Totilawati Tjitrawasita, seorang novelis, cerpenis dan wartawati, mempunyai nama lengkap Maria Asumta Totilawati Tjitrawasita. Kadang-kadang ia menggunakan nama samaran Mbak Minuk. Dia lahir 1 Juni 1945, di Kediri, dan meninggal 10 Agustus 1982 di Surabaya, Jawa Timur. Toti dimakamkan di Pekuburan Kristen Kembang Kuning Surabaya secara Katolik dan dipimpin oleh pastor J. Heyne S.V.D. Dia sampai akhir hayatnya tidak menikah. Toti anak nomor dua dari 13 bersaudara. Ayahnya bernama Soewandi Tjitrawasita dikenal sebagai sastrawan "Angkatan 45" yang aktif dalam bidang pendidikan. Soewandi Tjitrawasita adalah pendiri Yayasan Pawiyatan Daha yang terkenal di Kediri sebagai pejuang, wartawan, dan sastrawan Angkatan 45 yang sempat iabadikan dalam buku Gema Tanah Air H.B. Jassin.
Toti menyelesaikan pendidikan SD dan SMP "Daha" Kediri kemudian ia melanjutkan ke Sekolah Musik Indonesia di Yogyakarta, lulus tahun 1965. Tahun 1967 Toti kuliah di Akademi Wartawan Surabaya (AWS). Dia dikenal sebagai penulis yang produktif dan sampai akhir hayatnya secara resmi ia masih menjabat redaktur mingguan berbahasa Jawa Jaya Baya merangkap staf direksi percetakan/penerbitan Tirta Jaya. Dia pun aktif di Dewan Kesenian Surabaya (DKS), anggota pengurus baik Serikat Penerbit Suratkabar (SPS) maupun Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi). Di samping itu, Toti juga aktif membina generasi muda di bidang kebudayaan, kesenian, dan teater. Prestasinya di bidang kesenian menyebabkan tahun 1979 Toti ddiangkat sebagai "Warga Kehormatan Kotamadya Surabaya" oleh walikota setempat.
Toti menjadi salah seorang pemegang saham majalah berbahasa Jawa Joyoboyo dan percetakan Tirta Jaya. Kehidupan sepenuhnya dicurahkan untuk profesi dan seni. Barangkali hal ini terbawa oleh pengaruh atau cara pendidikan ayahnya yang juga termasuk pendiri Sekolah (Perguruan Tinggi) "Yayasan Pawiyatan Daha" di Kediri bersama Tazib Ermadi (Pemimpin Umum dan Redaksi majalah Jaya Baya).
Sebagai sastrawan, Toti semasa hidupnya banyak menghasilkan novel, cerita pendek, baik dalam bahasa Jawa maupun Indonesia. Cerita pendek berbahasa Jawa berjudul "Jakarta" dimuat dalam antologi Javanese Literature Since Independence yang dikumpulkan Prof. J.J. Ras (Tha Hague, 1979), dan dimuat dalam Cerita Pendek Indonesia 4 dengan bahasa Indonesia (Hoerip, 1979). Cerpennya itu juga jadi bahan kajian dalam buku Panuti Sudjiman, Telaah Cerita Rekaan.
Karya-karyanya dalam bahasa Indonesia juga banyak mendapat hadiah dalam berbagai lomba penulisan yang diselenggarakan beberapa majalah terkenal. Kumpulan cerita pendek berjudul Sebuah Cinta Sekolah Rakyat terpilih sebagai bacaan terbaik oleh Yayasan Buku Utama dalam tahun 1977. Di samping itu, ia juga menulis dua buku bacaan remaja, yaitu novel remaja Hadiah Ulang Tahun (1974) dan Sinta Sasanti (1975).
Sebagai wartawan, pada tahun 1970 Totilawati memenangi "Hadiah Zakse", yaitu hadiah jurnalistik untuk wartawan muda. Pada tahun 1974 dan 1975 Toti berturut-turut meraih juara petama untuk penulisan tajuk rencana dalam lomba jurnalistik se-Jawa Timur yang dilaksanakan PWI cabang Surabaya. Tahun 1980 Toti mendapat kesempatan untuk mengikuti International Writters Program di Universitas Iowa, Amerika Serikat selama tiga bulan.
Jakob Sumardjo berpendapat bahwa pengarang Totilawati yang berasal dari Surabaya telah menerbitkan tiga buku, yakni kumpulan cerita pendek Sebuah Cinta Sekolah Rakyat yang kurang berhasil, novel Sinta Sasanti dan novel Hadiah Ulang Tahun. Kedua novelnya itu merupakan bacaan untuk gadis-gadis remaja. Tema utamanya adalah cinta asmara muda-mudi. Keistimewaannya adalah percintaan ini terjadi antara gadis yang dipanggil Nuk dengan Ramli seorang perwira muda" (Pikiran Rakyat, Bandung, Rabu, 9 Maret 1977).
Menurut Wardani Tjiptowardono, Toti pengagum sastrawan Sitor Situmorang dan Pramoedya Ananta Toer. Di pihak lain, ia sangat mengagumi tokoh nasionalis Mahatma Gandhi (Inia) dan Ki Hajar Dewantara yang dinilai sederhana dalam hidupnya dan selalu memikirkan nasib rakyat kecil (Sinar Harapan, Jumat 10 Juni 1977).