Klara Akustia mempunyai beberapa nama, yaitu AS. Dharta, Kelana, Asmara, Yogaswara, Barmaraputra, dan Rodji. Nama sebenarnya Adi Sidharta, tetapi biasa disingkat A.S. Dharta. Pada masa remajanya ia memakai nama Kelana Asmara dan akhirnya memakai nama yang terdengar seperti nama Rusia, yaitu Klara Akustia yang bermakna "mempunyai hubungan rasa simpati".
Sastrawan yang mengkhususkan karyanya pada puisi ini dilahirkan di Cibeber, Cianjur, Jawa Barat pada 7 Maret 1924 dan meninggal pada 7 Februari 2007. Sebagai seorang Sunda, Klara Akustia telah mendarmabaktikan dirinya pada daerahnya. Ia telah berhasil mendirikan majalah Generasi Baru di Tasikmalaya pada tahun 1947 bersama dengan M.S. Ashar.
Sajak-sajak Klara Akustia dimuat di berbagai majalah, seperti Mimbar Indonesia, Spektra, Tenaga, Siasat, Zaman Baru, Harian Rakyat, dan Bintang Merah.
Pendidikan yang pernah ditempuhnya adalah sekolah rendah. Setamat dari sekolah rendah ia melanjutkan ke Sekolah Dagang Douwes Dekker di Bandung, lalu ke Nationaal Handels Collegium. Setelah tamat, Klara Akustia bekerja di bidang penerbitan, yaitu sebagai redaktur majalah Gelombang Zaman di Garut. Perkembangan kariernya semakin meningkat. Ia bekerja di Kebudayaan Bandung dari tahun 1942--1945. Tahun 1946 ia sebagai anggota pimpinan Api Priangan di Bandung. Tahun 1947--1948 Klara Akustia bekerja sebagai redaktur harian Buruh Yogyakarta. Dalam bidang kesusasteraan, ia sebagai anggota pengurus Himpunan Sastrawan Indonesia di Yogyakarta pada tahun 1947--1948. Tahun 1950 dia bekerja sebagai sekretaris Biro Penerangan Pendidikan Sentral Biro Sobsi. Klara Akustia adalah pendiri Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra) bersama M.S. Azhar dan Njoto, dan menjadi sekretaris jenderal (Sekjen) pertamanya tahun 1950. Akhirnya, ia harus berhenti menulis karena Lekra merupakan organisasi politik yang terlarang. Klara Akustia masuk penjara di Kebonwaru, Bandung tahun 1965—1978.
Peranannya dalam kehidupan sastra cukup menonjol. Hal itu tergambar dari adanya perhatian peminat sastra untuk menyoroti karya-karyanya. Salah satu kumpulan sajaknya yang berjudul Rangsang Detik banyak mendapat sorotan. Rangsang Detik, memuat 63 sajak, merekam masa-masa awal revolusi Indonesia yaitu sekitar tahun 1949 yang memadukan antara cita-cita dan daya cipta (kreasi). Kumpulan sajak ini bertema utama masalah-masalah yang berhubungan dengan revolusi sehingga nilai estetikanya tidak terlalu dipentingkan. Sajak-sajak karya Klara Akustia lebih banyak yang berbentuk tanggapan terhadap lingkungannya, sebagai anak zaman yang mematuhi tuntutan zamannya.
Sugiarta Sriwibawa (1957) menyatakan bahwa sajak-sajak Klara Akustia menggambarkan persoalan kehidupan masyarakat sekelilingnya dengan wajar dan sederhana. Sementara itu, H. Irvan (1957) menyatakan karya-karya Klara Akustia adalah puisi yang berbentuk melodis, sarat dengan permainan bunyi. Secara keseluruhan puisi-puisi Klara Akustia berbicara tentang ketidakadilan terhadap rakyat kecil, serta perjuangan bangsa.
Selain dimuat dalam antologi, sajak-sajak Klara Akustia juga ada dalam terbitan lepas. Beberapa puisinya antara lain, berjudul (1)"Merdeka Kami" (2) "Kasih dan Penjara" ( dalam Siasat, No. 240/V, 18 November 1951; (3) "Nol Besar" (dalam Spektra, No. 52/I, 11 Februari 1950); (4) "Buruh" (dalam Tenaga, No. 8, 15 Juli 1950); (5) "Kepada Mao Tse-Tung", (6) "Kasih dan Penyair", (7) "Pejuang", (8) "Taufan" (dalam Bintang Merah, No. 7, Oktober/November 1951); (9) "Nyonya Marsih" (dalam Zaman Baru, N0. 58/II, 15 November 1951); (10) "Merdeka Kami" (dalam Zaman Baru, 58/II, 15 November 1951); (11) "Api dan Mawar" (dalam Mimbar Indonesia, No. 6, 23 Februari 1952); (12) "Barisan dan Bendera" (dalam Mimbar Indonesia, No. 17/VI, 24 April 1952); (13) "Laguku" (dalam Zaman Baru, No. 81/II, 7 Mei 1952)' (14) "Nanking Seratusribu" (dalam Harian Rakyat, No. 613/III, 25 Juli 1953; (15) "Petik Gitar", (16) "Pada Manusia yang Bekerja", (17) "Harapan" (ditulis waktu sakit di RSCM, 13 April 1955); (18) "Kongres Rakyat kepada Irian Barat", 9 Agustus 1955; (19) "Epos Dasa Warsa kepada Angkatan 45", 15 Agustus 1955; (20) "Petik Gitar untuk Kawan dan Lawan", 25 Agustus 1955; (21) "Rakyat Memilih", 30 Oktober 1955; (22) "Surat Biru kepada Iramani", (23) "Kalibata", 10 November 1955; (24) "Pelita Merah", 4 Januari 1956; (25) "Candaspangeran kepada Memed Sastrahadiprawira", 13 Januari 1956; (26) "Kawan Aidit", 31 Januari 1956; (27) "Pada Manusia yang Bekerja Sidang Dewan Dewan Nasional Sobsi kedua", 23 Februari 1956; (28) "DPR Baru", 5 Maret 1956; (29) "Rumah Liar kepada DPKS Jakarta", 5 Maret 1956; (30) "Wanita dari Sungai de Laureantis", 30 Maret 1956.