Zulidahlan pengarang dan aktivis teater kota Kudus lahir di Demangan, Kudus, Jawa Tengah pada tanggal 2 Agustus 1939 dan meninggal dunia dalam usia yang masih sangat muda bagi perjalanan karier seorang pengarang pada tanggal 19 Januari 1971 di kota kelahirannya, Kudus. Kabarnya, pengarang ini gemar membanggakan dirinya sebagai orang di bawah naungan zodiak Aries.
Seluruh masa hidup Zulidahlan diabdikannya untuk bidang kesenian, terutama sastra dan teater. Sebagai seorang pemuda Islam ia terkenal sebagai penggerak utama Himpunan Seniman Budayawan Islam (HSBI) di kota Kudus.
Di kota Kudus tempat tinggalnya, penulis cerpen ini bukan saja menulis naskah lakon, melainkan sering pula menyutradarai pementasan drama, antara lain lakon-lakon karyanya sendiri, seperti "Matahari Senja", "Tidak untuk Orang Lain", dan "Tamara dan Ibrahim". Dia juga mementaskan lakon-lakon tulisan orang lain. Dia pernah memperoleh kesempatan untuk main di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, dan hasil pementasannya dinilai tidak mengecewakan. Sepeninggal ia, kegiatan berteater di Kudus tidak terdengar lagi.
Zulidahlan pertama kali mengumumkan karyanya berupa sebuah puisi berjudul "Marhaban ya Muhammad" yang dimuat dalam majalah Gelora Nomor 25/III pada tahun 1962. "Kita Semua Adalah Miliknya" yang dimuat dalam majalah Tjerpen No. 2/II pada tahun 1967. Sebagai seorang sastrawan Zulidahlan menulis sajak, cerita pendek, dan drama. Namun, karena fakta yang nyata berdasarkan hasil pencatatan Kratz dalam bukunya Bibliografi Karya Sastra Indonesia dalam Majalah (1988) menunjukkan bahwa hanya karya berupa cerita pendeklah tulisan terbanyak yang dihasilkan Zulidahlan, orang-orang mengenalnya sebagai seorang cerpenis. Cerita pendeknya memang tersebar dalam majalah-majalah yang terbit di Jakarta, antara lain dalam majalah Sastra, Tjerpen, dan Horison. Salah satu di antara cerpennya, yaitu "Maka Sempurnalah Penderitaan Saya di Muka Bumi Ini" masuk dalam antologi Laut Biru Langit Biru (1977, Ajip Rosidi). Cerpen tersebut semula dimuat dalam majalah Horison pada tahun 1967. Cerpen itu pula pada tahun 1973 telah menarik perhatian seorang pengamat kesusastraan Indonesia berkebangsaan Prancis Henri Chambert-Loir untuk menerjemahkannya ke dalam bahasa Prancis menjadi "Totale est maintenant ma douleur eu la monde" yang dimuat dalam D' Archipel Volume 11 tahun 1980, halaman 165--169. Pengakuan atas kepengarangan Zulidahlan diperkuat pula dengan masuknya salah satu karya cerita pendeknya yang berjudul "Kita Semua Adalah Miliknya" ke dalam antologi Cerita Pendek Indonesia 4 (Satyagraha Hoerip, 1984). Cerpen tersebut semula dipublikasikan dalam majalah Tjerpen No. 2/II, November 1967. Karya-karya Zulidahlan, antara lain, adalah Cerpen "Kita Semua adalah Miliknya", Tjerpen No. 2/II (1967) hlm. 3—5, "Maka Sempurnalah Penderitaan Saya di Muka Bumi Ini", Horison No. 3/II (1967) hlm. 72—74, "Mas Kawin bagi Istriku", Horison No. 10/II (1967) hlm. 302—305, "Sepasang Sepatu Anak", Gema Islam No. 92/V (1967) hlm. 23--24, 26, 35, "Ulang Tahun", Tjerpen No. 9/I (1967) hlm. 3--6, 30, "Kita hanya Bisa Menunggu, Cucuku", Sastra No. 5/VI (1968) hlm. 16—17, "Perburuan", Horison No. 5/III (1968) hlm. 135—137, "Selalu setiap pagi ia menyapa dengan lembut", Sastra No. 1/VII (1969) hlm. 27—28, "Tidak untuk Orang Lain", Sastra No 5/VII (1969) hlm. 7—9, "Perangku melawan serombongan", Horison No. 6/VI (1971) hlm. 181—182. Puisi "Marhaban ya Muhammad", Gelora No. 25/III (1962) hlm. 23, "Sawan", Basis No. 2/XVI (1966) hlm. 48. Drama "Matahari Senja", "Tidak untuk Orang Lain", dan "Tamara dan Ibrahim".