Ismail Marahimin lahir tanggal 25 April 1934 di Medan dan meninggal 26 Desember 2008. Pendidikan SD ditempuhnya di Medan, Pekanbaru, dan Binjei, selanjutnya SMP, SGA, PGSLP, dan IKIP di Medan, Jurusan Sastra Inggris (1964). Istrinya bernama Hiang Marahimin, pernah menjadi wartawati senior majalah Femina.
Tahun 1969--1971 ia memperdalam studi di University of Hawaii. Dia bekerja sebagai dosen IKIP Medan, kemudian pindah ke Fakultas Sastra Universitas Indonesia, Jakarta. Sesungguhnya pekerjaan sebagai pendidik sudah dimulainya ketika ia masih kuliah di IKIP Medan, yaitu sebagai guru SMP. Di samping itu, ia juga pernah bekerja sebagai editor majalah pariwisata Indonesia Your Destination dan pernah aktif menulis berbagai artikel dalam harian Kompas dan majalah Tempo serta pernah pula bekerja pada majalah Eksekutif.
Sebagai sastrawan, nama Ismail Marahimin baru dikenal luas tahun 1977 ketika Dewan Kesenian Jakarta mengumumkan karyanya, Dan Perang pun Usai, sebagai pemenang Sayembara Mengarang Roman Dewan Kesenian Jakarta. Menurut pengarangnya, novel tersebut sengaja ditulis untuk mengikuti sayembara itu. Novel Dan Perang pun Usai adalah satu-satunya novel yang ditulisnya, seperti pernyataannya "Saya bukan orang yang tekun di bidang ini. Saya baru menulis kalau kebetulan lagi masa paceklik," demikian pengakuannya (Berita Mobil, 1984).
Novel Dan Perang pun Usai diterbitkan oleh Pustaka Jaya tahun 1979 dan beredar di pasaran tahun 1980. Selain itu, Dan Perang pun Usai juga meraih Hadiah Sastra Pegasus, hadiah sastra yang diberikan oleh Mobil Oil Corporation. Penulisnya mendapatkan hadiah--yang bersifat internasional itu--berupa medali emas bergambarkan kuda terbang (Pegasus), uang 2.000 dollar AS, dan undangan mengunjungi Amerika Serikat dalam rangka mempromosikan novelnya yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris. Dan Perang pun Usai diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan judul And the War is Over oleh John H. Mc Glynn dan kemudian diterbitkan oleh Lousiana State University Press tahun 1986.
Kehadiran Ismail Marahimin sebagai novelis cukup menarik perhatian kritikus sastra, antara lain Sapardi Djoko Damono yang mengatakan bahwa ketika Ismail Marahimin dinyatakan sebagai pemenang sayembara, usianya tidak kurang dari 43 tahun. Ini suatu pengecualian sebab pada umumnya para penulis novel mulai menerbitkan buku pada usia yang masih sangat muda. Novel pertama Merari Siregar, misalnya, terbit sebelum usianya mencapai 25 tahun, novel pertama Ajip Rosidi terbit sebelum umurnya 20 tahun, dan novel pertama Pramoedya Ananta Toer terbit ketika ia berusia 23 tahun. Munculnya novel Ismail Marahimin ketika usia penulisnya telah 43 tahun, ini membuktikan bahwa dalam dunia sastra orang tidak pernah terlambat untuk memulai sesuatu (Tempo, Tahun IX, Januari 1980).
Sementara itu, Nugroho Notosusanto (Berita Mobil, 1984) mengungkapkan bahwa masa penjajahan Jepang di Indonesia telah meninggalkan pengalaman yang tragis. Namun, para jurnalis dan sejarawan telah menerangkan dan menganalisis masa itu atau beberapa segi dari masa itu dengan pendekatan makro, sedangkan Ismail Marahimin dengan novelnya telah menyentuh kehidupan rakyat kecil di sekitarnya sehingga menggambarkan kehidupan manusia yang sesungguhnya.