La Rose, seorang penulis yang terkenal sebagai novelis dan kolumnis. Nama aslinya Jenny Marselina Laloan. Selain menggunakan nama La Rose, ia juga menggunakan nama samaran lain dalam tulisan-tulisannya, yaitu Jenny Sdk., M.H. Sosrodanukusumo-Laloan, dan Yasmin. Dia lahir di Tegal, Pekalongan tanggal 22 Desember 1932 dan meninggal dunia di Jakarta, 22 November 2003. Dia tergolong penulis yang produktif.
Selain itu, ia juga berprofesi sebagai pelukis, penceramah, dan penyiar. Masa kanak-kanak dan remajanya dihabiskannya di Desa Naongan, Manado, Sulawesi Utara. Ayahnya Gerzon Laloan, seorang pendeta yang mengembangkan misi Kristen Advent dan juga petani, sedangkan ibunya Paulina Malonda, seorang seniman yang suka menyanyi, main piano, dan pandai menjahit.
La Rose menamatkan pendidikannya di Lagere School pada zaman Belanda dan Chu Gakkoo pada zaman Jepang. Dia menikah dengan seorang advokat dan pengusaha bank berdarah Madura, Ario Damar Sosrodanukusumo, 14 Januari 1954 di Hongkong secara Islam di hadapan penghulu berkebangsaan Cina. Sebelum menikah, ia telah masuk Islam dan suaminya memberinya nama Hasanah, Jenny Marceline Hasanah Sosrodanukusumo. Di rumah mereka sehari-hari menggunakan bahasa Belanda dan Inggris. Namun, ia juga menguasai bahasa Prancis dan Jerman. Mereka berada di luar negeri selama 15 tahun bersama anak mereka, dua orang anak laki-laki dan dua orang perempuan.
Tahun 1984 ia mulai menggeluti dunia lukis di bawah asuhan pelukis ternama S. Sudjojono. Dia juga pernah menjadi penyiar di Radio Nusantara Jaya dan tahun 1986 ia menjabat Wakil Ketua Komite Lestari Lingkungan. Bersama suaminya ia membuka bisnis jahit-menjahit, berpapan merk Don Rio, di kawasan Tebet, Jakarta Selatan. Dia tinggal di kawasan Kemang, Prapanca Bawah, Jakarta Selatan. Dia juga memiliki stasiun Radio Ros di daerah Tebet, Jakarta Selatan.
Sejak umur lima tahun ia sudah kerap kali membuat catatan harian. Ia mulai menulis tahun 1960-an. Menurut pengakuannya dalam Harmonis No. 315 Tahun 1985, ia tidak mempunyai bakat menulis. Dia menulis karena ada keinginan untuk mengekspresikan diri, perasaan, dan pikirannya. Semua tulisannya bukan hasil imajinasi, tetapi merupakan kesan setelah melihat, mendengar, dan mengalami berbagai peristiwa.
Selain dikenal sebagai novelis, La Rose juga dikenal sebagai penulis kolom 'Cinta Sejuta Rasa Bersama La Rose' di majalah Kartini dan "Makna Sebuah Rumah" di majalah Asri. Yang ditulisnya mengenai dunia suami istri, tata krama, dan masalah lingkungan hidup. Novelnya yang telah terbit antara lain sebagai berikut (1) Dalam Wajah-Wajah Cinta (1976); (2) Nah Ini Dia (1977); (3) Psssst (Jangan Bilang Siapa-Siapa) (1977); (4) Benang-Benang Kusut (1983); (5) Lingkaran Hidup (1983); (6) Takdir (1983); (7) Wajah-Wajah Cinta (1983); (8) Bukan karena Aku Tidak Mencintai (1985); (9) Ditelan Kenyataan (1985); (10) Pendeta Yonas (1985); (11) Adakah Jalan Lain(1986); (12) Tak Ada Jalan Buntu (1986); (14) Lembah Citra (1987); (14) Tak Semerdu Kata Hati (1987); (15) Istri Pengacara (1987); dan (16) Mereka yang Merugi dan yang Beruntung (1987).
Ada juga karyanya yang berbentuk cerpen, antara lain (1) "Inilah Hidup" dalam Selecta No. 842 Tahun 1977; dan (2) "Bapak Bachtiar dengan Isteri-Isterinya" dalam Selecta No. 862 Tahun 1978. Karyanya yang berbentuk cerita bersambung, antara lain (1) "Janda" dalam Selecta No. 809—823 Tahun 1977; (2) "Farida Namanya" dalam Selecta No. 905—911 Tahun 1979; dan (3) "Dokter Sudarta" dalam Selecta No. 1023—1029 Tahun 1981.
Selain menulis novel dan cerpen, ia juga menulis puisi dalam majalah atau surat kabar, seperti (1) "Cerita Cinta yang Lucu-Lucu" dalam Waspada Medan, 9 Mei 1978; (2) "Titian Bercadas" dalam Haluan 14 Mei 2000; dan (3) "Terbelenggu" dalam Haluan 14 Mei 2000. Selain itu, ada juga karyanya yang berupa bacaan umum, yaitu Pribadi Mempesona (1984) dan TataKrama.
Walaupun masuk Islam pada saat berusia dewasa, ia tergolong muslimah yang taat, sebagaimana dinyatakannya kepada wartawan Republika berikut ini. Manusia butuh agama, bukan karena manusia itu suci, justru karena manusia itu lemah. Sesungguhnya hidup ini fana. Dunia hanyalah stasiun perhentian sementara. Kita pasti meninggalkan dunia, menuju kehidupan yang abadi, kehidupan di akhirat. Islam di mata saya adalah agama yang sangat aplikatif, sangat praktis, dan mudah diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Islam adalah agama yang sangat manusiawi sebab Tuhan sebagai pencipta manusia tahu betul bahwa manusia adalah makhluk yang lemah. Oleh karena itu, Tuhan menurunkan agama sesuai dengan fitrah manusia (Republika, 27 Mei 1994, hlm. 7).
La Rose telah berkali-kali menunaikan ibadah haji, yang pertama tahun 1967 dan yang kedua kalinya tahun 1980. Dia sangat mengagumi karya Jalaluddin Rumi dan Muhammad Iqbal. Menurutnya, karya Rumi begitu indah. La Rose mengumpamakan pria sebagai langit dan wanita sebagai bumi. Jika bumi kering-kerontang, langit yang melembabkannya dengan cara menurunkan embun. Embun itu diserap ke atas dan terbentuk awan, lalu turunlah hujan. Hal itu menyiratkan perlunya kerja sama antara pria dan wanita. Sementara itu, karya Iqbal sangat menggugah semangat perjuangan. Wawasan Iqbal sangat luas sehingga karya-karyanya sangat kritis dan bermutu.
Beberapa novel La Rose dijadikan bahan kajian skripsi oleh mahasiswa UIN dan Universitas Muhammadiyah, seperti Puing-Puing Kesetiaan, Puing-Puing Kekecewaan, Balada Sekuntum Teratai, Lingkaran Hidup, Ditelan Kenyataan, Bukan karena Aku Tidak Mencintai, dan Gema Cinta (Republika, 27 Mei 1994).
La Rose juga mengagumi pengarang Rusia, seperti Dostoyevski, Gustav Lober, Anton Chekhov, Guy de Maupassant, dan Dorris Lessing, serta pengarang Indonesia Utuy Tatang Sontani. Tentang pengarang wanita Indonesia, ia berkomentar bahwa tidak ada yang dikaguminya karena masalah yang mereka kemukakan terlalu sederhana baginya (femina No. 16 Tahun 1986).
Para kritikus menggolongkan La Rose ke dalam kelompok penulis pop yang tulisannya berbau adegan ranjang. Namun, novelnya Ditelan Kenyataan (1978) mendapat pujian dari Trisno Sumardjo sebagai karya sastra bermutu. Beberapa novelnya telah difilmkan.
Farid Hadjiry dalam Panji Masjarakat No. 330 hlm. 61 menyatakan bahwa pada saat nilai-nilai agama (setidak- tidaknya dalam kehidupan dunia novel) tidak begitu dipedulikan, bahkan dibuang jauh-jauh, tentu kehadiran novel Takdir karya La Rose, yang digemari terutama kalangan anak muda, semacam ini sangatlah kita pujikan.
A.T. dalam majalah Harmonis No. 315 April 1985 mengomentari tulisan-tulisan La Rose. A.T. mengatakan bahwa gaya penulisan La Rose terbuka, terus terang, bahkan banyak mengandung kritik. Jika dilihat dari luas masalah yang ditulisnya, La Rose bukan saja orang yang rajin membaca, sering melakukan perjalanan jauh, dan banyak berialog dengan berbagai lapisan masyarakat, melainkan juga seorang yang banyak merenung. Masalah kehidupan yang ditulisnya meliputi masalah cinta, rumah tangga, keluarga, anak, jodoh, karier, hubungan wanita-pria seprofesi dan berbagai isu dalam masyarakat. Dia juga menulis tentang resesi dan krisis, tidak saja resesi ekonomi dan BBM, tetapi juga resesi kejiwaan dan krisis cinta di kalangan suami istri. Dia juga sering menulis tentang kesehatan dan lingkungan hidup.