Mohammad Diponegoro terkenal sebagai penulis cerita pendek, lakon drama, dan roman. Dia lahir di Yogyakarta, pada tanggal 28 Juni 1928 dan meninggal dunia pada tanggal 9 Mei 1982 juga di Yogyakarta. Mohammad Diponegoro adalah orang pertama yang memperkenalkan puitisasi terjemahan Quran ke dalam bahasa Indonesia bersama Djamil Suherman dan Kaswanda Saleh. Dia juga yang menerjemahkan Kasidah Barzandji sebagai hasil sastra. Tahun 1961 Mohammad Diponegoro mendirikan Teater Muslim dan menjabat sebagai ketua selama empat tahun (1961—1965). Tahun-tahun selanjutnya ia menjabat sebagai penasihat.
Mohammad Diponegoro tamat HIS Muhammadiyah Yogyakarta tahun 1942. Dia melanjutkan sekolah ke SMP Muhammadiyah Yogyakarta dan tamat tahun 1945. Setelah itu, ia bersekolah di SMA B Negeri Yogyakarta dan tamat tahun 1950 lalu pada tahun itu juga ia melanjutkan pendidikannya ke Fakultas Teknik Universitas Indonesia di Bandung (ITB sekarang) tahun 1950 (hanya satu tahun). Setelah itu, ia pindah ke Fakultas HESP (Hukum, Ekonomi, Sastra, dan Pedagogi) Jurusan Ekonomi, Universitas Gadjah Mada. Pada tahun 1964, ia belajar di Nippon Bunka Gakuin tingkat Sho-kyu dan mendapat peringkat I. Oleh sebab itu, ia dikirim ke Jepang selama 6 bulan. Pada tahun 1969, ia kembali ke Universitas Gadjah Mada, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, jurusan Hubungan Internasional sampai tingkat III. Selain itu, ia juga mengikuti beberapa kursus, bahasa asing, seperti bahasa Inggris, Arab, Jepang, dan Belanda, serta pernah menjadi santri di Pondok Modern Gontor, Ponorogo.
Pada masa revolusi kemerdekaan, Mohammad Diponegoro aktif dalam bidang kemiliteran. Sekitar April sampai Juni 1945 ia mengikuti latihan kemiliteran di Cibarusa, Jawa Barat dan kemudian menjadi opsir Tentara Rakyat Indonesia (TRI) dengan pangkat letnan II kemudian ia diangkat sebagai ketua salah satu seksi sampai tahun 1947. Sambil melanjutkan sekolah di SMA, ia menjadi staf Siasat Resimen Ontowiryo (TNI masyarakat). Selain itu, Mohammad Diponegoro juga bekerja sebagai guru tidak tetap di SMP Dinas Penyempurnaan Pengetahuan dan Keahlian Staf "A", Angkatan Darat di Bandung tahun 1951. Dia juga bekerja sebagai wartawan surat kabar, redaktur majalah mahasiswa, dan pegawai perpustakaan. Dia juga pernah bekerja sebagai produsen sarung tenun dan juga pernah bekerja di Jefferson Library, USIS di Yogyakarta. Dia dicap sebagai antek nekolim dan sempat ditahan sekitar tahun 1965—1966. Tahun 1971 Mohammad Diponegoro bekerja sebagai pembaca cerpen di Radio Australia.
Ia pernah menjadi redaksi majalah Tunas (Pelajar Islam Indonesia, 1947—1950), redaksi majalah Media (Himpunan Mahasiswa Islam, 1955), dan redaksi majalah Misykah (Himpunan Peminat Sastra Islam, 1960). Pada bulan Juni 1965 ia menjadi redaksi majalah Suara Muhammadiyah, yang diterbitkan oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah Yogyakarta. Pada tahun 1975 ia diangkat menjadi wakil pemimpin redaksi/wakil pemimpin umum majalah itu sebagai pengasuh ruang "cerita pendek", "sajak", "rubrik opini", "karikatur", dan "pembaca menulis" dan sebagai pengasuh rubrik "English Column" ia menggunakan nama samaran Ben Hashem. Di samping sebagai sastrawan dan wartawan, ia juga sebagai pelukis batik, fotografer, dan sering menjadi juri deklamasi sajak, serta juri sayembara drama televisi dan radio. Selain itu, ia pun gemar musik hingga menguasai beberapa alat musik, seperti piano, gitar, dan biola, serta pernah mencipta syair lagu. Syair-syair lagu ciptaannya, antara lain adalah "Mars Aisyiyah" (lagu oleh M. Irsyad) dan "Bidan Prajurit Islam", sebuah gubahan untuk siswa Sekolah Bidan Pusat Kesejahteraan Umum (PKU) Muhammadiyah. Namanya juga tercatat sebagai anggota Badan Kongres Kebudayaan Islam Indonesia (BKKII).
Buku pertamanya yang berbentuk novel berjudul Siklus (1975). Kumpulan cerpennya berjudul Odah. Cerpen-cerpennya, antara lain adalah (1) "Kedatangan" (Indonesia Tahun III, Nomor 8, 1952), (2) "Jilan" (Kisah Tahun I, Nomor 4, 1953), (3) "Kebohongannya yang Nyata" (Kisah Tahun I, Nomor 6, 1953), (4) "Odah" (Media Tahun I, Nomor 3, 1954), (5) "Alice" (Media Tahun I, Nomor 5, 1955 dan Gema Islam Tahun III, Nomor 51, 1964), (6) "Dua Tjerita tentang Perempuan" (Media Tahun II, Nomor 5, 1955), (7) "Dunia Ini Lebar Baginya" (Media Tahun II, Nomor 5, 1955), (8) "Iseng" (Media Tahun II, Nomor 4, 1955), (9) "Kim" (Media Tahun II, Nomor 4, 1955), (10) "Pastilah Dia Laki-Laki" (Media Tahun III, Nomor 4, 1956, (11) "Pasti Dia Laki-Laki" (Siasat Tahun X, Nomor 494, 1956), (12) "Pekelahi" (Media Tahun II, Nomor 6—7, 1956), (13) "Ada Djuga jang Melebihi Kami" (Sastra Tahun III, Nomor 7—8, 1963), (14) "Istri Sang Medium" (Horison Tahun V, Nomor12, 1970); (15) "Potret Seorang Pradjurit" (Horison Tahun V, Nomor 9, 1970); (16) "Duel" (Mimbar Tahun II, Nomor 13, 1972), dan (17) "Tsukina si Tangan Kidal" (Mimbar Tahun II, Nomor 8, 1972).
Mohamad Diponegoro juga menulis sajak, antara lain (1) "Dari Tahun 46" (Siasat Tahun VI, Nomor 289, 1952), (2) "Kabar" (Siasat Tahun VI, Nomor 286, 1952), (3) "Premanifest" (Siasat Tahun VI, Nomor 289, 1952), (4) "Rindu" (Siasat Tahun VI, Nomor 286, 1952), (5) "Abu Petjah-Petjah" (Gadjah Mada Tahun IV, Nomor 4, 1953), (6) "Perhitungan Bulan Djuni" (Media Tahun I, Nomor 1, 1954), (7) "Waris" Media Tahun I, Nomor 1, 1954, (8) "Bangsa Kafir" (Media Tahun III, Nomor 4, 1956), (9) "Bangsa Kuraisy" (Media Tahun II, Nomor 9, 1956 dan Hikmah Tahun XI, Nomor 24, 1958), (10) "Batang Tin" (Media Tahun III, Nomor 4, 1956), (11) "Berlumba" (Media Tahun I, Nomor 9, 1956 dan Hikmah Tahun XI, Nomor 22, 1958), (12) "Bukti Biti" (Media Tahun II, Nomor 11—12, 1956 dan Hikmah Tahun XI, Nomor 16, 1958), (13) "Gadjah" (MediaTahun II, Nomor 9, 1956 dan Hikmah Tahun XI, Nomor 17, 1958), (14) "Manusia" (Media Tahun II, Nomor 11-12, 1956 dan Hikmah Tahun XI, Nomor 19, 1958), (15) "Masa" (Media Tahun II, Nomor 9, 1956 dan Hikmah Tahun XI, Nomor 24, 1958), (16) "Mentari" (Media Tahun II, Nomor 10, 1956 dan Hikmah Tahun XI, Nomor 14, 1958), (17) "Pagi Tjemerlang" (Media Tahun III, Nomor 1, 1956), (18) "Pengupat" (Media Tahun II, Nomor 9, 1956 dan Hikmah Tahun XI, Nomor 17, 1958), (19) "Penjerbu" (Media Tahun III, Nomor 2, 1956), (20) "Subuh" (Media Tahun III, Nomor 2, 1956), (21) "Terjemahan Puitis Surat-Surat Al Quran" (Indonesia Tahun VIII, Nomor 4, 1957), (22) "Darah Kental" (Gema Islam Tahun II, Nomor 29, 1963), (23) "Maha Tinggi" Gema Islam Tahun II, Nomor 24, 1963), (24) "Puitisasi Terjemahan Al Quran Juz 29" (Horison Tahun XII, Nomor 6, 1977), dan (25) "Sebuah Kaligrafi dalam Lukisan" (Pandji Masjarakat Tahun XXIV, Nomor 363—364).
Sebagai dramawan, ia pernah menulis lakon yang berjudul "Iblis". Drama tersebut dimuat dalam Budaya Tahun XII No. 1—2, 1962. Pementasan lakon ini pernah diboikot oleh mahasiswa di Yogyakarta karena lakon tersebut menampilkan sosok Nabi Ibrahim. Di samping karya aslinya, ia pun menyadur dan menerjemahkan drama asing, seperti Desire under the Elms (O'Neill), The Death of Odysseus (Lionel Abel), The Death Trap atau Jebakan Maut (Saki/H.H. Moenro), Fortune Writes a Letter (Theodor Apstein), The Miracle of the Danube (Maxwell Anderson), serta dua buah saduran dari karya Tennessee William, yaitu Labbaika, Ya Rabbi, Labbaika dan Surat Kepada Gubernur. Ia juga banyak menulis esai, baik asli maupun saduran yang dimuat dalam majalah Budaya Jaya, Media, dan Suara Muhammadiyah. Salah satu esainya "Sebuah Konsep Individualitas: Percobaan Memahami Cita Iqbal tentang Manusia" dibacakan dalam acara Peringatan Iqbal di Taman Ismail Marzuki pada 24 April 1972. Esai itu kemudian dimuat dalam majalah Budaya Jaya, dan diterbitkan dalam Percik-percik Pemikiran Iqbal (Shalahuddin Press, Desember 1983) bersama karya Ahmad Syafii Maarif. Esai lainnya "Muhammad Asad Duta Islam Masa Kini", yang pernah dimuat dalam majalah Suara Muhammadiyah, diterbitkan kembali dalam Duta Islam untuk Dunia Modern (Shalahuddin Press, September 1983), juga ditampilkan bersama tulisan Ahmad Syafii Maarif.
Dua cerpennya "Kadis" dan "Cubit Sejimpit" memenangkan hadiah pertama Lomba Penulisan Cerpen dan Cerpen Humor yang diselenggarakan oleh majalah Kartini pada tahun 1980.