadi merupakan surat kabar harian yang terbit di Jakarta. Surat kabar ini pertama kali terbit 2 Januari 1951 dengan pemimpin redaksinya Suardi Tasrif. Redaksi harian ini mula-mula beralamat di Jalan Menteng 22, Jakarta; Jalan Blora No.36—37, kemudian pindah ke Jalan Kramat Raya 45, Jakarta. Abadi mempunyai moto "Untuk bangsa, untuk negara, untuk agama". Harian ini mempunyai tujuan menyuarakan pandangan partai Masyumi (Majelis Syuro Muslim Indonesia) terhadap hidup kenegaraan di Indonesia.
Harian ini diterbitkan oleh PT Kramat Empat Lima. Halaman isi dan halaman sampulnya menggunakan kertas Koran. Abadi dapat bertahan cukup lama. Harian ini mengalami dua kali masa penerbitan. Masa penerbitan pertama berlangsung ketika pemerintahan Soekarno dan yang kedua ketika pemerintahan Soeharto.
Keberadaan harian ini beberapa kali mendapat rintangan. Abadi dilarang terbit pertama kali pada tanggal 13—14 September 1957 karena menyiarkan berita yang tidak berasal dari juru bicara resmi Musyawarah Nasional. Waktu itu Musyawarah Nasional diadakan untuk merujukkan para pemimpin pemerintah pusat dan daerah-daerah yang memberontak serta antara Presiden Soekarno dan Wakil Presiden M. Hatta. Larangan terbit yang kedua terjadi pada bulan September 1960 dan baru beredar lagi awal bulan berikutnya. Akan tetapi, pada tanggal 31 Oktober 1960 itu juga Abadi yang dipimpin H. Sidi Mohammad Syaaf menutup sendiri penerbitannya karena tidak bersedia menandatangani ketentuan berupa persyaratan untuk memperoleh surat izin terbit (SIT). Abadi terbit kembali pada tanggal 7 Desember 1968 walaupun partai Masyumi dilarang. Masa penerbitan kedua ini hanya bertahan enam tahun karena surat isin cetak (SIC) dan SIT dicabut tanggal 21 Januari dan 23 Januari 1974 sehubungan dengan pemberitaan mengenai demonstrasi mahasiswa pada saat kunjungan kenegaraan Perdana Menteri Jepang. Harian ini dilarang terbit tanpa batas waktu.
Iklan yang dimuat dalam Abadi adalah iklan pakaian, obat, bioskop, acara radio, ucapan selamat, dan pengumuman. Pendistribusian harian ini berskala nasional. Hal itu dapat dilihat dari adanya agen yang tersebar di berbagai kota dan surat pembaca yang datangnya dari berbagai kota, seperti Jakarta, Solo, Padang, Yogyakarta, Brebes, dan Bali.
Abadi memuat bermacam-macam rubrik, antara lain, tajuk rencana, berita olahraga, surat pembaca, perbendaharaan lama, cerita tentang orang, dan manifestasi yang berisi masalah filsafat, sastra, dan seni. Rubrik manifestasi terbit setiap hari Sabtu dan diasuh oleh Bahrun Rangkuti, M. Saribi, dan Susanto Dwijodjuwono. Harian Abadi cukup terkenal dalam dunia sastra karena banyak memuat karya sastra yang ditulis pengarang terkenal.
Keterkenalan media ini diakui oleh Teeuw dalam bukunya Sastra Indonesia Modern II, Pustaka Jaya, 1989. Menurut Teeuw, Abadi menjadi harian terkemuka pada masa pemerintahan Soeharto. Karya sastra yang ditampilkan pun cukup beragam, antara lain, puisi yang berjudul "Senja" karya Mansur Samin, "Sinar Mangkasara" karya Bahrun Rangkuti, "Menempuh Padang Kenangan" karya M. Saribi, "Rahmat" karya L.K. Ara, dan "Berjalan di Atas Bumi, Lautan" karya Slamet Rahardjo. Cerita pendek yang dimuat dalam harian ini, antara lain, berjudul "Dia yang Kehilangan" karya Hamzah Zainuddin, "Kisah Waktu Liburan" karya T. HLY. Affandi, "Di Suatu Pagi" karya Zubaidi A.L., dan "Dua Orang Laki-Laki" karya Djoko Soebagio. Cerita bersambung yang dimuat dalam harian ini berupa terjemahan karya Rudolf Hess yang diterjemahkan oleh Ali Audah. Karya yang lainnya berupa esai sastra. Tema karya sastra yang dimuat dalam harian ini mempunyai ciri khusus, yaitu masalah yang berkaitan dengan ajaran Islam. Para pengarang yang menulis dalam Abadi, antara lain, adalah Tuty Alawiyah A.S., R. Soekatman, T. HLY. Affandi, Buyung Jauh, Hadi S., Taufiq Ismail, Mansur Samin, M. Saribi, M. Mohtar Sum, Kuslan Budiman, Mohd. Farchan Hisjam, L.K. Ara, Junus Mukri Adi, Soemarso Soemarsono, Faisal Ismail, Isman Chudori, dan Slamet Rahadjo. Pembaca sasaran media ini adalah kaum interlektual, khususnya yang beragama Islam.